Bagian 18|| Kalbi Back Story 2

169 28 1
                                    

Malam itu, setelah Kalbi merasa pulih dari cideranya. Tengah malam Kalbi terbangun karena haus, namun saat melewati kamar Ibunya, ia tak sengaja mendengar perbincangan Ibunya bersama Tantenya dibalik telpon.

[Uang yang ditinggalin sama Ayahnya anak-anak makin menipis. Apa aku kerja keluar negeri aja ya? Gak mungkin aku ganggu uang kuliah Kalbi]

Kalbi terenyuh mendengarnya. Selama ini Ibunya hanya menjadi Ibu rumah tangga dan tak memiliki pendapatan.

Tentu saja pekerjaan sebagai Ibu rumah tangga tidaklah mudah. Tak banyak yang bisa bertahan hingga akhir mengurusi anak-anak mereka dengan baik.

Ibunya adalah wanita luar biasa yang mampu membesarkan mereka dengan baik, dan menjadi anak terdidik. Wanita itu dulu bahkan rela berhenti dari tempat kerjanya karena ingin fokus merawat anak-anaknya dengan baik.

Wanita yang tak pernah membantah dan selalu menuruti perintah Suaminya demi kebaikan hingga akhir.

Mengulum bibir bawahnya, Kalbi merasa dirinya tak boleh seegois ini sebagai anak laki-laki pertama yang menggantikan tanggung jawab keluarga.

Kalbi masih memiliki dua Adik laki-laki yang harus ia besarkan.

Meyakinkan dirinya, Kalbi akan mencoba merelakan mimpinya untuk menjadi lulusan universitas terbaik.

Dia akan merelakan mimpi lamanya. Dan mengejar mimpi yang baru.

Kali ini, tak ada yang lebih penting daripada keluarganya yang berharga.
___

Keesokan paginya, Kalbi bangun lebih awal untuk menunaikan solat subuh di mushola bersama kedua Adiknya. Namun saat kedua Adiknya memilih kembali masuk ke kamar sepulang dari mushola, Kalbi memilih membantu Ibunya yang tengah menyibukkan diri di dapur.

"Bu," panggilnya begitu lemah lembut pada sosok yang telah melahirkan juga merawatnya bersama kedua Adiknya itu.

Wanita itu tersenyum saat sang putra tertua memeluknya dari belakang dan menyenderkan kepalanya di bahunya, tangannya terulur mengusap sayang kepala buah hati yang selalu dibanggakan oleh mendiang Suaminya itu.

"Mas Kalbi jangan ikut taekwondo lagi ya nak?"

Kalbi mengangguk tanpa bantahan. Sangat disayangkan memang, namun tentu ia tak ingin membantah permintaan Ibunya.

Melepas pelukan Kalbi, wanita itu berbalik menatap sang putra.

"Kenapa? Mas Kalbi butuh sesuatu?"

Tak langsung menjawab, Kalbi menatap lekat sang Ibu sebelum mengutarakan keinginannya.

"Kalbi gak jadi kuliah"

Wanita itu terdiam, dengan tatapan tak percaya.

"Sebagai anak tertua di keluarga ini, sudah seharusnya Kalbi yang bertanggung jawab menggantikan Ayah"

Tanpa sadar, air mata dari sosok wanita yang tak pernah menunjukkan kelemahannya pada anak-anaknya agar mereka menjadi lelaki yang yang tabah dan kuat kini menetes begitu saja di depan putra pertamanya.

Wanita itu tak menyangka akan mendengar hal ini dari anak tertuanya.

"Pakai uang kuliah Kalbi. Gunain itu sampai Ibu dapat pekerjaan yang tepat. Sebentar lagi Kalbi lulus SMA, nanti Kalbi minta ijin buat kerja keluar negeri untuk bantu keluarga kita dan masa depan adek-adek supaya lebih baik"

Tak ada kata, Ibu Kalbi langsung memeluk erat putranya dengan tangis kencang yang membuat mata Kalbi ikut berkaca-kaca.

Di balik tembok, Adik kedua Kalbi yang mendengar percakapan Kakak dan Ibunya ikut menangis dalam diam.

BENTANG PESAWAT KERTAS [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang