18 ; Bandoeng. [Bonus]

12 1 0
                                    

Bandung. Adalah kota hujan yang memiliki penduduk ter-ramah yang Ellen tau. Walaupun Bandung bukanlah kota kelahirannya, tapi kemanapun Ellen pergi bahkan pulang ke Netherland, ia akan tetap kembali karena Bandung adalah House with Home menurutnya. Gadis itu mendatangi rumah bercat putih, rumah dimana Ellen dibesarkan dan bermain di halamannya.

Suasananya sudah tidak sama, pohon beringin yang berdiri di depan rumah itu hilang entah kemana, hanya menyisakan puing-puing kayu dan akar pohon yang masih tertanam. Ellen merindukan masa kecilnya setelah melihat emplang kayu kelapa yang masih berdiri tegak di samping akar pohon.

 Ellen merindukan masa kecilnya setelah melihat emplang kayu kelapa yang masih berdiri tegak di samping akar pohon

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ellen mengetuk pintu dan seseorang telah membukanya. Ellezabeth yang semakin bertambah tua memeluknya dengan erat sambil menangis, merindukan wanita yang selama ini memberinya semangat untuk tetap hidup di masa-masa sulit.

"Aku rindu sekali.."

"Jaa, Mama juga rindu sekali."

Ellen tersenyum manis, mencium pipi Elizabeth. "Mama. Setelah makan siang, aku ingin berjalan-jalan."

"Kamu tidak capek?"

"Nee."

"Baik, tapi jangan lama-lama ya."

Setelah puas berpelukan melepas rindu, mereka menghabiskan waktu bersama di meja makan. Menikmati hidangan lezat yang khusus dibuat untuk menyambut kepulangannya kerumah dengan membawa segudang prestasi. Ellezabeth bangga menjadi Rondo Londo yang menetap di Bandung bertahun-tahun tanpa seorang suami, dan setelah kelulusan SD Ellen, Ellezabeth tinggal sendirian. Namun itu tidak membuatnya menyesal karena anak perempuan satu-satunya itu tidak pulang dengan tangan yang kosong setelah banyak mengorbankan waktu dan uang yang ia punya untuk Ellen bisa kembali ke Netherland lalu pindah ke New South Wales untuk sekolah orkestra.

"Bagaimana dengan laki-laki yang kamu cintai, Ellen?" Ellezabeth tiba-tiba bertanya.

Ellen yang masih asik mengunyah Bitterballen buatan ibunya tiba-tiba terbatuk setelah mendengar pertanyaan itu. "Mama~" rengeknya.

Sang ibu terkekeh gemas. "Ingat Ellen. Walaupun Mama tidak tau siapa laki-laki itu, jangan pernah memegang tangannya terlalu erat, nanti tanganmu yang terluka."

Ellen mengangguk, gadis itu tersenyum lalu menggenggam tangan ibunya. Tangannya hendak mengambil piring yang berada di hadapan ibunya, tapi dengan cepat sang ibu menolak.

"Biar Mama saja. Kamu boleh keluar, temui teman-teman kamu."

Ia tersenyum gembira. Biola yang tadinya tergeletak di meja ia ambil, lalu kakinya berlari keluar rumah, ia pergi ke lapangan yang dulu mereka jadikan tempat bermain bermain. Ellen melihat seseorang yang wajahnya tak asing, ia menyipitkan matanya berusaha meyakini bahwa itu adalah seseorang yang ia tunggu.

"Dwiki!"

Pemuda dengan kaus hitam itu menoleh ke belakang. Terlihat dari jauh bagaimana lekuk tubuh dan wajah yang sangat familiar membuatnya reflek jalan mendekat, senyumnya tak hilang sejak tau bahwa itu adalah Ellen yang membawa biola di tangannya.

ETERNAL LOVE : FRANCE & NETHERLAND [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang