6. Panah Cinta

14 3 0
                                    

Happy reading
_______________

Pagi hari setelah kejadian munculnya dua elemen kuat dalam diri Annora, sekarang ia tengah duduk sendiri di dalam kamarnya.

Annora mengerutkan keningnya bingung. Ia sama sekali tidak paham tentang elemen-elemen yang ayah dan kakaknya maksud. Seluruh penjelasan ayah dan kakaknya hanya membuat kepalanya sakit.

Ditengah keterdiamannya, Annora memikirkan banyak hal. Darimana dia harus mencari tau tentang elemen yang dimiliki sebagian orang di dunia ini?

Saat ini, ia tidak mungkin bertanya kepada ayah ataupun kakaknya. Mereka pasti akan curiga kenapa ia tidak mengetahui hal yang begitu wajar dan pasti dimiliki oleh semua keturunan bangsawan.

Annora melihat sekeliling kamarnya, matanya tertuju pada rak buku yang berada di sudut kamar. Ia beranjak mendekati rak tersebut. Tangan lentiknya menari indah mencari satu persatu buku yang mungkin dapat menjawab segala pertanyaan yang ada dalam benaknya.

Hingga setelah 30 menit mencari, Annora tidak juga menemukan satupun buku yang ia cari. Annora menghela napas berat, "Kok gak ada, ya?" tanyanya pada diri sendiri.

"Di sini ada perpustakaan gak, ya?"

"Harusnya sih ada."

"Ah, ya!" Annora berjalan dengan cepat keluar dari kamarnya. Dalam pikirannya, ia akan mencari buku itu di perpustakaan kerajaan. Walaupun, ia tidak tau dimana letak perpustakaan itu.

Saat Annora membuka pintu kamarnya, ia dikejutkan dengan keberadaan Pangeran Aace yang sudah ada di depan pintu.

"Selamat pagi, Puteri!" sapa Aace membungkukkan badannya di hadapan Annora.

"Astaga Pangeran, kau mengagetkanku."

Aace tertawa kecil dibuatnya. "Ah, maafkan aku Puteri."

"Tidak apa. Selamat pagi juga, Pangeran," balas Annora dengan senyum manisnya.

"Akh ... ya Tuhan," desah Aace seolah tertembak, memegangi jantungnya dan terhuyung ke belakang.

"Eh, eh, Pangeran baik-baik saja?" tanya Annora sedikit khawatir.

"Aku baik, tapi jantungku tidak, Puteri," ujar Aace masih memegang dada sebelah kirinya.

"Jantungmu kenapa? Apa kau memiliki penyakit jantung? Ayo, aku antar menemui tabib!" Annora menggenggam lengan Aace, takut jika Aace akan limbung setiap saat.

Aace senyum-senyum sendiri lengannya digenggam Annora. "Ah iya, jantungku terkena panah."

"Panah? Panah apa? Kenapa bisa?" tanya Annora bertubi-tubi dengan raut panik.

"Panah cintamu, Puteri," ujar Aace dengan senyum jahil dibibirnya.

Raut wajah Annora seketika berubah datar, tangan kecilnya memukul lengan Aace keras. "Mang eak?"

"Aw, hah? Kau berbicara sesuatu Puteri?" tanya Aace tak mengerti sembari mengusap lengannya yang terasa sakit.

"Tidak," singkat Annora melangkah pergi meninggalkan Aace.

"Eh, tunggu aku Puteri!"
.
.
.
.

"Kamu ini sebenarnya mencari buku apa, Puteri?" tanya Pangeran yang sudah lelah memutari rak-rak buku entah ke-berapa kalinya.

"Buku tenang elemen."

"Kenapa tidak bilang astaga, aku lelah!" keluh Aace mengacak rambutnya kasar.

"Kalau kamu bilang dari awal, mungkin sekarang kita sudah selesai membacanya," kesal Aace mendekati satu rak yang terletak di pojok ruangan.

Aace mengambil satu buku tebal dan memberikannya kepada Annora.

"Hehe ... aku tidak tau," ujar Annora tidak merasa bersalah. "Terima kasih, Pangeran tampan," puji Annora sambil menerima bukunya.

"Hm, aku sedang marah," rajuk Aace meninggalkan Annora duduk disalah satu kursi.

Annora duduk dihadapan Aace, "Pangeran tampan tidak boleh marah," godanya mencubit pipi Aace gemas.

"Sakit," manja Aace.

Annora tersenyum sekilas sebelum mulai membaca buku mengenai elemen-elemen yang sangat membingungkan baginya.

Aace yang merasa diacuhkan menatap tajam Annora sebelum menenggelamkan wajahnya pada lipatan tangan. Ah, dia jadi mengantuk berada di perpustakaan.

Hingga beberapa saat, keheningan menyelimuti keduanya. Annora yang sibuk membaca dan mencari tau lebih banyak tentang elemen, sedangkan Aace yang tertidur pulas tanpa memperdulikan apapun.

"Elemen terdiri dari berbagai macam jenis seperti air, api, cahaya, tanah, petir, dan lainnya. Memiliki tingkat kekuatan yaitu rendah, menengah, dan tinggi. Kekuatan tinggi biasa dimiliki oleh keturunan bangsawan."

"Elemen dengan tingkat kekuatan tinggi dapat membunuh tubuh yang ditempatinya jika tubuh itu lemah tidak dapat mengendalikan energi yang keluar."

"Umumnya, elemen akan muncul pada saat manusia berusia 13 tahun. Namun, tidak semua manusia pemilik elemen akan muncul pada usia tersebut."

Annora terdiam, "Apa aku akan terbunuh dengan sendirinya oleh elemen itu?" gumamnya menatap kosong buku yang sedang ia baca.

Ia menyadari bahwa tubuhnya sangatlah lemah. Tangannya yang mungil tidak pernah memegang pedang atau sekedar berkuda. Apalagi harus mengendalikan energi sebesar itu, bahkan ayahnya saja bisa kelelahan apalagi dirinya? Ya ampun.

"Jika nantinya aku tidak kuat, maka aku akan mati."

"Ah tidak, aku tidak ingin mati kedua kalinya dalam waktu dekat. Setelah ini aku akan berlatih dengan giat," ujar Annora bertekad.

Setelah memantapkan hatinya, menekan rasa mager dalam dirinya, ia memutuskan untuk berlatih dan menjadi puteri bangsawan yang tangguh, membela kebenaran, melawan kejahatan.

.
.
.
.
.
.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 27, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Princess AnnoraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang