Dengan Apa Yang Terjadi di Lampau (6)

105 15 0
                                    

[WARNING!] Mengandung kekerasan, adegan berdarah yang mungkin terlalu sadis. Tidak disarankan dibaca anak dibawah umur! Dilarang keras melakukan adegan serupa!

Suka kilas balik huruf miring atau tetap tegak?





Tahun itu, tepat dimana musim panas berakhir dan pergantian musim terjadi. Laki-laki kecil itu nampak nyaman menikmati coklat hangatnya di hadapan televisi kecil dengan siaran kartun. Sesekali matanya melirik jam di atas televisi dan daun pintu di sisi kirinya. Menunggu seseorang yang beberapa menit lalu meninggalkan hunian.

"Kookie? Bisa kemari sebentar?"

Mata gemerlapnya mengerjap. Kemudian menaruh coklat panas di lantai sembari mengangkat tubuhnya untuk berdiri. "Sebentar ...." ujarnya dengan nada lembut nan mendayu.

Kaki kecilnya melangkah. Mendekati sang ibu yang bersiap membawa sebuah bungkusan. Perempuan muda dengan rambut pendek sebatas bahu itu tersenyum melihat sang putra bungsu. Kemudian memberikan bungkusan hitam itu kepadanya. "Kookienya ibu yang manis, tolong berikan ini kepada Bibi Una ya. Kookie tau rumahnya kan?"

Anak kecil itu mengangguk semangat. Menerima bungkusan besar yang entah apa isinya. Kemudian ia berpamitan pada sang ibu, sebelum meninggalkannya untuk mengantarkan bungkusan.

"Bibi Una!!" Tangannya mengepal. Memukul-mukul pintu kecoklatan yang tertutup di hadapannya. Seseorang dengan kemeja kelabu dan rok panjang dengan warna senada nampak membuka pintu dengan wajah menyebalkannya yang ketara.

"Ini titipan ibu, Bibi." Wanita itu mendengus. Meraih bungkusan besar yang Jungkook berikan dan menutup pintu dengan dobrakan keras. Jungkook mengerjap. Senyum masih ia pertahankan, sebelum kaki kecilnya mulai melangkah pergi.

Jeon Yeona adalah adik dari ibunya. Jungkook sejak kecil memanggilnya dengan panggilan 'Bibi Una'. Wanita itu memang terkenal dengan watak keras dan menyebalkannya. Tetangga-tetangga mereka sering membanding-bandingkan Yeona dan Jungna —ibunya yang terkenal berwatak lemah lembut dan sangat baik. Sedangkan Jungkook yang masih berusia enam tahun itu menganggap semua orang di dunia ini adalah orang baik. Bahkan pencuri di rumahnya pun akan ia sebut sebagai orang baik. Jungna hanya berkata bahwa Jungkook akan menjadi anak laki-laki yang luar biasa nantinya.

"Ibu, Kookie pulang ..." Kakinya berjinjit, mencoba meraih kenop pintu. Namun derit suara kayu yang lebih dulu terbuka membuatnya memiringkan kepalanya. Pintu kayu rumahnya tidak ditutup oleh sang ibu. Jungkook nampak tak peduli. Ia membuka pintu rumahnya dengan riang.

Namun matanya membola ketika mendapati sang ibu yang masih mengenakan celemek abu-abunya nampak terbaring di lantai dengan sebuah pisau menancap di perutnya. Genangan darah mulai mengalir hingga pinggang. Jungkook mendekat dengan langkah tertatih. Terlutut di samping ibunya yang nampak berusaha menahan sakit.

"Ibu.. ibu.." bibir mungilnya tak henti-henti memanggil sang ibu yang bahkan membuka mata saja sulit. Tangan mungil itu meraih tangan ibunya dengan bergetar. Kemudian ia meraung. Jungkook menangis dengan suara keras melihat keadaan kesayangannya.

Jungna yang merintih pelan itu nampak pasrah. Mencoba membuka matanya, dan tangan yang digenggam Jungkook ia arahkan ke wajah sang putra. Mengelus pipi putranya yang berurai air mata dengan tangan berdarah.

"T—tidak apa.. jangan menangis.." bibir si kecil mengerucut dan bergetar menahan tangis. Ia mengusap matanya yang sembab dan memeluk leher ibunya di lantai.

"Ibu berdarah.. ibu luka.." isakan tanpa air mata masih terdengar ketika ibunya terbatuk dengan darah yang keluar dari sudut bibirnya. Jungkook takut, namun tak mau meninggalkan sang bunda.

"Jungkook, dengarkan ibu. Jadilah anak kuat dan pemberani. Jika bunda tidak ada, percayalah pada Yoongi Hyung, oke?" Jungna berujar dengan nada pelan dan tersendat. Matanya memandang Jungkook dengan tatapan sayu dan kesedihan. Seakan ia bisa merasakan kematian berada di hadapannya.

VIGILANT [BTS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang