Bab 10

104 15 10
                                    

10. Apa itu?

🍂🍂🍂


Aku terbangun dengan suasana hati yang sangat baik, persis seperti saat aku berada di rumah. Pagi ini, tidak ada teriakan atau gedoran kencang di pintu saat aku terlambat bangun, Mak Wat hanya membuka jendela kamarku lalu membiarkan aku tetap tidur.

Pagi ini suasana masih tampak mendung, semalam hujan turun dengan deras hingga subuh dan menyisakan rintik-rintik dan hawa dingin yang membuat aku semakin malas beranjak dari kasur.

Kemarin setelah Wak Umar dan Mang Ujang pulang ke rumah masing-masing, aku melanjutkan membereskan isi koperku. Tidak ada lemari di dalam kamarku, sebab tidak muat. Ukuran kamar ini sangat kecil dibandingkan kamar di rumah Mang Pepen, tapi aku sangat merasa nyaman disini.

Ah.. kasurku juga sangat empuk jika dibandingkan dengan kasur yang sebulanan ini aku tiduri. Kata Mak Wat ini kasur buatan sendiri, Mak Wat mengisinya dengan kapuk dan ditambah isian yang suka ada di dalam boneka, jadi terasa lebih empuk.

Di rumah ini hanya ada satu kamar yang aku tempati sekarang, Mak Wat tidur di luar, ada dipan kayu juga disana dan kasur yang empuk juga, aku sudah menawarkan diri untuk aku saja yang tidur di luar tapi Mak Wat melarang. Kata Mak Wat tidak baik untuk seorang gadis tidur di ruang depan, seorang gadis harus tidur di dalam kamar.

Aku juga tidak mengerti kenapa, jadi aku menurut saja. Lebih baik menuruti apa kata orang tua dari pada aku kenapa-kenapa kan?

Saat ini sudah pukul delapan dan diluar masih gelap, efek banyaknya pepohonan disini ditambah cuaca mendung membuat diluar sana tampak lebih gelap. Dari posisiku sekarang aku dapat melihat bagian atas dari tanaman.

Aku mengernyit, kenapa dahan paling atas tanaman bisa aku lihat? Rumah Mak Wat memang bertiang, tapi tidak setinggi rumah Pak Carik, mungkin hanya setinggi dua meter dari tanah.

Penasaran, aku pun bangkit tapi masih berada di atas kasur, sebab panjang kasur ini sangat pas sekali dengan panjang kamar. Aku merangkak lalu menjangkau tepian jendela.

Angin langsung menerpa wajahku, aku merinding sebab suhu nya yang sangat dingin. Waktu aku melihat ke luar ternyata memang benar yang aku lihat tadi adalah pucuk dari batang tumbuhan. Dapat kulihat jika di bawah sana adalah tebing dan terdapat aliran sungai di dasarnya.

Pantas saja semalam aku mendengar suara air jatuh, ternyata sungai dibelakang rumah yang menjadi sumbernya. Sepertinya sungai itu tidak terlalu dalam, buktinya aku melihat ada seorang Ibu dan anaknya yang sedang mandi di bawah sana.

Aku jadi bertanya-tanya apa aku harus turun ke sungai juga jika ingin mandi? Oh Gosh jika benar matilah aku! Aku tidak pernah mandi di sungai.

Aku menyudahi acara mengintipku dan segera keluar dari kamar, dari sebalah kamar aku mendengar suara berisik yang aku yakini berasal dari Mak Wat yang sedang memasak.

Aku memang belum mengecek ruangan sebelah, sepertinya itu dapur. Kemarin aku hanya fokus menyusun pakaian dan barang-barang dari koper lain ke lemari kayu yang ada di depan kamarku. Lemari dari kayu jati berwarna coklat asli kayu itu memiliki tiga pintu. Pintu disebalak kiri dan kanan terdapat empat susunan rak, sementara yang ditengah khusus untuk menggantung pakaian dan terdapat cermin yang menempel disana.

Kasur yang Mak Wat tempati berada disisi kanan ruangan, sejajar dengan pintu masuk. Untuk lemari pakaiannya sendiri terletak tidak jauh dari lemari pakaianku, semuanya berdekatan satu sama lain sebab ruangan di rumah ini memang kecil.

Sebelum menghampiri Mak Wat, aku berjalan menuju jendela yang sudah terbuka lebar. Kemarin aku tidak menyadari keberadaanya sebab tutupnya yang terbuat dari kayu itu seperti dinding jika tidak di buka.

FINDING LOVE IN THE COUNTRYSIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang