Bab 2 : Arti Sahabat

225 21 5
                                    

Duhh siapa yang belum vote komen di Bab 1 sebelumnya?

Tekan '❤' untuk lanjut yaa

Happy reading ^^

~~~

Dulu, kalian pernah jadi bagian paling terindah dalam hidupku.
Kini, kalian adalah orang yang paling menyakiti diriku.

— Syafira Anindhita —

☔☔☔

Umi Syanum baru saja pulang setelah membantu proses melahirkan pasiennya. Sekitar pukul delapan malam, beliau sampai di rumah. Terheran melihat lampu-lampu belum dimatikan. Padahal, pintu rumah tidak terkunci. Motor Syafira pun ada di garasi. Abi ada lembur malam ini, mungkin dini hari baru akan sampai rumah. Umi Syanum terkejut melihat segumpal kertas di lantai. Ia memungut benda itu, rupanya kartu undangan pernikahan. Dengan teliti, ia melihat nama yang tertera di undangan tersebut.

Jihan? Batin Umi Syanum.

Kemudian, matanya melihat semangkuk mie instan yang nampak seperti cacing alaska di atas meja. Ia menggelengkan kepala, mie itu sudah dingin dan pasti sudah tidak enak. Ia pun menaruh di wastafel, nanti baru akan di cuci.

“Syafira? Kamu di dalam?” Umi Syanum mengetuk pintu kamar putrinya. Tumben sekali Syafira tidak menyalakan lampu, tidak membereskan bekas makannya. Ah, atau lupa?

“Sayang, kamu udah makan belum? Umi lihat ada mie di atas meja tapi udah medok.” Umi Syanum beberapa kali mengetuk pintu kamar Syafira. Hingga perlahan, ia mulai merasa khawatir karena tidak ada sahutan.

“Syafira! Buka pintunya!” ujar Umi dengan suara tegas. Jarang sekali beliau meningikan suara.

Pintu terbuka menampilkan sosok Syafira yang mengenaskan. “Umi? Udah pulang?”

“Lho, kamu kenapa? Ketiduran?”

“Iya, Umi. Maaf...”

“Umi pulang lampu belum pada dinyalain. Mana pintu depan nggak dikunci. Kalau ada maling gimana?”

Meski tempat tinggal mereka di perumahan yang dijaga satpam, namun tidak ada yang salah untuk selalu berhati-hati. Bisa saja bukan hanya mencuri barang, bisa saja Syafira terluka.

“Kamu udah mandi?” tanya Umi lagi.

Syafira mengangguk, “tadi kan kehujanan, jadi Syafira langsung mandi deh.”

“Oh ya, tadi Umi lihat ada undangan dari Jihan. Jihan benar sahabat kamu, 'kan? Kenapa undangannya lusuh begini, sayang?” Umi menunjuk undangan yang sudah tak berbentuk itu kepada Syafira. Ketika Syafira mendongak, barulah Umi Syanum menyadari bahwa mata putrinya itu bengkak.

Umi Syanum menangkup wajah Syafira, hingga Syafira memalingkan wajah karena malu ketahuan.

“Kenapa kamu nangis?”

“Nggak apa-apa, Umi. Syafira—”

“Kamu senang banget ya, kalau sahabat kamu mau menikah? Jihan udah lama juga nggak pernah main sejak kuliah di Bandung. Sekarang gimana ya? Pasti udah nambah tinggi, nambah cantik juga kayak kamu.”

Saat lulus, Jihan memutuskan untuk kuliah di Bandung. Sementara, Syafira tetap di Jakarta. Mereka masih berkomunikasi berapa tahun kemudian. Namun, Syafira kehilangan kontak Jihan ketika Syafira lulus kuliah. Karena itu, mereka tidak pernah tahu kabar masing-masing. Kini, tahu-tahu Jihan akan menikah dengan pria yang dia tunggu.

On Your Wedding DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang