"Baik. Dengan saya, wartawan Sun dari stasiun Merpati TV melaporkan. Kebakaran hebat terjadi dari sebuah bangunan tua tempat terduga kejadian perkara. Polisi tengah menelusuri penyebab api muncul dan membakar habis tempat yang beberapa waktu yang lalu digadang-gadang melakukan praktik ilegal. Bersama narasumber kita—"
Dia bersembunyi dengan gusar. Manik matanya menatap api yang membumbung tinggi dengan bergetar. Di tangannya masih terpegang sebuah remote kontrol kecil dengan tombol berwarna merah di tengahnya. Ketika melihat bangunan itu perlahan roboh, ia menghembuskan napas lega. Kakinya perlahan mundur. Berniat meninggalkan tempat itu sebelum dua orang laki-laki dewasa nampak berdiri tepat di hadapannya dengan tiba-tiba. Ia tersentak, segera menyembunyikan remot kontrol itu ke dalam saku celana.
"Wah wah.. aku tidak menduga pelakunya adalah seorang bocah lemah seperti ini," ucap pria itu dengan senyum miringnya yang khas. Kulit pucatnya nampak mengerikan karena cahaya samar-samar terpantul dari sana.
Anak laki-laki itu berniat melarikan diri, sebelum kerah jaket belakangnya dicengkeram sehingga ia berlari tanpa pergerakan. "Lepaskan aku! Lepaskan aku!" Ia berteriak dengan suara cemprengnya. Membuat pria pucat itu menguap kecil. Sedangkan pria yang mencengkeram kerah jaketnya mendengus.
"Sepertinya dunia semakin tua. Aku tidak percaya anak-anak sekarang menjadi kriminal," ucap pria yang mendengus itu.
Anak kecil itu nampak berkaca-kaca menahan tangis. Dengan tangan bergetar, ia meraih pengendali itu dari kantong celananya. Mengangkatnya ke atas dengan wajah ketakutannya yang jelas.
"Kalau kalian tidak melepaskanku, akan ku ledakkan seluruh bom di tempat ini!" Teriaknya dengan suara bergetar. Lagi-lagi pria pucat itu terkekeh gemas.
"Coba saja. Kami sudah mematikan semuanya. Ah! Pengecualian untuk bom di tubuhmu itu. Yah.. jika kamu ingin menekan tombol itu, silahkan saja. Kami tinggal melemparmu dan meninggalkanmu. Tau kan apa yang terjadi selanjutnya? Hahahaha..."
Raut wajahnya berubah pucat. Anak dengan jaket hitam itu nampak syok dan tak bisa menahan pergerakan tangannya hingga pengendali itu jatuh ke tanah lembab.
Pria yang menjadi rekannya itu nampak memutar bola matanya malas. Menatap rekannya yang semakin menertawakan nyali ciut si anak. "Ular bodoh. Kau membuatnya syok!" Ular memutar bola matanya. Kemudian membuang muka sambil mendatarkan wajahnya.
"Rusa yang sok tau. Urus saja anak itu. Aku malas berurusan dengan bocah sok yang bodoh," dengusnya.
Rusa menggeleng pelan. Masih mempertahankan tarikannya pada kerah jaket si anak. Jika dilihat dari tinggi anak kecil di hadapannya, bisa ia perkirakan usianya antara dua belas hingga lima belas tahun. Pakaiannya sederhana bahkan terkesan lusuh. Namun mengherankan karena anak itu punya peledak di tubuhnya.
"Nak, begini. Kami benar-benar tak berniat melakukan sesuatu yang membahayakanmu, oke? Kami hanya ingin menanyakan sesuatu yang sederhana. Bisakah kamu kooperatif?" Rusa berujar dengan nadanya yang lembut. Terbiasa menangani adiknya di rumah yang kelakuannya aneh.
Anak kecil itu menatapnya dari ujung mata. "Pembual. Kalian sama saja seperti mereka. Memanfaatkan orang-orang lemah untuk kepentingan pribadi! Munafik!!"
Ular menggulung lengan baju hitamnya kesal, seakan hendak memukul bocah laki-laki itu sekuat kepalan tangan.
Rusa menahan kepalan tangan Ular dengan satu tangannya yang lain. "Kami mungkin pembual. Tapi apa kau tau? Aku juga punya adik kecil seusiamu. Ia lemah dan mudah sakit." Bocah laki-laki itu kembali menatapnya dari ujung mata. Namun Rusa tau persis ada tatapan tertarik dari wajah anak itu.
"Aku bekerja seperti ini juga demi dirinya. Aku tau ini pekerjaan berbahaya. Namun aku tak punya pilihan lain selain seperti ini. Bahkan aku rela mati demi adikku itu. Melihatnya tersenyum, tertawa seperti anak seusianya. ah, indah—" Rusa berhenti bercerita, ia mengerjap pelan dan menggeleng. "Bodohnya aku yang menceritakan hal itu padamu yang tidak mengerti apa—"
KAMU SEDANG MEMBACA
VIGILANT [BTS]
Fanfiction[BTS - Crime - BrotherShip - Military] Tugas menjelang cuti mereka hanya menyelesaikan kasus sebuah tempat yang diduga terlibat dalam kegiatan jual beli ilegal. Namun, rupanya kenyataan kelam muncul ke permukaan. Ilmu yang mengalami penyimpangan, me...