Jeno menelungkupkan wajahnya di meja beralaskan lengannya sendiri, ia lapar namun tidak mau pergi ke kantin, entahlah rasanya sangat malu untuk menunjukkan wajah pada orang-orang. Ia tidak sanggup bila ada seseorang yang menatapnya, Jeno merasa tidak pantas berada di antara mereka.
Pemuda itu tersentak hingga mengangkat kepalanya saat kursi di sebelahnya tampak telah diisi, "Chenle? Kau butuh sesuatu?"
"Makan itu." Chenle menggeser kresek hitam ke arah Jeno, lalu bersikap tak acuh dengan bermain ponsel. Sementara Jeno mengerutkan keningnya, apakah tidak apa-apa jika dirinya menerima pemberian orang lain? Maksudnya... bagaimana jika Jaehyun tahu?
Jeno tidak mau mengambil resiko hanya demi menghilangkan rasa laparnya, ia mendorong pelan kresek itu dan menunduk. "Maaf, aku tidak lapar."
"Makan saja, itu tidak beracun."
"Tapi-"
"Jeno." Jeno menoleh pada Jaemin yang baru saja datang dari kantin, sementara Chenle melirik sekilas. Jaemin meletakkan makanan yang ia beli di meja Jeno dan menatap Chenle sebentar.
"Makan ini, aku ada urusan sebentar. Maaf tidak bisa menemanimu makan ya. Habiskan, jangan sampai ada yang tersisa."
"Terimakasih, Jaemin."
"Sama-sama." Jaemin mengusak pelan puncak kepala Jeno sebelum pergi lagi dari sana.
Chenle meraih kasar kresek miliknya dan ikut pergi dari sana, ia merasa tertolak karena Jeno bahkan menerima pemberian Jaemin dengan sangat terbuka. Tetapi menolak pemberiannya dengan alasan yang sangat klasik.
Jeno menatap punggung Chenle yang menghilang di balik pintu, pemuda itu merasa tidak enak karena telah menolak pemberiannya meskipun dengan cara yang halus. Jeno hanya tidak mau ada seseorang yang mengadu pada Jaehyun bahwa dirinya menerima benda ataupun makanan dari orang lain selain Jaehyun dan Jaemin.
"Apa ini kelas Jeno?"
"Lee Jeno maksudmu?"
"Ya, aku mencarinya."
"Dia di dalam." Mendengar namanya disebut-sebut, Jeno sedikit menatap punggung temannya yang sedang bermain di ambang pintu, lalu pemuda yang mengobatinya saat di UKS masuk sembari membawa kotak P3K. Siapa namanya, ya? Jeno lupa.
Ia terpaksa tersenyum tipis sebab pemuda tadi melempar senyuman yang lebar padanya, bagaimana ini?
"Aku mencarimu di UKS kemarin, tapi katanya kau sudah pulang. Aku ingin memberitahumu kalau perban di tanganmu harus diganti, apa kau sudah menggantinya?"
Jeno menatap tangannya yang diperban, tampak sedikit lusuh sekarang. "B-belum, aku akan menggantinya nanti, terimakasih."
"Aku bantu, ya?"
"Ah, tidak perlu! Aku tidak mau merepotkan-mu."
"Tidak apa-apa, aku tidak merasa direpotkan, kok." Haechan duduk di bangku sebelah Jeno, yang sejujurnya itu kursi Jaemin.
Haechan ingin meraih tangan Jeno, namun pemuda itu segera menarik tangannya. Jaehyun bisa saja mematahkan tangannya jika saja pria itu melihat Haechan memegangnya, tapi Haechan juga tidak salah, bekas gigitan Jaehyun bisa mengalami infeksi dan menyebar rasa sakitnya bila tidak diobati dengan cara yang benar.
Jeno menatap Haechan sebentar sembari menelan ludah dengan susah payah, ia lalu mengulurkan tangannya dan membuat sosok di hadapannya itu tersenyum senang. Haechan pikir Jeno takut akan merasa kesakitan saat perbannya diganti, padahal kenyataannya tidak demikian.
"Ini tidak sakit, hanya sebentar."
"B-bisa... bisa kau melakukannya dengan cepat? Aku... aku belum makan, jam istirahat sebentar lagi selesai."
KAMU SEDANG MEMBACA
ROMANTIC HOMICIDE || JAEJEN
Fanfiction[M] [BXB] [VIOLENCE] [BACKSTREET] "If you die, I die. But if I die, you'll live for me." ©aksaratunggal_