Fraktur Tibia

6 1 0
                                    

Baru kemarin, jam 9 malam Rendra sampai di Malang, langsung menuju rumah Mas bagus dan Mbak Ayu setelah dari Jogjakarta. Lebaran yang amat sangat berkualitas, karena keluarga besar bahkan dari Pakdhe dan Bu Lik bisa berkumpul semua di rumah eyang. 

Keluarga besar mereka seguyub itu memang. Rendra sangat bersyukur memiliki mereka semua. Eyang yang sangat mengayomi, orang tua, Pak Dhe, Bu Lik yang juga sangat suportif. Keluarga yang terasa sempurna bukan? 

Kekurangannya jelas ada, misalnya, sama-sama perantau semua. Tidak ada yang stay di Jogjakarta. Pak Dhe di Bandung, Bu Lik di Tangerang, Orang tuanya di Pekalongan. Anak-anaknya juga demikian. Anak dari pak Dhe ada dua, posisi di Lampung dan Kendari. Anak Bu Lik masih kuliah di Jakarta. Orang tua Rendra, anaknya 3, juga merantau semua. Dan momen lebaran dimana mereka semua berkumpul juga amat sangat jarang terjadi, mungkin bisa dibilang 2-3 tahun sekali saja. 

Dan, salah satu hal besar yang terjadi saat lebaran kemarin adalah, Rendra menyetujui rencana perjodohan itu. Bahkan ternyata eyang, Pak dhe dan Bu Liknya tahu siapa perempuan yang dimaksud. Kalau mereka semua setuju, Rendrapun semakin yakin untuk menurut saja. Memang masih entah kapan mereka bisa bertemu. Si perempuan itu masih sibuk dengan kuliahnya, dan Rendra juga masih sibuk dengan rintisan bisnis berikutnya, dan juga kesibukan mewujudkan panti. 

Sebenarnya Rendra masih lelah setelah perjalanan kemarin. Dia yang menyetir full, dari Jogja sampai Malang. Kasihan, Mas Bagus pagi jam 7 sudah harus bekerja, Mbak Ayu juga nanti masuk kerja shift siang. Kan yang paling fleksibel kerjanya hanya Rendra, jadi dia cukup tahu diri untuk menyetir 8 jam perjalanan lebih. 

Dan Rendra ketiduran di ruang tamu Mbak Ayu, saat Mas bagus subuh-subuh membangunkannya untuk sholat. Agak pening sebenarnya kepalanya, tapi seketika berkurang saat didepan mejanya, tercium bau kopi buatan Mbak Ayu. 

Setelah sholat, dia beranjak ke halaman samping rumah Mbak Ayu, seperti Mas Bagus yang juga ngopi disana sambil menikmati kabut tipis yang masih setia menemani dinginnya pagi. Bedanya, Mas bagus sibuk dengan aneka jurnal ilmiah, Rendra dengan ponselnya, sibuk memantau, barangkali ada kabar dari warung, Adhit, Pak Sigit, atau yang lain. 

Warung aman, sebelum lebaran dia sudah menyiapkan stok banyak-banyak, sedang tidak ada kabar yang perlu dikhawatirkan. Adhit hanya memberi info bisa mengirim sambel dan bumbu sekitar hari kamis, via travel seperti biasa. Pak Sigit, memberi info, bukan, bukan info, tapi ajakan untuk survey lokasi outbond baru sesuai konsep yang diminta salah satu klien. Klien ini 'bawaan' dari Rendra, jadi nggak enak juga kalau Rendra tidak ikut survey. Semoga surveynya nanti agak siang saja, lumayan bisa tidur dulu sejam-dua jam barangkali. 

Tapi, balasan sms dari Pak Sigit mengurungkan niatnya untuk rebahan sejenak. Pak Sigit mengajak survey jam 9 pagi. Berarti, jam 8 Rendra harus berangkat ke Batu. Berarti lagi, sebentar lagi Rendra harus pulang ke kos, mandi ganti baju dan lain-lain. Jam pagi begini jam macet, apalagi arah Batu. 

"Kamu nggak apa-apa dek? Kok nggak bilang aja sama pak Sigit, ijin nggak ikut dulu. Matamu lho sampe gosong gitu." Rendra mendecak. 

"Mata gosong itu gimana sih." gerutunya. 

"Ya kayak kamu itu." balas Mbak Ayu sambil meraup muka adiknya gemas, mumpung tidak pakai kacamata dia. Yang diraup hanya menguap. Iya, masih mengantuk sebenarnya. Apalah daya, dedikasi ini. 

Sambil mengantar Mas Bagus berangkat kerja, Rendra juga beranjak mendekati Si RD.

"Dek, beli mobil gitulah, kok kuatir mbak, kamu itu mobilitasnya tinggi, kemana-mana pake RD tok, kalau mogok gimana, udah buyut itu motormu."

Rendra terbahak. Rendra saja menganggap RD ini masih level kakek, Mbak Ayu mengangganya sudah buyut. Sungguh hiperbola yang hakiki. 

Sambil duduk di jok si buyut, Rendra mengambil gelas kopi Mbak Ayu yang baru terminum sedikit, diteguk saja sampai habis dan diulurkan kembali gelas kosong itu ke tangan Mbak Ayu yang meliriknya sadis. 

"Kamu itu nggak paham seni kopi ya dek, minum kopi kok asal glek aja." gerutu Mbak Ayu.

"Keburu e mbak. Pamit dulu." kilahnya sambil berlalu, tak lupa tawa mengejek. Ayu hanya mengangkat bahu, pasrah sudah, adik satu yang laki, usilnya nggak sebanding dengan tampang seremnya. Kebanyakan orang segan berurusan dengan Rendra karena modelnya yang terlihat pendiam itu, belum tahu saja kelakukannya kalau sedang bersama kedua kakaknya. 

Mobil itu perlu, Rendra sadar itu. Hanya saja sedang tidak menjadi prioritasnya. Dia sedang memacu dirinya sekuat tenaga untuk panti. Nanti, kalau ada sisa, bolehlah untuk rumah dan mobil. 

Lagipula, dia masih sayang sekali dengan Si RD ini. Ada banyak sekali kenangan bersamanya. Mulai dari menemani kerja paruh waktu sebagai pramusaji di resto, menemani kuliah, menemani ke sanggar dan bertemu Andin, bahkan Andin pernah memboncengnya. Rendra menghela napas panjang. Inget Rendra, move on. Rela, ikhlas. Kamu sudah menyatakan siap mencoba perjodohan itu. Jangan main-main dengan hati.

Proses survey kali ini memakan waktu yang lumayan lama, menyesuaikan konsep dengan yang diminta klien, mencari tempat untuk makan siang, coffee break, acara perpisahan yang kemudian menjadi puncak acara klien mereka. Sampai adzan dhuhur, survey belum menghasilkan keputusan yang benar-benar meyakinkan, sehingga mereka memutuskan rehat sebentar, sekaligus sholat dhuhur di masjid terdekat, lalu makan siang sedapatnya. Baru Rendra ingat, dari semalam, dia belum makan, hanya kopi saja dua gelas. Untung sehat. 

Selesai makan, mereka kembali rapat kecil di parkiran rumah makan sederhana tempat mereka makan siang barusan. Dengan beberapa pertimbangan, Rendra usul supaya lokasinya di sebelah base camp saja, tepatnya di area panti yang sedang proses pembangunan itu. Jadi, di hari H, kegiatan pembangunan dikosongkan. Acara klien itu masih 3 minggu lagi, jadi bangunan utama harusnya sudah siap. Itu cukup luas untuk perpisahan. Makannya, di gedung sebelah, yang direncanakan untuk pengurus panti. Tidak terlalu luas, tapi cukup untuk prasmanan 80 orang. Tidak terlalu jauh dengan tempat rafting juga, tempat outbond, bisa di halaman belakang panti. 

Kekurangannya, material untuk pembangunan tidak boleh terlalu menumpuk supaya tidak terlihat kotor, tempat sholat, wudhu, ganti baju setelah rafting, harus segera dibuat, di area yang kedepannya direncanakan untuk masjid, di halaman depan panti. Material sebenarnya sudah siap, tapi memang didatangkan bertahap. Jadi, tukang yang harus ditambah untuk bisa segera menyelesaikan bangunan-bangunan utama. Yang penting berdiri dulu, area juga harus bersih. Kelebihannya, sangat irit dana karena memakai lahan sendiri.

Mereka sepakat mengambil opsi itu, tapi tetap harus ada planing lain sebagai back up bukan. Dan survey itu berlanjut sampai hampir jelang ashar, di halaman panti, untuk mengkondisikan panti sesuai rencana tadi. Karena itu beberapa fokus pengerjaan ada yang harus diubah. 

Beres. Beberapa kru Pak Sigit sudah kembali ke base camp. Rendra masih berdiri melamun di halaman depan, memandang kosong ke dalam kompleks panti. 

Hai, Ndin, lihat. Nanti sebagian dari anak-anakmu akan aku ajak pindah kesini, dan sebagian orang tuanya aku ajak kerja di warung, sudah kusiapkan mess sederhana untuk mereka dibelakang warung. 
Kamu yang bahagia disana ya, semoga doa dari 11 anak-anakmu mengantarmu kealam indah di keabadian. 

Lamunannya terhenti saat Pak Sigit mengklaksonnya, untuk berpamitan. Rendra lalu tersadar dan mengikuti Pak Sigit dengan si RD. Tapi di persimpangan jalan menuju kota, Rendra sengaja mengambil jalur berbeda dari yang biasanya. Ingin sekedar refreshing dari penatnya pikiran. Sebenarnya tidak ada yang terlalu mengganjal, hanya mungkin efek letih saja, membuat moodnya agak berantakan. 

Melihat hijaunya pemandangan disepanjang perjalanan semoga bisa menghiburnya. Sayang, ada yang luput dari perhitungannya. Bahwa badan yang letih, mata yang mengantuk, dan mood yang agak berantakan adalah kombinasi yang membahayakan baginya karena mengurangi kewaspadaannya, di jalan menurun yang harusnya berbelok, dia terlambat meresponnya, sehingga dia dan motor tuanya terjun bebas masuk ke jurang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 05, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

CethikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang