#12

208 7 1
                                    

"Kau benar-benar akan ikut dengan ayah?" Tanya Jevian yang ragu untuk membiarkan kembaran nya untuk ikut dengan seseorang yang ia musuhi.

"Ya, doakan untuk aku tetap hidup" Jawab Naren dengan sedikit tawa yang keluar dari mulutnya.

Jevian hanya diam dengan ekspresi datar meskipun pikiran nya sedang tidak tenang.

"Aku hanya minta 1, jaga Renjana. Kau tahu Renjana mengidap penyakit gagal ginjal kronis, Arkan sudah tidak ada. Hanya tersisa Renjana yang berjuang, jangan membuatnya susah" Ujar Naren.

"Aku harap begitu, tapi aku juga ingin mati dengan cepat. jadi lebih baik ucapkan itu pada Haikal" Balas Jevian.

Jevian melangkah pergi dari kamar Naren tanpa menunggu jawaban dari omongan nya.

Tapi itu fakta, dia sudah lelah dengan hidupnya. Semuanya hancur semenjak bunda tidak ada.

Tidak, ini bukan salah Jie. Tapi semesta membenci nya kali ini.

"Aku harap aku yang pergi meninggalkan kalian terlebih dahulu" gumam Naren.

Naren memandang jendela kamarnya sejenak lalu mengusap wajah nya yang terlihat lelah.

Naren menghela nafas panjang lalu menunduk dan menutup matanya.

"Bunda, Nana lelah" Ujar Naren sembari menangis dalam tundukkan nya

Entah sudah ke berapa kalinya dia mengatakan lelah pada bundanya, hidup seperti benar-benar tanpa ada Arkan.

"Mengapa aku harus hidup!" Teriak Narendra frustasi dengan kehidupan nya.

Naren menutup matanya, disana semua masa lalunya tergambar kembali.

"Kau sudah pengangguran, mengurus anak saja tidak bisa?!" Bentak Candra yang emosi melihat anaknya mengotori rumah.

Plak!

Nanda hanya menunduk sesekali memperhatikan anak-anaknya yang ketakutan.

Renjana dan Arkan berusaha untuk tidak menangis, mereka membantu Jevian dan Naren untuk membersihkan diri.

Dua kembar itu mengotori rumah dengan bermain tepung bersama, padahal rumah itu baru saja di bersihkan.

"Ren, bawa mereka untuk kembali ke kamar" Ujar Arkan meminta Renjana untuk membawa adiknya kembali kedalam kamar.

Renjana hanya mengangguk pelan lalu mengiring kedua anak itu untuk kembali kekamar.

"KAU HANYA BISA MEMBUAT ANAK, ANAK MU ITU 4 DAN MASIH BERANI KAU SELINGKUH DENGAN WANITA MURAHAN ITU!" Terdengar teriakan sang Bunda yang membalas ucapan ayahnya.

Prang!

Itu piring, Ayahnya melempar sebuah piring yang ada di samping nya.

Arkan menutup telinga nya saat piring itu berbunyi, tanganya gemetar dia takut sekarang.

"BERANINYA KAU BERKATA DIA MURAHAN, AKU NYESAL PERNAH CINTA DENGAN MU!"

Arkan menangis mendengar jawaban yang keluar dari kata-kata sang ayah, benar-benar menyakitkan di hatinya.

"DAN AKU MENYESAL LAHIR DENGAN SEORANG AYAH SEPERTI MU!" Balas Arkan yang muak dengan ayahnya.

Itu mengundang emosi sang ayah untuk menjadi lebih besar, tapi Arkan tidak peduli dengan itu.

Dia lari ke pelukan bundanya, lalu memeluk dengan erat. Membiarkan bundanya menangis disana.

Candra mengambil sebuah gelas yang ada di meja makan, dia mengangkat gelas itu dan akan melempar pada punggung Arkan.

"Tidak!, Jangan pernah kau sakiti anak ku b*j*ng*n!" Ucap Nanda saat melihat gelas itu hampir di lempar ke anak sulungnya.

Pyar!

Gelas itu terlempar dan mengenai punggung Arkan, punggung nya berdarah. Itu tidak sakit, hatinya lebih sakit kali ini.

"HENTIKAN!!" Teriak Renjana dari lantai atas.

Renjana turun ke lantai bawah dengan berlari lalu mengambil sebuah pisau hendak melemparkan kepada ayahnya.

Nanda langsung memeluk Renjana saat pisau itu hampir membunuh suaminya.

"Jangan nak, dia tetap ayahmu apapun kondisi nya. Tolong jangan membunuhnya" Ujar Nanda dengan suara lirih.

"Kau pantas mati! Bunda tidak seharusnya menikah dengan sosok br*ngs*k seperti mu!" Ucap Renjana penuh dengan amarah.

Badan nya getar, hatinya benar-benar sudah panas. Amarah terlihat di sorot matanya.

"Apa yang ayah banggakan dari wanita murahan itu?!" Tanya Jevian yang entah datang darimana.

Seorang anak berusia 12 tahun berani berkata seperti itu kepada ayahnya, Jevian benar-benar tidak takut dengan ayahnya.

Bahkan setetes air mata tidak jatuh dari matanya, dia berdiri dengan berani untuk melindungi bunda dan kakaknya.

"Apa maksud mu?! Bunda mu itu yang wanita murahan!" Balas Candra membuat hati Jevian terluka dengan sangat amat teramat.

"BUNDA SEORANG DOKTER, MENYELAMATKAN NYAWA. SEDANGKAN SIALAN ITU HANYA SEORANG J*L*NG YANG MENGGODA PRIA BR*NGS*K SEPERTI MU!" Marah Jevian yang tak terima Bundanya di rendahkan seperti itu.

Brak!

Candra benar-benar memukul Jevian hingga anak itu terpental jauh, Nanda histeris melihat salah satu anaknya terluka.

Kejadian paling mengeringkan menurut Naren, dimana ketiga kakaknya di caci maki.

Bunda nya di hina,dipukul, bahkan di katakan hal tidak senonoh seperti itu.

Naren saat itu hanya bisa menangis didalam kamar dan menutup telinga dengan tangan gemetar itu.

"Mengapa harus bunda yang mati, mengapa tidak ayah yang mati? Hidup kami berantakan karna pria itu" Ujar Naren.

"Sudah, mencobalah untuk damai dengan masa lalu. Kau akan terus tersiksa jika seperti ini" ucap Renjana memeluk Naren dari samping.

Renjana sudah memperhatikan Naren semenjak dia berteriak tadi, dia memang belum tidur dan memilih untuk mencari angin di balkon.

"Aku tahu, trauma mu paling banyak di antara kita. Tapi perlahan ayo berdamai meskipun itu sulit" Sambung Renjana.

"Kau sendiri bahkan belum berdamai, mengapa menyuruh ku untuk berdamai" Balas Naren.

"Aku berusaha berdamai, kau juga harus berusaha berdamai. Ayo hidup lebih lama untuk menjaga nyawa bunda" Jawab Renjana.

Naren memeluk Renjana, Renjana membalas pelukan itu dan mengusap punggung Naren.

"Jika ada sesuatu hubungi aku ya, aku akan langsung menjemput mu" Ucap Renjana dengan suara lirihnya.

"Tepati janji mu untuk hidup lebih lama setelah aku pergi dari sini" Jawab Naren.

"Aku tidak bisa janji, kau tahu aku memiliki penyakit. Tapi kau harus janji untuk hidup lebih lama" Balas Renjana yang tidak ingin berjanji agar hidup lebih lama.

Naren tidak menjawab, itu sebuah fakta yang ia benci. Renjana tidak bisa berjanji untuk hidup lebih lama.

"Aku harap kau lebih baik disana bersama ayah, dan tolong terima wanita itu" Lanjut Renjana.

Renjana melepaskan pelukannya dan mengusap air mata yang membasahi pipi adiknya.

"Cepat selesai ini dan segera tidur, ini sudah larut malam. Jangan memikirkan hal yang bisa du pikiran besok" Renjana mengusap kepala Naren dan keluar dari kamarnya.

Renjana tersenyum sejenak lalu pergi kembali kedalam kamarnya untuk beristirahat.

Tbc

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 18, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝐉𝐢𝐞'𝐬 𝐬𝐭𝐨𝐫𝐲 [NCT DREAM] (Masa Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang