"Tolong kembalikan nyawa anda kepada Bapa..."
Dengan postur yang tegap dan wajah yang menawan, seorang pria membenamkan wajah seorang pasien wanita di asylum ke dalam bantal.
"HMMMPPPFHHH!!!"
Teriakan wanita itu, yang berusaha melepaskan diri, teredam oleh bantal. Dalam hitungan detik, perlawanannya mereda, dan keheningan menggantikan kekacauan.
Pria itu menatap korban dengan senyum yang berubah menjadi tangisan. Wajahnya mencerminkan perpaduan emosi yang kompleks—kebahagiaan yang berbaur dengan kesedihan. Dia mengusap air matanya, lalu, dengan tangan yang masih bergetar, mengambil pisau bedah. Mata pria itu bersinar dengan euforia saat dia menusukkan pisau itu berulang kali ke jantung korban, seolah-olah dalam sebuah ritual penuh gairah dan kegilaan.
"HAHAHAHAHAHA~!"
Tawanya bergema, menembus kesunyian malam di asylum yang terletak di sudut kota. Suaranya memecah hening dengan getaran gila dan tak terbendung.
...
Pagi berikutnya, di sebuah apartemen yang terletak di pinggiran Kota Kalisokka.
Seorang pria tampak masih segar dari tidurnya, menyalakan TV sambil menikmati V60 yang ia seduh sendiri. Aroma kopi menyebar di dapur apartemennya, mengisi ruangan dengan kehangatan pagi yang lembut. Di layar TV, berita pagi mulai mengudara, membawa cerita dan kabar baru ke dalam hari pria tersebut.
Berita pagi itu menyampaikan informasi yang mengerikan: "Seorang pasien asylum bernama Annie Rakhman, berusia 45 tahun, ditemukan meninggal dalam kondisi yang misterius. Wajahnya pucat, sebuah indikasi yang menunjukkan bahwa dia mungkin telah kekurangan oksigen. Tubuhnya ditemukan terikat di atas kasur, dengan serangkaian tusukan brutal di area jantungnya. Penyebab pasti kematian pertama korban masih belum jelas. Semua staf asylum telah dimintai kesaksian, namun tak satu pun dari mereka yang bisa memastikan waktu kematian korban dengan tepat..."
Suara pembawa berita mengalun, mengisi ruangan apartemen itu dengan kisah yang suram dan misterius, meninggalkan pertanyaan dan ketakutan di udara pagi yang sebelumnya tenang.
Suara pembawa berita itu terus melantun, menyampaikan detail-detail yang lebih lanjut tentang kasus yang mengerikan itu. Pria itu, masih setengah mengantuk, menyesap kopi dari cangkirnya. Kemudian, dia mengambil sebuah kacamata yang tergantung pada rantai kalung, memasangkannya dengan hati-hati. Saat kacamata itu menyentuh wajahnya, ekspresi wajahnya berubah, menunjukkan kehadiran yang berbeda.
Aul, nama pria paruh baya itu, kini tampak di permukaan, dengan raut muka yang serius dan tanpa ekspresi. Matanya tajam memandang layar TV, seolah sedang memproses dan mengkaji setiap informasi yang disampaikan. Wajahnya yang datar menyembunyikan pikiran yang berkecamuk, memberikan kesan misterius tentang apa yang sebenarnya dia pikirkan.
"Dua insiden pembunuhan dalam rentang waktu yang berdekatan?" gumam Aul dengan nada yang mempertanyakan, saat dia membaca koran dengan detail yang cermat. Dia melakukan ini sambil tetap memperhatikan berita yang masih berlanjut di TV. Ekspresi wajahnya terlihat sangat serius dan tajam, mirip dengan seorang predator yang sedang mengincar mangsanya. Matanya menyapu setiap kata, mencoba menyusun potongan-potongan informasi yang dia terima, baik dari koran maupun dari siaran TV. Di wajahnya, tergambar ketegangan dan fokus yang mendalam, seolah sedang menyelesaikan teka-teki yang rumit dan mengerikan.
"Seorang perawat asylum ditemukan mati tergantung dengan pola blood eagle*?" Aul mengernyitkan dahinya dan mengangkat salah satu alisnya, sebuah ekspresi kebingungan dan ketidakpercayaan. Dia memandang layar TV, di mana gambar mengerikan dari tempat kejadian perkara terpampang.
(*Blood Eagle: sebuah metode ritualistik, dijelaskan pada akhir. Menurut dua contoh yang disebutkan dalam, para korban (dalam kedua kasus anggota) ditempatkan dalam posisi terlentang, iga mereka dipotong dari tulang belakang dengan alat tajam, dan paru-paru mereka ditarik melalui celah untuk menciptakan sepasang "sayap". Masih terdapat perdebatan mengenai apakah ritual ini adalah inovasi sastra, kesalahan terjemahan dari teks asli, atau praktik sejarah otentik. cr: Wikipedia.)
"Siapa yang mampu melakukan semua aksi mengerikan itu tanpa ada orang yang tahu?" tanyanya pada diri sendiri, suaranya rendah namun penuh dengan keheranan. Dia merenung, mencoba memahami bagaimana pelaku bisa melakukan kekejaman semacam itu tanpa meninggalkan jejak atau saksi. Pikirannya berputar, mencari jawaban atas misteri yang semakin dalam dan rumit ini.
Sesuatu terlintas dalam pikiran Aul, sebuah pemikiran yang tampaknya mengganggunya. "Tak mungkin," gumamnya, seolah-olah menolak ide atau kesimpulan yang muncul di benaknya. Dengan langkah yang cepat, dia beranjak dari sofa empuk berwarna coklat pudar itu, bergerak menuju kamar mandi.
"Bodoh!" serunya, suara penuh frustrasi dan kegelisahan, saat dia berlari gesit ke arah cermin besar yang terpasang di atas wastafel kamar mandi. Dia berhenti tepat di depan cermin, menatap refleksi dirinya dengan intensitas yang mendalam, seakan sedang mencari jawaban atau konfirmasi dari dirinya sendiri di balik pantulan kaca itu.
PRANKKK — suara keras terdengar saat pria itu memukul kaca cermin dengan kekuatan penuh. Kepalannya berdarah, mengakibatkan retakan yang membentuk pola tak teratur pada cermin, dengan beberapa serpihan kaca jatuh ke lantai. Wajah Aul mencerminkan amarah yang intens, sumbernya tidak jelas, mengalir dari kedalaman yang tidak bisa dijelaskan.
Dengan napas yang terengah-engah, Aul menatap tajam ke arah refleksi dirinya yang terpantul di cermin retak itu. "Aku tahu seseorang di 'dalam sini', adalah pelaku!" ucapnya dengan suara yang tegas dan penuh keyakinan. Suaranya bergema di kamar mandi, menciptakan suasana yang menegangkan. Di wajahnya tergambar kebingungan, ketakutan, dan kesadaran yang mendalam tentang sesuatu yang tersembunyi dalam dirinya sendiri.
Kamar mandi itu terasa menyesakkan dengan keheningan yang memekakkan. Tidak ada suara yang menjawab seruan Aul, hanya hening yang membebani udara. Tetapi kemudian, suasana sunyi itu tiba-tiba pecah oleh suara tawa yang keras dan menggelegar.
"HAHAHAHAHAH~"
Tawa itu tidak hanya terdengar gila, tetapi juga membawa dengan dirinya sebuah ekspresi kebebasan yang liar dan tak terkendali. Di cermin yang retak itu, refleksi Aul berubah, memperlihatkan wajah seseorang yang tengah tertawa keras. Tawanya membentuk gambaran yang menyeramkan di cermin pecah, menciptakan sebuah adegan yang seolah-olah menggambarkan dua entitas berbeda yang hidup dalam satu tubuh yang sama.
"Kau? Sungguh? Keparat!! Beraninya~!" teriak pria di depan cermin itu, dengan suara yang penuh kemarahan dan kejutan. Dia memegang sisa-sisa cermin dengan kedua tangannya yang sudah berlumuran darah. Raut wajahnya mencerminkan kombinasi dari kebingungan, ketakutan, dan kemarahan yang mendalam.
Tangannya yang berdarah menggenggam pecahan cermin dengan kuat, seolah-olah mencoba mempertahankan pegangan terhadap realitas yang semakin memudar. Dalam refleksi cermin yang pecah, wajahnya tampak terdistorsi, menciptakan gambaran yang semakin menambah ketegangan dan konflik batin yang dia alami.
Yang ditatap oleh pria itu adalah dirinya sendiri, namun bukan refleksi yang biasa. Di sana, diantara retakan cermin, terpantul wajahnya dengan mimik yang sangat berbeda — sebuah ekspresi tertawa yang mengerikan, seperti tawa seorang sociopath. Tawanya menunjukkan kegilaan, ketidakpedulian, dan suatu kelepasan yang menakutkan. Wajahnya yang tertawa di cermin itu seolah menyatakan perbedaan yang drastis antara pribadi yang dia kenal dan sesuatu yang lebih gelap, lebih berbahaya, yang bersembunyi dalam dirinya. Ini adalah momen yang menggambarkan pertarungan batin antara dirinya sendiri dan kepribadian lain yang tidak dia sadari atau mungkin tidak ingin dia akui.
Continue(?)

KAMU SEDANG MEMBACA
NEVERSIDE
Teen FictionMenceritakan tentang pemuda yang introvert dan kesulitan dia dalam menghadapi situasi kehidupan dia yang sangat kompleks, terlebih dia menderita DID (Dissociative Identity Disorder) atau lebih dikenal dengan Kepribadian Ganda. Ini merupakan cerita f...