Chapter 2 : Laviertha

24 4 0
                                    

Laviertha perempuan yang baru beranjak dewasa itu, merupakan pemilik pondok tersebut terdiam. Keheranan dengan keberadaan kedua pemuda dengan kondisi mengenaskan, bersimbah darah di hadapannya.

Bau amis mencemari udara segar di waktu sebelum fajar, darah membanjiri lantai kayu hingga hendak mencapai daur pintu.

Kepala dan hatinya mulai berperang, dimana kepalanya berpikir untuk meninggalkan keduanya begitu saja. Akan tetapi hatinya merasa harus membantu dan menyelamatkan keduanya.

Laviertha diam beberapa menit, sebelum akhirnya hatinya menang dan kedua pemuda itu, ia pindahkan ke kasur dan sofa kayunya.

Ia berpikir jika ini dibiarkan begitu saja, masalah yang lebih besar akan datang menerjang.

Darah menitih ke lantai kayu dalam pondok, meninggalkan jejak noda yang tak disenangi oleh Laviertha.

Gadis tinggi semampai itu melepaskan kekuatan suci, yang membuat sel tubuh yang terluka beregenerasi beberapa ratus kali lebih cepat dan dalam waktu singkat luka yang terbuka sembuh secara sempurna.

Secara bergantian ia menyembuhkan luka fatal pada kedua pemuda itu. Kemudian menggunting pakaian kedua pemuda, menyekanya dengan handuk basah, untuk melihat luka sedang hingga ringan yang tertutupi pakaian dan darah kering mereka.

Beberapa luka yang terungkap berupa cakaran dangkal dari monster dan luka lebam dibeberapa bagaian tumbuh keduanya.

Ia menyembuhkan semua luka cakaran yang mengeluarkan darah terlebih dahulu, selanjutnya menyembuhkan luka lebam.

Laviertha telah selesai menyembuhkan kedua pemuda tersebut, tepat pada saat matahari menyapa dan mencapai bumi.

Cahaya itu menerobos masuk lewat jendela pondok, menebarkan sinar hangat ke dalam pondok.

Ia menjatuhkan dirinya di samping ranjang, ia merasa seluruh tubuhnya pegal dan terasa tak nyaman. Sepertinya tubuhnya terbebani dengan banyaknya kekuatan suci yang ia gunakan.

Rasa lapar mengguncang perutnya, ia pun bangkit, lantas menghangatkan sop iga yang ia buat kemarin malam dan mengukus beberapa kentang.

Ia langsung menyantap makanan tersebut, namun setelah ia menggigit daging pada tulang iga itu, ia mengingat betis Hadrian yang terkoyak menampilkan sebagian tulangnya.

Perasaan mual muncul menekan perut dan tenggorokannya, ia bergegas pergi ke kamar mandi, lantas memuntahkan makanan yang baru ia makan.

Cairan asam lambung tertinggal di mulut dan tenggorokannya, meninggalkan perasaan tak enak dan sensasi terbakar di lidah.

Laviertha menyerah untuk lanjut makan sop iga, sekarang ia beralih memakan kentang rebus dan buah-buahan segar.

Melihat jumlah buah yang berada di keranjang menipis, ia mengambil keranjang lain dan pergi ke belakang pondok untuk mengambil buah-buahan segar yang telah matang.

Di belakang pondok terdapat kebun yang Laviertha olah, ia menanam banyak sayur yang mudah dirawat dan jenis sayur yang ia suka.

Salah satu lahan kebun ia tanami dengan wortel hancur lebur, banyak lubang galian dangkal dan banyak wortel belum siap panen dimakan.

Dari jejak kaki dan bekas gigitan pada wortel, nampaknya Babi Hutan kembali memorak porandakan Kebunnya malam tadi. Sepertinya lubang jebakan yang Laviertha buat, beberapa hari yang lalu tak bisa mengelabuinya.

Setelah membereskan kekacauan di kebun, Laviertha masuk ke dalam hutan rimbun. Di mana terdapat buah Apel, jeruk, delima, ceri, blueberry, kiwi, pir, buah naga, anggur dan buah lainnya.

Sungguh keajaiban semua pohon dan tanaman buah dapat tumbuh disatu wilayah. Ia memetik semua buah yang telah matang sempurna, memasukannya ke dalam keranjang hingga penuh.

