-Bandung- Tahap Awal (Part 2)

59 2 3
                                    

Di lantai atas, hanya ada satu ruangan yang menyala. Cahaya kuning yang redup menyinari ruangan yang  gelap. Raka merasa ada sesuatu yang aneh di ruangan itu. Dia tidak bisa menahan rasa penasarannya.

"Ayo, kita lihat apa yang ada di sana," Raka mengajak Dika sambil menunjuk ke arah ruangan itu.

Mereka berjalan menuju ruangan itu. Begitu mereka membuka pintu ruangan itu, mereka langsung terkejut. Ruangan itu seperti tempat pembantaian. Darah segar bercampur dengan darah kering menghiasi dinding-dinding ruangan itu. Kaca jendela pecah berantakan, seakan-akan ada yang mencoba melarikan diri. Bau anyir dan busuk menghantam hidung mereka. Di sudut ruangan, ada sebuah lemari baju tua yang terkunci rapat. Mereka merinding ketika melihat lemari itu. Ada apa di dalamnya?

Raka dan Dika mendekat ke lemari itu dengan hati-hati. Mereka meraba-raba permukaan lemari itu, mencari cara untuk membukanya. Tiba-tiba, mereka merasakan udara dingin yang menusuk tulang. Bau busuk yang lebih kuat menyengat ke hidung mereka.  Mereka berpaling satu sama lain dengan ketakutan. Apa yang ada di dalam lemari itu?

Ketika dibuka.

"Arrrgghhh......." Mereka berteriak histeris ketika melihat pemandangan mengerikan di dalamnya.

Di dalam lemari itu, ada mayat anak kecil yang sudah membusuk. Kulitnya mengelupas, matanya merah, mulutnya berdarah, perut anak itu robek dan isi perutnya berserakan. Mereka mundur beberapa langkah, merasa ingin muntah. Mereka tidak bisa mengalihkan pandangan mereka dari pemandangan yang mengerikan itu.

Napas mereka terengah-engah, seakan-akan udara di ruangan itu habis. Tiba-tiba, suara gemeretak dari tangga menghentakkan jantung mereka. "Kriik,,kriik". Mereka menoleh dengan refleks, jantung mereka berdebar sangat kencang. Lalu  Mata mereka melebar ketika melihat sosok yang menyeramkan muncul dan mendekati mereka.

“Siapa kau!?” Raka berteriak sambil mengarahkan hp-nya ke arah sosok itu. Cahaya dari hp-nya menyorot wajah ngeri orang itu. Wajahnya pucat dan bersimbah darah. Mulutnya terbuka lebar, menampakkan gigi-gigi yang basah oleh darah. Raka dan Dika gemetar ketakutan. Mereka yakin bahwa orang itu adalah pembunuh yang telah menghabisi nyawa anak malang yang tergeletak di lemari.

Orang itu tidak mengeluarkan suara dan hanya terus berjalan dengan mantap  mendekati mereka. Matanya merah menyala, menatap tajam ke arah mereka

“Sial! Berhenti! Jangan mendekat!” Raka berteriak sambil melempar hp-nya dengan sekuat tenaga ke arah orang itu. Darah segar berceceran dari kepala orang itu yang terkena lemparan hp itu. Bau anyir dan busuk menyerbu hidung mereka. Namun, orang itu seakan tidak peduli dan tidak merasa sakit, malah dia mempercepat langkahnya.

"Apa-apaan orang ini! Aku bilang berhenti! Diam di situ!" Raka berteriak lagi dengan suara yang lebih keras. Ekspresinya penuh ketegangan dan kepanikan.

Orang itu menghiraukan teriakan Raka. Ia  berlari dengan cepat dan melompat dengan ganas ke arah mereka. Untungnya Raka mempunyai reflek yang bagus, sehingga Raka bisa menutup pintu sebelum orang itu menghantamnya. Benturan keras terdengar, dan pintu itu goyah dari engselnya. Raka segera menahan pintu itu dengan kedua tangannya, sambil merasakan keringat dingin mengucur di dahinya. Dia bisa mendengar suara geraman orang itu dari balik pintu, yang membuat nafasnya terengah-engah.

"Dika.....!" Raka memanggil. Namun, tidak mendapatkan jawaban.

Raka menoleh ke belakang sambil tetap menahan pintu. Dia melihat Dika diam membeku di samping jendela yang terbuka lebar.

"Sial!" Ucap Raka.

Raka melepaskan tangannya dari pintu yang terus digedor oleh makhluk mengerikan di luar. kemudian, ia membalikkan badannya dengan cepat ke arah Dika lalu menahan pintu itu dengan punggungnya. Selanjutnya, Raka melepaskan jam tangannya dari lengan kirinya dan melemparkannya ke kepala Dika sambil berkata “Sadarlah, tolol! Ini bukan saatnya untuk melamun!” Raka berteriak.

Dika sama sekali tidak bereaksi. Jam tangan itu menghantam kepalanya, tapi dia tidak peduli. Dia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya sambil bergumam, “Dia zombie… dia zombie… dia zombie… Dia pasti zombie!” tanpa henti.

“Zombie, zombie, tai kucing! Sadarlah, bodoh!” Raka mencoba lagi mengguncang Dika. Tapi Dika tetap acuh tak acuh.

R

aka berteriak sekuat tenaga. "WOOIIIII!"'

Teriakan itu menggema di udara, memecah kesunyian yang mencekam. Dika, tersadar dan  menoleh ke Raka

"Apa?" Dika menjawab

Namun yang Raka tidak tahu, Teriakan itu tidak hanya menyadarkan Dika, tetapi juga mengundang bahaya, teriakan dia telah membangunkan zombie-zombie yang bersembunyi di dalam rumah-rumah sekitar. Mereka mulai merangsek keluar, mengendus bau darah dan daging segar. Dengan gerakan liar dan ganas, mereka berlari menuju sumber suara yang mengganggu tidur mereka.'

Putra, yang bersembunyi di balik tembok gerbang, mengintip ke arah rumah yang mereka masuki. Dia menahan napas ketika dia melihat puluhan zombie menghampiri Raka dan Dika.

Zombie Attack - NusantaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang