8
Karika sudah berdiri cukup lama. Ia bersandar di tembok luar tepat di bawah plang nama rumah rehabilitasi tersebut. Di depan tempat parkir mobil. Sambil menunggu, ia membolak balik sebuah tablet berwarna putih bulat di tangannya. Yang ia telan di saat yang bersamaan dengan lewatnya ibu Maya.
Karika kemudian menyapa perempuan itu. "Selamat sore, Bu."
Kate menoleh, kemudian tersenyum ramah pada Karika. "Selamat sore dokter, sedang istirahat sore?"
"Sedang cari angin. Mau mengobrol sebentar, jika ibu ada waktu," kata Karika penuh percaya diri, mengingat hal yang aku lakukan menyalahi prosedur, ia harus bersikap sepercaya diri mungkin. Agar keluarga pasien tidak curiga.
"Saya dokter yang menangani anak Ibu. Maya."
Karika lalu menghampiri Kate. Nampak jelas raut wajah Kate yang tidak nyaman. Namun, Karika mengabaikannya.
"Ibu ada waktu, tak sampai 5 menit. Tapi kalau ibu buru-buru, tak masalah, masih ada waktu lain," kataku, berakting seolah akan pergi.
Kate memegang lengan kemeja Karika untuk menahan kepergiannya.
Karika merasa risih, namun ia membiarkan sikap Kate.
"Kalau cuma 5 menit saya ada waktu dokter," kata perempuan itu sambil melepaskan genggamannya dan memperbaiki posisi tas yang sedari tadi digantungkan di bahu kirinya.
"Saya ingin tahu apakah sebelum masuk sini, Maya memiliki handphone. Saya butuh menganalisis banyak hal, perihal kondisi Maya."
"Maksud dokter?" Ibu Maya mulai curiga. Ia menyipitkan mata.
"Maksud saya, mungkin ada beberapa kontak di handphone Maya yang harus saya hubungi. Saya percaya bahwa bagaimana keadaan Maya sekarang pasti ada hubungannya dengan teman-teman atau beberapa kontak di handphonenya. Tentu jika anda berkenan, meminjamkan untuk saya, semenit saja." Karika berusaha menutupi rasa paniknya. Ia menyesal melakukan kenekatan ini.
"Saya kira, polisilah yang punya wewenang untuk memeriksa barang pribadi Maya."
"Ibu melaporkan kasus ini ke polisi?"
"Tentu saja. Saya sudah mengatakannya pada pihak balai rehabilitasi saat menitipkan Maya di sini."
"Begitu ya... Mungkin saya melewatkan berita acara yang itu." Karika tahu kalau rencananya sudah gagal total.
"Iya. Apa ada lagi yang ingin dibicarakan dengan saya, Dok? Dengan dokter siapa saya sedang bicara?"
"Yo... Yohana." Karika berbohong.
"Baiklah Dokter Yohana. Kalau tak ada lagi, saya akan pamit sekarang."
"Tunggu sebentar... Apa ibu mengenal seorang teman Maya? Namanya Alesia. Del... Del Winter."
Kate menatap Karika. Raut wajahnya menandakan ketidak tahuan yang jujur. "Saya tidak kenal seorangpun dengan nama itu, Dok."
"Baiklah kalau demikian."
"Apa orang itu ada hubungannya dengan kasus Maya?"
"Dia teman baik Maya. Saya pikir kalau saya bicara dengan salah satu temannya, saya bisa menangani keadaan Maya dengan lebih terperinci."
"Saya tidak mengenalnya..."
Lalu ibunya Maya berpamitan. Meninggalkan Karika sendirian di sana, dengan tangan kosong.
Karika menyesali aksi lancangnya. Meski sudah merubah namanya, namun rasa takut masih saja menghantui. Karika kemudian menoleh ke sekitaran, berharap tak ada orang yang benar-benar mengawasi tindakannya kali ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
6. Selamat Pagi, Maya GXG (END)
Romance18+ Pasca pemerkosaan yang dilakukan ayahnya, Maya diseret ke dalam panti rehabilitasi mental. Kekasihnya, Alesia telah meninggalkannya. Kini Maya harus menghadapi traumanya sendiri.