Chapter 5

122 15 1
                                    

Kung Lao memijat dahinya usai menyaksikan peristiwa di luar nalar. Bagaimana, ya? Baru kali ini ia melihat hantu? Arwah? Demit, atau apalah sebutan untuk makhluk tak kasat mata alias bukan manusia. Kesombongannya lenyap tanpa jejak, direndahkan oleh apa yang terjadi beberapa menit yang lalu.

"A-aku rasa dia sudah pergi." Ucapnya tergagap. Raiden berharap itu benar sembari mengeringkan wajah dan rambutnya yang basah sehabis disiram oleh Kung Lao.

"Kau baik-baik saja? Tanya Kung Lao dengan nada lembut, Raiden mengangguk kecil. Walau ia mengalami hal mengerikan, namun keberadaan Kung Lao menghapus rasa takutnya. Membuat Raiden tenang karena ia tidak sendirian.

"Aku minta maaf tidak bisa melindungimu." Gumam Kung Lao lirih.

Raiden sontak menepis, "jangan berpikir begitu. Kau berhasil mengusirnya dan aku sangat berterima kasih padamu."

Mungkin kata-kata itu tidak cukup untuk menghibur Kung Lao, karena bagaimanapun ia masih merasa tidak becus menjaga Raiden. Hingga sebuah tepukan di pundak membuyarkan kekecewaan nya terhadap diri sendiri.

"Sekarang ayo tidur." ujar Raiden merebahkan diri. Kung Lao tersenyum sedikit dan ikut merebahkan diri di lantai kabin. Raiden sudah memberinya selimut, perapian yang tadinya mati juga sudah dinyalakan, namun Raiden tahu Kung Lao masih kedinginan. Raiden bergeser sedikit lalu menepuk sebagian matras yang kosong. Kung Lao mendengus.

"Pfft... kita ini pria dewasa, apa kau tidak malu?"

Raiden terkekeh sedikit, "waktu masih kecil, kau selalu ingin tidur bersamaku."

"Ya tapi saat itu kita masih kecil, dan anak kecil belum paham tentang rasa malu." bantah Kung Lao, tangan dilipat di belakang kepala sebagai bantalan dari lantai yang keras.

"Aku tidak ingin kau sakit, Lao."

Kung Lao menengok saat Raiden memanggilnya menggunakan nama akrab. Pria itu selalu saja bisa menemukan celah menggunakan ketulusannya. Dan setiap kali dia memanggil Kung Lao dengan nama familiar, berarti Raiden sedang menunjukkan kedekatan mereka. Terkadang... rasanya begitu ajaib saat namanya terlantun dengan suara hangat dari Raiden. Hal itu membuat Kung Lao kehilangan kekeraskepalaannya dan memilih menuruti lelaki yang lebih tua.

"Kau baik sekali. Seperti biasa."

Raiden kembali menepuk matrasnya, kali ini senyumnya lebih lebar.

"Jangan katakan pada siapapun kalau aku tidur satu matras denganmu." Raiden mengiyakan dan Kung Lao merangkak ke matras, menyelimuti tubuh mereka berdua lalu berbaring.

Matras itu sebenarnya cukup lebar untuk ukuran satu orang, tetapi tidak cukup untuk ditempati dua orang. Sebagian tubuh Kung Lao masih menempel dengan dinginnya lantai kayu, tapi sekarang jauh lebih nyaman karena Raiden ada di dekatnya, atau mungkin terlalu dekat.

Raiden sengaja menyerong untuk membagi matrasnya, dan kini wajahnya hanya beberapa senti dari pundak Kung Lao. Kung Lao dapat merasakan hembusan napas panas Raiden, sepertinya ia sudah terlelap, berbeda dengan Kung Lao yang gugup.

Ha, sekarang dia yang merasa canggung.

Ditengoknya wajah Raiden, senang memandangi ekspresinya yang teduh. Artinya Raiden tak lagi mengalami mimpi buruk dan itu membuat Kung Lao tersenyum. Sejak dulu, ia sudah menganggap Raiden bukan lagi sebagai sahabat, melainkan keluarga, dan ia akan melakukan apapun untuk keluarganya.

Kung Lao menyerong membelakangi Raiden dan tidur menggunakan tangannya sebagai bantalan.

___________________________________

Kung Lao berpikir peristiwa di malam itu adalah yang terakhir. Ia pikir ia berhasil mengusir arwah aneh itu dari kehidupan Raiden. Nyatanya sampai hari ini lingkar mata Raiden tidak berkurang, malah makin menghitam. Matanya merah dan berair, jelas sekali ia kekurangan tidur dalam tingkat yang cukup ekstrem. Kung Lao juga mengamati cara berjalan Raiden yang sedikit pincang. Tak jarang pemuda itu meringis ketika duduk.

BL - 🔞 || Bound by FrostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang