Jaehyun memeluk Jeno di bawah guyuran shower, pria itu tidak mau membiarkan Jeno mandi sendiri karena ia tahu akhirnya akan seperti apa, percobaan bunuh diri seperti yang sudah-sudah. Kini pemuda tersebut menangis keras, jemarinya meremas punggung telanjang Jaehyun.
Yang lebih tua meraih sabun, ia membersihkan punggung Jeno tanpa diminta, Jeno benar-benar tidak mengenakan apapun sementara Jaehyun hanya menggunakan boxer di atas lutut. Ia membantu yang lebih muda untuk mandi, Jaehyun juga memakaikan shampo di kepala Jeno, mengabaikan bagaimana pemuda itu sedang menangis sekarang.
"Kau bersih, aku bersumpah."
"Jangan menghiburku..."
"Aku membersihkannya dengan tanganku sendiri, kau bersih, sayang."
"Aku tidak merasa begitu..."
Jaehyun mematikan shower, sorot matanya sendu, ia mengurai pelukan meskipun Jeno menolak beberapa kali. Ditangkupnya wajah yang lebih muda, "Sayang, jangan seperti ini. Maaf karena mudah marah, maaf karena mental dan emosiku tidak stabil, maaf atas sikapku yang buruk, maaf karena aku tidak perduli, maaf karena telah menyakitimu, Jeno."
Sekali lagi air mata Jeno jatuh, rasanya sudah lama sekali Jaehyun tidak memanggil namanya dengan nada selembut ini, tidak ada raut maupun kalimat yang dingin di sini.
Tetapi saat pria itu berniat menciumnya, Jeno segera menghindar, pikirannya kembali berkelana pada waktu dimana penis-penis itu masuk ke dalam mulutnya dan ia dipaksa menelan putihnya. Jeno ingin muntah mengingatnya.
"Jangan mencium-ku, mereka juga menggunakan mulutku untuk—eumhh!"
Jaehyun tetaplah Jaehyun, ciumannya cukup agresif, pria itu merapatkan diri, ia merangkul pinggang telanjang itu dan mengusapnya. Lumatan serta gigitan-gigitan kecil yang tampak dilakukan dengan intens, menghanyutkan rupa ingatan-ingatan menyakitkan yang telah melukai batin mereka secara keji.
Jemari Jaehyun mulai memanjat naik dan memberikan usapan penuh kasih pada punggung rapuh yang lebih muda. Ciuman mereka terurai sebab keduanya sama-sama mencoba menenangkan degup yang menggila.
"Dengan cara yang paling egois, aku tidak ingin orang lain memiliki hatimu, merasakan sentuhanmu, ciuman, bibirmu, atau menjadi alasanmu tersenyum, aku ingin menjadi segalanya yang terakhir bagimu. Maaf, kau benar-benar tidak pantas menerima perbuatan-ku."
"Dan aku sangat berharap kau sudah berpikir seperti itu sebelum menyakiti perasaanku, Kak. Tapi ternyata kau tidak berhenti di sana, kau bukan hanya menyakiti perasaanku, tapi juga hatiku, fisik dan pikiranku yang terus-terusan mengkhawatirkan dirimu."
"Jeno... bisakah kita memperbaiki ini dan jatuh cinta bersama lagi?" tanya Jaehyun.
Jeno tidak menjawab, namun sebuah cumbu kembali dibangun, tenggelam dalam muara yang mereka bangun sendiri dengan harapan dapat segera pulih. Tentang mereka yang hanya manusia biasa, dituntut hidup dalam kekhawatiran yang luar biasa.
"Mmhh...." Lenguhan Jeno mengudara kala jemari Jaehyun mengusap perutnya, ia meremang ketika yang lebih tua terus memberikan stimulasi yang mengundang desah. Percuma mempertahankan logika bila Sang empu memilih menanggalkannya satu-persatu, bersamaan dengan bagaimana Jeno yang menyelipkan jemarinya pada helaian rambut Jaehyun.
Jeno melepas ciuman mereka dan menatap sayu pada yang lebih tua. "Kau... mau melakukannya denganku?"
"Belum saatnya. Aku hanya mengira-ngira, dimana kau disentuh." Karena sekarang Jaehyun ingin mengepalkan tangannya dan menghilangkan bekas sentuhan di tubuh Jeno dengan lebam akibat pukulannya sendiri. Tapi pria itu menahan hasrat tersebut, ia perlu membuat Jeno merasa aman untuk sementara waktu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ROMANTIC HOMICIDE || JAEJEN
Fanfiction[M] [BXB] [VIOLENCE] [BACKSTREET] "If you die, I die. But if I die, you'll live for me." ©aksaratunggal_