June, 28th 2015
"Jangan khawatirkan aku bibi May, aku baik-baik saja."
"Syukurlah sayang, kau tahu kan aku tidak mau kejadian yang menimpa kakakmu terjadi padamu."
"Aku tahu, jangan mengingatkan aku padanya please,"
"Astaga maafkan aku sayang, baiklah. Kalau kau butuh apa-apa jangan segan untuk meneleponku. Anggap saja aku ini ibumu, aku sangat menyayangimu Filla."
"Trimakasih, bi. Aku juga menyayangimu."
Fillain mematikan sambungan telepon dengan bibinya. Bibi May adalah adik kandung dari ibu Fillain. Sejak Fillain tak punya siapa-siapa tiga tahun lalu, ia yang pertama kali membuka tangannya dengan lebar untuk mengasuh Fillain. Meskipun hanya tinggal setahun bersama--karena setelah itu Fillain memutuskan untuk pindah ke pusat kota New York--namun Fillain bersyukur dapat merasakan kasih sayang dari keluarga bibi May.
Fillain beranjak dari kamarnya menuju dapur. Ia menguncir rambutnya, lalu mengambil sepotong pizza yang sudah ia hangatkan ke dalam microwave. Meski masih terbilang pagi namun perut kosongnya sudah minta di isi.
Ia melahap pizza tersebut dengan semangat, lalu hendak menyalakan tv saat dering handphone-nya menjerit menandakan telepon masuk. Fillain berjalan menuju kamarnya lagi untuk mengangkat telepon.
"Ya, bibi May ada apa?"
"Excuse me,"
Mata Fillain membulat kaget karena ternyata ini telepon dari Louis.
"Maaf haha, ku kira kau bibiku." Jelas Fillain disela-sela tawa dan kunyahannya.
"Apa gunanya caller id?"
"Aku kan sudah minta maaf! Jadiii ada apa?" Tanya Fillain mengalihkan pembicaraan. Ia menelan sisa pizza terakhirnya.
"Kau pasti belum mandi ya?"
Kening Fillain berkerut, "Bagaimana kau tahu?"
"Dasar pemalas," Louis mencibir namun tertawa pelan. "Tanpa mematikan sambungan telepon dariku. Sekarang, ambil handukmu di tumpukan teratas lemarimu,"
"Louis, kau tidak akan-memandikan-aku-kan?"
"Turuti saja duh."
"Baik-baik. Tunggu sebentar,"
Fillain membuka lemari pakaiannya, ia menuruti apa yg dikatakan Louis. Menarik handuk di tumpukan teratas, namun selembar kertas jatuh ke lantai. Fillain memungutnya lalu membaca tulisan yang tertera disana.
Hai, selamat pagi Filla
Sana cepat mandi, dasar pemalas :p-L
Kedua sudut bibirnya terangkap ke atas mengukir senyuman. Louis pasti menyelipkannya semalam, batin Fillain.
"Filla, kau disana?"
"Iya, tuan penyelinap." Fillain tertawa geli, menyampirkan handuknya pada bahu.
Terdengar suara tawa Louis menggema disebelah sana, "Cepat mandi, kali ini aku akan mematikan sambungan teleponnya. Nanti ku telepon kembali, ok?"
"Ya, ya terserahmu saja." Jawab Fillain pura-pura tak peduli padahal sesungguhnya ia sudah penasaran setengah mati.
Hanya membutuhkan waktu sekitar dua puluh menit bagi Fillain untuk mandi. Ia meraih handphonenya di atas meja makan, lalu men-diall nomor Louis.
"Hi, sudah mandi?"
"Sudah, bagaimana denganmu?"
"Hey aku bukan pemalas, aku sudah berada di kantor tahu."
"Begitu?" Fillain mengambil sepotong pizza lagi lalu melahapnya.
"Iya, sekarang buka lemari es mu. Panaskan pizza yang kemarin tersisa-"
"Aku sudah menghabiskannya hehe, ini slice terakhir sedang ku makan. Ada apa sih?" Fillain menunjukkan cengirannya seakan Louis ada di depannya.
"Astaga uh, baiklah coba lihat bagian belakang karton pizza itu."
Fillain menautkan alisnya kebingungan, sebenarnya apa sih yang cowok ini inginkan. Dia mengambil karton pizza yang berada di tepi wastafel, lalu meraba bagian belakangnya. Ah, sebuah kertas lagi.
Jangan makan terlalu banyak, kau gemuk tahu? :)
-L
"Mm-hm aku gemuk?" Tanya Fillain dengan senyum yang jelas tercetak di bibirnya.
"Ah tidak. Sejujurnya aku menyukainya,"
"Aw stop that, liar."
"Tidak Filla, sudahlah. Sekarang coba buka pintu flatmu."
"Sebenarnya ada apa ini?" Tanya Fillain dengan suara yang terdengar sebal, nyatanya sekarang ia sedang berlari kecil menuju pintu.
Seikat bunga mawar merah tergeletak tepat di depan pintu. Fillain tak bisa menyembunyikan betapa ia merasa senang kali ini, sampai-sampai ia memekik kegirangan.
"Aw Louis, you're so cheesy." Fillain mencium aroma mawar-mawar tersebut lalu membawanya ke dalam rumah, tak lupa ia kembali menutup pintu.
Sebuah kertas terselip di antara bunga berduri tersebut, Fillain sudah mulai menerka-nerka apa isi kertas ketiga ini. Ia meletakkan handphone-nya, karena Louis telah memutuskan sambungan telepon sedari tadi.
Bagaimana dengan seharian berkeliling kota dengan ku? Seusai makan siang, aku akan menjemputmu.
p.s Kau tak perlu berdandan ok :)
-L
Fillain tak tahu lagi seberapa merah pipinya sekarang.
+++
Ga jelas bgt ya, maaf :(
Makasih buat 2k readers dan 800++ votes nyaaa!!! Gue sangat mengapresiasi setiap vomments yg masuk:))) dan untuk silent readers gue doain moga bisa menghargai usaha gue;)Vomment bisa kan? Hehehe
I love Louis, ha!
KAMU SEDANG MEMBACA
Shadow - Louis T.
Fanfiction"Shadows come with the pain that you're running from." Copyright © by mycaptainpotato