Matahari telah berada di puncak kepalanya, sebelum pulang Laviertha hendak menengok lubang jebakan yang ia buat dan menyempurnakannya agar Babi Hutan itu bisa terjebang di bawah sana.

Laviertha masuk lebih dalam ke wilayah yang rimbun dengan pepohonan, di mana hanya sedikit sinar matahari yang bisa menembus rimbunnya pepohonan.

Sesuatu kembali mengejutkannya, bukan babi hutan melainkan Manusia yang terjebak di dalam jebakan yang ia buat.

Di dalam sana terdapat satu potong kayu yang runcing yang ia tancapkan untuk membuat babi hutan mati setelah jatuh. Sepertinya manusia itu pun mati karena tertancap bilah kayu yang Laviertha buat.

Laviertha menatap dengan penuh rasa bersalah dan hendak menutup lubang sedalam 2 meter dengan tanah, namun ia dengan samar melihat jari-jari dan manusia dibawah sana menggerakan bibirnya dan kelopak matanya dengan lemah. Ia terlihat menggumam kecil.

"Tolong... ku-kumohon..."

Manusia itu mengerang kecil, kesakitan. Ia meminta pertolongan dan matanya menatapnya. Tanpa waktu lama Laviertha mengangkat manusia yang merupakan seorang pemuda, dengan melapalkan mantra.

Sepertinya ia rekan Alaric dan Hadrian. Dengan menggunakan sihir yang ia kuasai, Laviertha mengangkat pemuda itu bersama dengan bilah yang menancap di perutnya.

Dengan hati-hati, Laviertha mencabut bilah tajam itu kemudian dengan cepat menyembuhkannya dengan kekuatan suci. Ia pun menyembuhkan luka fatal lain yang sepertinya dibuat oleh monster.

Luka fatal selesai ia atasi dan Laviertha melaparkan mantra yang membuat ia bersama pemuda itu berteleportasi ke dalam pondok.

Dengan tergesa-gesa ia meletakan pemuda di ranjang yang entah kenapa telah kosong. Lantas ia kembali menyembuhkan luka yang tampak sebelum akhirnya ia tumbang.

Tubuh Laviertha terbebani karena telah menggunakan kekuatan suci terus menerus dalam jumlah besar.

Alaric yang telah terbangun beberapa saat setelah Laviertha keluar pondok, terkejut dengan cahaya silau yang muncul dan hilang seperti kebohongan.

Cahaya silau itu memunculkan Theodore dan seorang perempuan. Ia bisa melihat bahwa keadaan Theodore lebih parah darinya, sama parahnya dengan Hadrian.

Beberapa saat sebelum Theodore dan wanita muda itu muncul. Alaric kebingungan di mana ia berada. Ia menduga-duga dengan liar, berpikir mungkin ia telah meninggal dan ini adalah kehidupan setelah kematian.

Pondok yang ia lihat sebelumnya, yang terlihat seperti Fatamorgana, tiba-tiba menjadi nyata, dengan ia terbangun di sebuah ranjang yang empuk dengan banyak noda darah kering.

Tubuhnya terasa ringan, sembuh sepenuhnya. Luka berupa gigitan, cakar dan lebam hilang dari tubuhnya. Seolah-olah menguap begitu saja. Alaric becermin, melihat pada pahanya yang sebelumnya terkoyak, saat ini menampilkan pigmen warna kulit lebih putih di area sekitar. Begitu pula dengan luka cakaran di bagian lain yang berubah menjadi gurat-gurat putih di atas kulitnya.

Ia melihat uap dari napas yang ia hembuskan ke cermin, dengan begitu ia meyakini diri, bahwa ia selamat dan berhasil bertahan hidup. Ia menghela nafas lega, menjatuhkan diri ke lantai kayu. Ia sungguh bersyukur ia menuju ke arah cahaya redup dari pondok sebelum tak sadarkan diri.

Pondok ini sepi, ia telah memanggil dan memeriksa setiap ruangan. Tetapi, ia tak menemukan seorangpun disini. Hanya ada dirinya dan Hadrian yang terbaring di sofa kayu.

Jantungnya berdetak dengan kencang, fakta bahwa ia masih hidup begitu pula dengan Hadrian, adalah suatu keajaiban.

Saat ia menelusuri sebuah rak penuh buku sihir dan buku sejarah. Secara tiba-tiba cahaya putih muncul, bersamaan dengan Theodore dan seorang perempuan.

'SUMMER NIGHT' CottageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang