Kung Lao akhirnya bisa tidur pulas tanpa memikirkan bahaya akan mengintai. Ia menolak tidur di kabin Raiden, katanya mengingatkannya pada masa-masa sulit. Raiden mengiyakan dan membawa Kung Lao ke rumah warisan kakeknya yang nyaman.
Pemuda itu tinggal sendirian sejak sang kakek meninggal dunia. Terkadang Raiden mengunjunginya untuk sekadar bermain, karena Kung Lao adalah orang yang mudah kesepian, meski ia kerap menyangkalnya.
Kung Lao dengan lahap memakan ayam kung pao buatan Raiden. Harus diakui masakan sahabatnya lumayan enak. Yah, meski tidak seenak di Madam Bo. Rasanya juga sedikit terlalu asin, tapi masih layak untuk dimakan.
"Ingin tambah, Lao?" tawar Raiden dan Kung Lao mengangguk.
"Nasinya juga!" pinta si rakus. Raiden tertawa kecil.
Ia mengambil nasi dan beberapa ayam lalu menaruhnya di meja makan, menunggu Kung Lao selesai menghabiskan makanan di mangkuk sebelumnya.
"Ngomong-ngomong, aku ingin bertanya sesuatu." ucap Kung Lao tiba-tiba. Sebenarnya Raiden ingin menyuruh Kung Lao menyelesaikan makannya dulu, tetapi Raiden tertaut rasa penasaran. Ia melipat kedua tangan ke meja, memberi gestur mendengarkan.
Pemuda itu meneguk air minum sebelum bicara.
"Bagaimana caramu bisa bebas dari sihir es Bi-Han?"
Wajah Raiden sedikit masam apabila menyinggung soal kejadian semalam, namun ia tersenyum dan menjawab,
"Kakekmu yang melepaskanku."
Kung Lao hampir tersedak nasinya. "K-kakek?!"
Raiden mengangguk, "ya, legenda kung fu yang tangguh, Kung Lao yang Hebat."
Senyum Kung Lao merekah mendengar nama kakeknya disebut. Dahulu sang kakek memanglah legenda seantero Fengjian. Tak ada yang mampu menandingi kung fu nya yang tak hanya cepat, tapi juga solid. Saking melegendanya, orang tua Kung Lao menamai anaknya dengan nama yang sama, berharap anak mereka tumbuh sekuat dan sebijaksana kakeknya.
Ia tak menyangka sang kakek masih bisa menolong cucunya walau telah lama tiada. Kung Lao berkaca-kaca. Ingin rasanya ia menemui sang kakek dan berterima kasih secara langsung, tetapi kenangan tinggal kenangan. Begitu pula kakeknya, rumah dan desa ini. Apa yang dialaminya terlalu mengerikan untuk dijelaskan. Ia masih sulit menerima fakta desa makmur nan tentram ini dikendalikan oleh seorang dewa keji.
Ia juga masih teringat kata Kuai Liang, dimana dewa tidak bisa dibunuh atau diusir. Kunai itu pun hanya mampu menyegel Bi-Han. Kung Lao tak tahu kapan bajingan itu lepas dari segelnya.
"Raiden," panggil Kung Lao. Ia menaruh mangkuknya. Pemuda yang suka bercanda itu menatap serius.
"Kita harus meninggalkan Fengjian." Raiden refleks menoleh. Sorot matanya tak bisa dijelaskan.
"Mengapa kau berpikir begitu, Lao?" tanyanya.
"Kunai dari Kuai Liang cuma menyegel bajingan itu." jeda Kung Lao, "aku takut suatu saat dia akan kembali untukmu."
Pemuda yang gemar menggunakan caping itu terdiam. Raut mukanya berubah sedih. Memang sulit jika harus meninggalkan apa yang dicintai, sama seperti Kung Lao yang menolak meninggalkan Raiden. Tapi Kung Lao tak punya pilihan. Ia harus bisa meyakinkan Raiden untuk pergi dari sini.
"Kau tahu aku mengabdi untuk desa ini."
"Desa ini terkutuk untukmu!" Kung Lao harus kejam, setidaknya untuk saat ini. Ia tidak bisa membiarkan iba menyetir logikanya.
"Jika dia kembali, maka kau akan..." pemuda berkuncir itu tak mampu melanjutkan kalimatnya karena dia tahu-tidak, bukan sekadar tahu, tapi juga sempat masuk ke dalamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BL - 🔞 || Bound by Frost
Misterio / SuspensoWARNING: Dead dove, yaoi, blood & violence, gore Seorang petani sederhana bernama Raiden menerobos hutan misterius untuk mencari kayu bakar, terlambat menyadari kejanggalan yang bermunculan di sana. Di tengah kekacauan, ia bertemu pria ber hanfu hit...