Perubahan dirinya

4 4 0
                                    

.
.
.
.
.
.
.




Gemuruh ombak pantai memekakkan telinga. Cahaya matahari senyap di gantikan cahaya rembulan, sudah lebih dari 2 tahun aku tidak merasakan hal ini apalagi di waktu senja langit berwarna jingga bayangan matahari jelas terciplak diatas gelombang air laut.

“Sia sini dulu.” Panggil tante Nita sambil memberi isyarat padaku, aku mengangguk dan mengghampiri tante Nita.

“Minum ini dulu.” Ujar tante Nita sembari menyodorkan satu sacht madu instan padaku aku menerima dan langsung menyobek sudut bungkusannya.

Sudah lebih dari setengah badan matahari terbenam kini bulan sudah menemukan tempatnya ku hampiri keluarga ku yang sedang menyiapkan panggangan malam yang cukup menenyenangkan bercerita, bersenda gurau namun hanya satu hal yang membuatku agak sedikt sedih, ibu tidak menanggapiku, ibu hanya diam tidak mau menatapku gahkan ketika aku bertanya ibu tidak mau menjawabnya jangankan menjawab melihatku saja ibu tidak mau.

Ada berita terbaru dari kantor ayahku, papa Keyza di angkat menjadi direktur prusahaan, menurutku iu berita besar, bagaimana tidak papa Keyza sangat rajin, tegas, disiplin pantas saja ia diangakat menjadi direktur.

Malam telah kulalui waktu yang di tunggu akhirnya datang aku ingin beristirahat, lelah ya aku cukup lelah. Bagaimana tidak perjalanan yang jauh dari rumahku menuju pantai memakan waktu hampir seperempat hari. Aku berbaring di sebelah tante Nita dan Sekar yang sedang tertidur nyenyak di ranjang.

**

Lampu bersinar menyilaukan mataku, sekarrang aku ingat , bukankah aku sudahmematikannnya semalam kenpa sekarang amsih menyala. Aku mengucek mata sambil melihat sekeliling, tante Nita terduduk dengan mukena yang menyelimutinya, aku terduduk kemudian berdiri.

“Kenapa udah bangun Sia?” mungkin aku mengganggu perhatian tante Nita, dan mungkin tante Nita bingung mengapa aku bangun pagi sekali tidak seperti biasanya.

“Aku memang bangun jam segini tan.” Jawabku brelalu meninggalkan kapas yang di bungkus menggunakan kain itu.

“Abis berantem ama siapa sih kamu Sia-Si, itu rambut kayak rambut singa.” Tante Nita terkekeh pelan aku pun ikut terkekeh namun hanya aku yang bisa mendengar.

Detik berganti menit dan menit sekarang kian berganti jam, aku menyelesaikan hajatku dan bersiap ke sekolah. Saat aku ingin beranjak dari kamarku tiba-tiba Sekar menangis terpaksa aku menggendengnya, untung saja aku telah selesai bersia jika saja aku belum siap mungkin aku akan kerepotan sekarang mengurs banyak hal di kamarku ini.

“cup-cup, jangan nangis sekar cantik manis.” Ujarku menggelitik Sekar. Tante nita datang dengan raut wajah letih aku bisa paham mengapa tante Nita terburu-buru.

“Sekarnya sama tante aja nanti kamu telat.” Ujar tante Nita merebut Sekar dari gendonganku. “Nanti kamu kekunci di luar gerbang lagi kasian tantenya.” Ujar tante Nita sedikit tertawa.

Aku berlalu meninggalkan rumah hari ini aku sedikit lebih bersemangat dari pada hari-hari sebelumnya, rasanya sudah lebih dari 2 bulan aku bertemu Keyza padahal baru 2 hari aku tidak bertemu dengannya. Apakah dia tidak merindukanku? Lalu bagaimana ketika kami kuliah nanti 1 tahun kami tak bertemu serasa 1 abad tidak melihat wajahnya. Aku merenungi hal itu hingga aku lupa aku sedang berada dimana.

“Neng sekolahnya di mana?” Tanya si bapak supir angkot.

“Astagah di sini pak.” Aku langsung turun dan menyodorkan  beberapa pecahan rupiah.

“Keyza.” Teriakku melihat sosok sahabatku itu namun bukannya mendapat senyuman aku malah mendapat tatapan sinis dari sosok di depanku. Karena aku bingung mengapa ia menatapku sinis aku berlari dan meraih tangannya, merasa ada sesuatu yang menariknya keyza memutar arah penglihatannya, tatapan tajam tak pernah lutur dari matanya, ia menghempaskan anganku.

“Nggak usah sok baik lo munafik.” Satu kalimat namun mampu menghadiahkan tampran bagi hati sang penerima, aku hanya terdiam memaku, orng orang di sekitarku menatapku sambil tertawa pelan. Tanpa mengacuhkan mereka menuju kelas namun satu tungkaian di tujukan padaku berhasi menjatuhkan tubuh kurusku ini Lona siapa lagi jika bukan dia.

“upss, jatoh ya sorry gua sengaja.” Ujarnya sambil berseekap dada. “Gimana sih rasanya di tinggal sahabat sendiri, kok gua jadi kasian, kasian gak gaes.” Ujar Lona brjongkok di hadapanku.

“makanya kan gua udah pernah bilang gua belum mulai, sekarang gimana rasanya.” Bisik Lona di telingaku.

“Udah gaes kasian gua, cabut yuk.” Ujar Lona beserta gengnya meninggalkanku yang trduduk kesakitan. Aku berusaha berdiri namun hanya satu ringisan yang keluar dari bibirku,  namum salah satu tangan yang entah milik siapa mau menolongku.

“Lo nggak papa?” Tanya sang pemilik tangan itu. Aku tersenyum mengangguk akhirnya setelah di bantu aku bisa berdiri, namun tidak bisa melangkah terpaksa seseorang itu harus membopongku menuju kelas serta mendudukkan ku di bangku milikku itu. Aku hanya bisa duduk berjam-jam di bangku ku, meskipun bekas terjatuh tadi sudah tidak sakit lagi tetapi tetap saja ketika aku berjalan rasa sakit itu kembali menyambarku. Aku lebih nyaman berada di bangku ku.

Brakk

Aku terlonjak kaget “Nggak usah sok rajin dah lu munafiq.”  Aku menatap seorang di depanku, Lona siapa lagi jika bukan dia rasanya sudah 2 kali dia menggangguku hari ini.

“Apa mau lo gua congkel ya matalu.” Aku menatapnya sambil tersenyu. “Manusia modelan lu nggak layak jadi manusia mending jadi hewan aja lebih bermakna.” Ujarnya kasar kemudian tertawa.

“Kamu kenapa sih apa salah aku sama kamu?” ujarku dengan tatapan ingung.

“Kesalahan lo karena l hidup jadi manusia sok hebat.” Ujarnya minggikan suara.

“Makanya kalo manusia munafik nggak usah jadi sok baik.” Ujarnya bersedekap dada.

“Dan ingat ya gua malu ya pernah punya shabat manusia kayak lo, jdi jangan pernah ngaku-ngaku paham lo.” Keyza meloot kearahku.

“Cabut gaes.” Ujar Lona meningggalkanku. Bel berbunyi jam pelajaran di mulai, bahkan karena satu permasalahan itu aku tidak kosentrasi, tanpa ku sadari  bapak Andi mengakhiri pelajaran, aku berusha untuk berdiri dan syukurlah aku berhasil dan akhirnya aku sudah bisa berjalan sendiri. Aku menuju kantin disana ramai akan siswa/ siswi yang mengantri, untungnya saat aku sampai ada salah satu meja kosong aku langsung mendudukinya aku mengeluarkan sisa uang dalam kantong terdapat uang dua puluh ribu rupiah di dalamnya, untung saja dengan itu aku bisa membeli somay dan minuman.











Baru mulai ini

Follow instagram
@amel_lia4894
@lemailev









Tanah Datar, 23 November 2023

Daun Di Musim Gugur (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang