1 ; Begin vanaf hier.

33 2 0
                                    

Elleanor Ocean —Ellena van ZeeBandung, 2004

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Elleanor Ocean —Ellena van Zee
Bandung, 2004.

Baginya, hidup di salah satu desa di Bandung penuh pohon dan rumput yang hijau sudah lebih dari cukup, daripada harus tinggal di kota yang penuh debu dan jalanan ramai yang membuatnya tidak nyaman. Ia bersyukur telah pindah ke rumah yang tidak terlalu besar, bernuansa putih dengan jendela kayu pola setengah lingkaran di bagian atas khas Belanda. Di kelilingi rumput hijau dan bunga-bunga warna warni membuatnya betah walaupun hanya berdua dengan ibunya.

Pohon beringin tua di halaman rumah menjadi payung dari panasnya sinar matahari siang ini. Seorang gadis berambut pirang sebahu sedang berlarian di pekarangan rumah mengejar kucing berwarna oranye yang kabur dari kandang. Tawa gembira tak lepas dari bibir merah meronanya yang apik, dengan bebas ia melangkahkan kaki dengan cepat mengejar anak bulunya.

Tangannya meraih tubuh anak bulu yang dikejar. Membawanya masuk ke dalam rumah untuk diberi makan siang. Tangannya mengambil mangkuk bekas kecil berwarna biru yang dulu ia pakai untuk makan bubur, sekarang mangkuk itu telah menjadi milik anak bulu kesayangannya, Oce.

"Oce makan yang banyak ya!"

Diambil dari namanya sendiri, Oce adalah bagian dari kata Ocean yang berarti laut. Saran nama itu datang dari seorang pria yang ia panggil ayah sebelum pergi meninggalkan kedua orang yang disayang untuk selamanya.

Anak kecil dengan rambut pirang itu meninggalkan peliharaannya di ruang tengah, membiarkannya makan dengan lahap disana. Sedangkan ia sendiri melangkahkan kaki ke kamar untuk segera mengganti baju dengan baju putih dengan renda biru muda, dirinya tampak lebih percaya diri. Kaus kaki putih diatas mata kaki dan sepatu flatshoes hitam menambah kesan seperti 'Noni' pada dirinya. Ia berlari sambil membawa kotak kecil persegi panjang berisi puzzle ke rumah berpagar putih yang hanya berselisih dua rumah dari rumahnya.

Ia berhenti didepan pagar rumah putih, memanggil nama laki-laki yang biasanya menemaninya bermain. Berdiri selama tiga menit disana membuatnya tak yakin bahwa pemilik rumah sedang dirumah. Tapi mobil yang terparkir di halaman rumah membuatnya bertambah yakin untuk memastikan ada orang di rumah itu.

"Maden, ayo main!"

"Aku punya puzzle baru!"

Tak menyerah, gadis kecil itu masih tetap berdiri didepan pagar sambil berharap sang teman menyahuti panggilannya. Dengan pintu rumah yang terbuka dan dua pasang sepatu di depan rumah, membuat pikirannya semakin kabur entah kemana.

Padahal Ellen sudah membayangkan betapa menyenangkan dan serunya bermain puzzle baru miliknya. Haluan semakin tinggi dengan suara tawa dan canda dari keduanya terbayang di pikiran Ellen saat ini.

Sudah sepuluh menit ia berdiri dan memanggil nama Maden tapi tak kunjung dapat jawaban, gadis itu pulang dengan perasaan kecewa. Sambil berjalan ia menundukkan kepala, memanyunkan bibir dan menekuk wajahnya. Ia masih penasaran, dimana Maden saat ini sampai tak mau menyapanya.

ETERNAL LOVE : FRANCE & NETHERLAND [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang