Saat itu istirahat kedua di hari kamis, semua siswa sibuk melakukan kegiatan mereka masing-masing. Begitu pula Randu yang kini tengah berhadapan dengan Satra di lorong kelas sebelas.
"Ini," Randu menyerahkan buku catatan miliknya pada Satra. "Gue nggak yakin kalo catetan biologi gue lengkap. Jadi sorry kalo ada yang kelewat."
"Nggak apa-apa. Dikasih pinjem aja udah syukur." Satra mengukir senyum. "Oh iya, pas di bioskop waktu itu, lo ke mana? Maaf ya, gue nggak cepet sadar kalo lo udah keluar. Gue telfonin juga nggak lo angkat."
Penjelasan panjang kali lebar Satra sukses bikin Randu dilanda rasa bersalah. Padahal yang harusnya minta maaf di sini itu dirinya. Selain meninggalkan Satra begitu saja, Randu juga lupa nggak ngabarin cowok itu karena sibuk salting sehabis jadian.
"Duh gimana ya ngomongnya," Randu meringis. "Harusnya gue yang minta maaf nggak ngabarin lo waktu itu, malah ngilang gitu aja."
"Nggak masalah, yang penting lo-nya nggak kenapa-napa." Lagi, Satra memberinya senyuman teduh. Duh Randu yang lihat jadi makin merasa bersalah aja.
"Bukunya gue pinjem dulu ya, maaf kalo ngerepotin."
"Nggak kok—"
"Makanya, kalo guru lagi jelasin di depan tuh catet!" Tau-tau, Sabda nongol, bersandar di pintu kelas. Menatap sinis ke arah Randu juga Satra sambil melipat tangan di dada. "Kalo gini 'kan nyusahin orang namanya."
Randu melotot ke arah Sabda yang terlihat tidak peduli. Cowok itu kini mendekat lalu berdiri di sebelah Randu.
"Jangan lama-lama pinjemnya." Sabda berujar ketus. Yang sepenuhnya ditujukan pada Satra. "Gantian sama gue ntar—ADAW!" Sabda meringis sambil mengusap kakinya yang jadi korban injakan kuat cewek di sebelahnya.
"Kok lo injek kaki gue?!"
"Kenapa emang?" tantang Randu, balik mendesis. "Nggak suka? Apa? Mau gue takol pala lo? Sini deketan."
"Kok lo malah ngomelin gue?" Sabda tampak tidak terima.
"Gak usah sok-sokan ceramahin Satra kalo lo sendiri sama aja. Nyatet makanya, jangan molor mulu di kelas!"
Sabda tidak salah mendengar kekehan Satra. Cowok itu sedang menertawainya sekarang. Setelah menepuk pundaknya sekali, Satra berpamitan kembali ke kelasnya sambil membawa buku catatan Randu di tangan. Sabda makin dibikin jengkel karenanya.
Apalagi Randu langsung beranjak tanpa mengatakan apa-apa. Sabda mengekor di belakang.
"Tunggu!" Sabda berusaha menyamai langkah tergesa Randu. "Buru-buru amat mau ke mana?"
Randu tetap melanjutkan langkahnya. Sikap cuek cewek itu berhasil membuat Sabda tergerak meraih tangan Randu. Cewek itu akhirnya berhenti. Membalikkan badan menatapnya.
"Lepas." Randu menarik tangannya namun Sabda lebih gesit mengubahnya jadi genggaman.
"Kenapa harus?"
"Masih nanya?" Randu tampak gelisah di tempatnya berdiri. Menatap lalu-lalang siswa yang untungnya tidak terlalu ramai. Bonusnya, mereka tidak sedang melihatnya bersama Sabda.
"Lepasin, nanti ada yang liat, Sabda pekok!" Randu tidak berhenti menatap was-was pada sekitar dan itu sangat amat mengganggu Sabda.
"Yaya," Sabda menyentuh pipi Randu menggunakan punggung tangan, meminta perhatian cewek itu tertuju padanya. "Lo itu pacar gue kalo lo lup—"
Kalimatnya terpotong ketika Randu membekap mulutnya pakai tangan. Cewek itu buru-buru menariknya menuju toilet—bangunan paling dekat yang bisa mereka jangkau saat ini. Randu memojokkannya pada dinding yang menutupi tubuh mereka. Seolah menyembunyikannya dari dunia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet N Sour
Fanfiction•Sequel Poison & Wine―• Setelah berpacaran, Sabda dan Randu memutuskan untuk merahasiakan hubungan mereka dari dunia. Semuanya masih baik-baik saja sebelum rumor buruk meluap ke permukaan, membuat keduanya menghadapi situasi yang cukup sulit dan men...