.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Matahari keluar dari sarangnya aku langsung mencium tangan kedua orang tuaku meminta do’a restu serta berpamitan, agar tidak terjdi hal yang tidak-tidak terjadi ha yang tidak tidak padaku.“Ibu ayah Sia pergi dulu.” Suaraku berteriak dari teras sambil memasang sepatu asal-asalan, hari ini aku terlambat bangun, ini kebiasaan burukku jka tidak di bangunkan aku tidak akan bangun hingga pukul setengah delapan pagi, apalagi hari ini aku berjanji akn nik angkutan umum bersama Keyza tetapi karena hal ini, sangat menjengkelkan merusak suasana hatiku saja, aku harus berlari hingga akhirnya aku sampai di halte yang tidak jauh dari rumahku.
Hampir saja bus yang ingin ku tumpangi pergi, untung saja si bapak sopir bisa melihatku dari kaca spionnya dan berhenti menunggu kehadiranku, jika saja ia tidak berhenti mungkin nasibku di kunci di luar gerbang. emang bus ini tujuannya ke sekolah, namun masih banyak orang yang menggunakannya untuk pergi ke swalayan maupun pasar tradisional di sekitar sekolah.
Aku langsung meniki bus itu namun hnaya tersisa di ujung pintu bus, tetapai tidak apa-apa masih ada tempat untuk Keyza berdiri di sana. Akhirnya bus yang kutumpangi sampai di halte bus kawasan rumah Keyza, hingga akhirnya Keyza masuk dan terheran melihat keadaan bus yang sudah penuh dengan orang di dalamnya, aku menunjuk tempat di sebelahku dan Keyza mengangguk paham.
“Sempit banget nggak bisa nafas aku di sini.” Omel Keyza dengan jidat berkerut.
“Rasakan penderitaanku haha.” Ujarku tertawa seperti setan, semua orang di dalam bus menatapku aneh. Aku tersenyum canggung pertanda malu, untung saja beberapa meniit kemudian bus itu sampai di sekolahku, aku langsung menarik tangan Keyza keluar dari dalam bus.
Satu hal yang belum ku sadari, Keyza menggunakan hijab, sangat menawan cantk lirihku.
“Cantik banget dah.” Ujarku menepuk bahu Keyza seraya takjub.
“Apaan sih kan akunya memang cantik kamunya yang nggak nyadar.” Ujar Keyza terkesan percaya diri.
“Beda Za.” Ujarku menggeleng, namun perhatianku teralihkan kearah sekeliling orang yang menatap kami aneh.
“Ada apa mengapa kalian menatap kami sebgitu dalamnya?” ujarku mendecih sambil menatap mereka tajam.
“Bilang sama tuh manusia jangan sok-sokan pakai tu kain yak e sekolah ini jangan sok alim.” Ujar salah satu dari mereka.
“Apa yang kalian maksud? Hijab.” Ujarku halus.”Hey, kalian pasti tahu kan barang mahal breandead bermerek.” Aku menjeda ucapanku, “Kalian tahu kan barang brendead atau bermerek itu kalo seandainya sudah terbuka sudah tidak special lagi maka barang itu akan murah kalian pasti tahu itu.” Aku menghembuskan nafas kasar. “Jadi jangan pernah mencaci kami karena sesungguhnya kami lebih baik dari pada kalian yang memamerkan keindahan yang memancing nafsu, pahami itu!” ujarku tegas sambil meninggalkan mereka yang terdiam mencerna ucapanku.
Di perjalanan menuju kelas banyak sekali yang menatap kami sini namun aku menatapb orang itu dengan tatapan tajam dengan maksud menyanyakan apa maksud tatapannya.
“Duo murah datang gaes.” Teriak Lona dari arah belakang kami.
“Apa coba ulangi perkataanmu?” ujarku menatap mereka tajam.
“Murah—“ belum sempat Lona menyelesaikan ucapannya tanganku sudah terebih dahulu menempel dengan keras ke pipinya.
“Kau tahu manusia murahan yang sering kau sebut, ya ia adalah perempuan yang tidak bisa menjaga auratnya dan kau tahu oang yang kau maksud memiliki ciri-ciri yang sama denganmu, lalu apa dasar kau mengatakan kami murahan bukankah kau adalah orangnya.” Ujarku sambil menunjuk wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Daun Di Musim Gugur (End)
Novela JuvenilKita pasti tahu bukan bahwa ada saatnya daun berada pada titik dimana semua orang memuji keindahannya, kesegarannya, kehijauannya. Banyak orang yang mengatakan karena daunlah sebuah tumbuhan bisa berkembang layaknya tumbuhan pada umumnya tapi bag...