Jeno terkejut menemukan Chenle berdiri di depan pintu rumah, ia bahkan didorong hingga Chenle benar-benar bisa sepenuhnya masuk, apa yang laki-laki itu coba lakukan di rumahnya? Sudah beberapa kali pemuda Zhong itu datang kemari dan menawarkan kebebasan saat Jaehyun tidak di rumah.
Chenle akan meminta Jeno untuk kabur dan ikut dengannya sebab ia tahu apa yang terjadi pada Jeno selama ini, padahal Jeno sudah menolak dengan tegas bahwa ia akan tetap di sini sebagai rasa terimakasih pada orang tua Jaehyun atas hidupnya saat ini.
Chenle bukan siapa-siapa sehingga ia mau menurut dan bertekuk lutut di hadapannya.
Kini, keduanya saling berpandangan dengan jarak yang cukup jauh, Jeno sedang berusaha untuk tidak melakukan kontak fisik. Tidak ada emosi yang mereka tunjukkan lewat mimik, sama-sama memendam emosi yang tidak bisa saling mereka utarakan.
Chenle mengambil beberapa langkah yang tak berarti, kakinya terasa begitu berat untuk bisa sampai di mana Jeno menapak.
“Aku tidak mau ikut denganmu, apa itu jawaban yang cukup? Sekarang pulanglah, aku tidak mau Kak Jaehyun melihatmu,” ujarnya, tidak membiarkan mata mereka bersiborok.
“Apakah sopan jika berbicara tanpa menatap lawan bicaramu?” Mendapat pernyataan demikian tidak membuat Jeno menganggap hal tersebut sebagai sebuah perintah, ia mengabaikannya. Membisu di tempat dan mencoba tuli.
"Kenapa kau begitu takut jika Jaehyun melihatku berdua bersamamu di rumah ini? Kau tidak akan merasakan hal ini lagi kalau kau mau menerima uluran tanganku, Jeno."
“Dan jika kau tidak segera pergi dari sini, ku pastikan kau tidak akan pernah melihatnya lagi seumur hidupmu, Zhong Chenle.”
Jeno hampir tidak bisa bernapas mendengar suara itu, apalagi saat Jaehyun masuk sembari menenteng bungkusan cukup besar yang entah apa isinya, pria itu meletakkan benda tersebut ke lantai dan menghampiri Jeno. Chenle menatap gerak-geriknya dalam diam, tetap tenang meskipun was-was.
Hidung Jeno berkerut saat mencium bau alkohol, terutama ketika yang lebih tua berdiri tepat di sebelahnya. Sekarang siapa yang sedang terancam sebenarnya? Chenle atau Jeno?
"Aku bisa membuat laporan tentang kekerasan yang kau lakukan padanya dan membuatmu dipenjara, Jeong Jaehyun."
"Tentu saja kau bisa, tapi sayang sekali aku sudah mengantongi informasi tentang kakakmu. Aku akan membuat pertukaran jika kau setuju, bawa Jeno bersamamu dan lempar kakakmu kemari untuk ku-gagahi, bagaimana?"
"Bangsat!" Chenle meludah setelah mengumpat pada Jaehyun, laki-laki itu pergi dengan dilingkupi oleh emosi negatif.
Jeno menelan ludah gugup, untuk beberapa saat dirinya dan Jaehyun tidak bicara, apa yang baru saja terjadi? Bagaimana Chenle bisa seberani itu? Tidak, maksudnya... Chenle bukan sosok yang keras, pantang menyerah, dan senang mengancam.
"Bagaimana kau bisa membukakan pintu untuk orang lain?"
Jeno dipaksa menghadap Jaehyun dan satu pukulan keras telak menyapa rahangnya hingga pemuda itu terhuyung ke belakang. Belum sempat ia memperbaiki posisi, Jeno dibuat terlentang di lantai, semua perasaan yang meledak-ledak di kepala Jaehyun kini dilampiaskan pada Jeno.
Sekali lagi, Jeno babak belur karena ulah Jaehyun. Jeno meringis dan menutup wajahnya menggunakan lengan, tangannya mengepal merasakan kaki Jaehyun menendang punggungnya tanpa ampun, matanya terpejam erat merasakan nyeri yang menjalar.
Cukup lama Jeno di sana, ia belum bangkit sebab sibuk menetralisir nyeri yang ia emban, membuat Jaehyun mencebik kesal. "Kemari."
Pria itu mencoba memindahkan Jeno dari lantai ke sofa panjang dengan seluruh tenaga yang tersisa, merebahkan tubuh ringkih tersebut perlahan-lahan, Jaehyun memposisikan tubuh yang lebih muda agar tertidur dengan posisi miring, lalu ia menyibak pelan kaus Jeno untuk melihat bagaimana keadaan punggung kekasihnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ROMANTIC HOMICIDE || JAEJEN
Fanfiction[M] [BXB] [VIOLENCE] [BACKSTREET] "If you die, I die. But if I die, you'll live for me." ©aksaratunggal_