5. Elemen Terkuat

14 3 0
                                    

Happy reading
________________

"Astaga Puteriku!"

Dengan cepat, Raja Edgarda mendekat kearah Annora. Dadanya berdegup kencang dengan rasa takut yang menyelimuti. Pikiran-pikiran buruk mulai menyerang begitu menyakitkan.

"Bertahanlah, Sayang," ujar Raja Edgarda pelan.

Raja Edgarda mulai memejamkan mata, mencoba mengumpulkan energi untuk menekan energi yang keluar dari tubuh puterinya.

Sungguh, ia tidak menyangka bahwa elemen yang ada dalam diri Annora akan muncul secepat ini. Terlebih lagi, ia sangat terkejut dengan kemunculan dua elemen sekaligus dalam satu waktu yang sama.

"Ya Tuhan."

Dengan panik, Raja Edgarda terus mengeluarkan energi dalam dirinya. Cahaya biru terang memancar dari telapak tangannya.

Hingga beberapa menit kemudian, cahaya yang semula terang seketika memudar hingga redup dan menghilang, berbarengan dengan cahaya, air, dan darah yang keluar dari bagian tubuh Annora.

Raja Edgarda terduduk lemas di samping tempat tidur Annora. Energi yang ia keluarkan begitu besar hingga membuat dirinya lemas.

Pangeran Aace yang sedari tadi hanya bisa terdiam, beranjak menghampiri Raja. "Paman, apa yang sebenarnya terjadi pada Puteri?" tanyanya dengan raut wajah panik dan takut bercampur.

Raja menghela napas berat. Kini, dirinya tengah diserang rasa takut dan khawatir akan keadaan puteri bungsunya. Ia khawatir tubuh kecil puterinya tidak dapat menahan energi dari kedua elemen yang puterinya miliki hingga berakhir terbunuh dengan sendirinya.

Elemen cahaya dan air yang ada dalam diri puterinya memiliki energi yang begitu kuat, bahkan bisa mencapai tingkat energi paling tinggi yang biasa dimiliki oleh seorang raja ataupun pangeran.

Memang, Annora adalah puteri kerajaan yang dimana Raja Edgarda dan Pangeran Rex juga memiliki dua elemen yang sangat kuat yaitu cahaya dan api. Namun, dalam posisi ini tubuh Puteri tidak sekuat tubuh Raja dan Pangeran.

Sehingga, kekuatan besar yang seharusnya bisa digunakan untuk membela kebenaran justru dapat membunuh tubuh yang ditempati kekuatan itu sendiri.

"Annora memiliki elemen lebih dari satu, dan kekuatan elemen itu dapat mencapai level tertinggi," jawab Raja Edgarda menatap dalam Pangeran Aace.

"Apa maksud Paman Puteri memiliki elemen sekelas dengan Raja dan Pangeran?"

Raja Edgarda mengangguk, "Saya takut jika puteri saya tidak bisa mengendalikannya dan berakhir terbunuh."

Tubuh Aace menegang, ia tau bahwa orang yang tidak bisa mengendalikan elemen dalam dirinya pasti perlahan akan terbunuh oleh elemen itu sendiri.

"Tidak! Puteri pasti bisa!" ujar Aace dengan penuh keyakinan. Namun, tidak dengan matanya yang menyorot penuh khawatir dan ketakutan.

"Tenang Paman, aku akan membantu Puteri untuk berlatih. Aku sudah bisa kok!" ujar Aace menggebu-gebu. Dirinya pernah berada diposisi dimana dia juga belum bisa mengendalikan elemen yang ada di tubuhnya. Namun, sekarang ia sudah mahir mengendalikan elemen miliknya.

"Heh! Bocah kemarin bisa apa, berkuda saja tidak bisa," cerca seseorang yang baru memasuki kamar Annora.

"Ayah, bagaimana keadaan adik?" tanya Pangeran Rex menatap khawatir Annora yang terbaring lemah.

"Adikmu menurun elemen dari kita, tidak dari ibunya yang hanya memiliki satu elemen. Dia memiliki dua elemen kuat yaitu cahaya dan air," jelas Raja Edgarda.

"Apa?! Bagaimana jika Adik tidak kuat, Ayah," ujar Pangeran Rex khawatir dengan kondisi adik perempuan satu-satunya yang paling dia sayang.

"Ayah akan berusaha menahan salah satu elemen itu agar tidak mengeluarkan energi besar."

Pangeran Rex mengangguk, "Rex akan membantu adik untuk berlatih," ujarnya, mengusap puncak kepala adiknya yang tengah terbaring lemah.

"Aku juga!" seru Aace tidak ingin kalah.

"Ya, ya, berisik!"

Aace menggaruk belakang kepalanya yang sama sekali tidak gatal.

"Sttt ... aws."

Annora membuka matanya perlahan, rasa sakit menyerang saat ia membuka matanya. Tubuhnya terasa lemah hingga semua tulang-tulangnya seolah patah.

"Adik!"

"Puteriku!"

"Puteri!"

Raja, Pangeran Rex, dan Aace langsung mengalihkan perhatian mereka kepada Annora. Mereka bernapas lega saat Annora membuka matanya. Namun, perasaan itu tidak bertahan lama ketika mendengar rintihan kesakitan Annora.

"Bagian mana yang sakit, hm?" tanya Raja Edgarda, mengusap surai puterinya.

"Ayah ... sakit, Kakak," rintih Annora mencengkeram dadanya.

"Tahan sebentar, Adik." Pangeran Rex menggenggam tangan annora yang mencengkram dada. Cahaya merah mulai memancar dari genggaman tangan keduanya.

Napas Annora memburu menahan gejolak menyakitkan yang seolah ingin keluar dari dalam tubuhnya.

Cahaya itu merambat ke seluruh tubuh Annora sekian detik hingga membuat napas Annora berangsur lebih teratur.

Cahaya itu padam, Pangeran Rex menunduk mencium punggung tangan Annora lama. "Jangan pergi, Adik pasti kuat," gumam Pangeran Rex lirih.

Sungguh, ia tidak mau kehilangan untuk kedua kalinya setelah kehilangan Ibunda. Annora adalah satu-satunya kelemahannya dan ayah. Ia sangat yakin jika musuh mereka tau, adiknya akan menjadi sasaran untuk melumpuhkan kerajaan ini.

.
.
.
.
.
.

Princess AnnoraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang