34. F E A R

92 7 0
                                    

Kacau.

Adalah kata yang tepat untuk mendeskripsikan diri Seungcheol saat ini, baik dari segi fisik maupun psikis. Raut khawatir begitu kentara terlukis di wajah kusut yang masih terlihat begitu tampan tersebut.

"Bagaimana keadaannya?! Katakan padaku, sialan!" Tanya Seungcheol dengan tidak sabaran, padahal dokter yang menangani Anna baru saja keluar dari ruangan UGD. Bahkan pria yang tengah terduduk di atas kursi roda tersebut tidak segan untuk menarik kerah sneli yang digunakan oleh sang dokter.

"Tenang lah, Hyung" Minghao berusaha melepaskan cengkraman Seungcheol, sementara tiga orang lain yang berada di sana hanya diam, menonton keributan yang terjadi.

"Pasien tidak mengalami cedera yang serius, ia hanya mengalami syok dan Serengan panik untuk sesaat, hal itu lah yang membuat pasien jatuh pingsan" terang sang dokter dengan nada suara yang dibuat setenang mungkin, meskipun sesungguhnya ia lumayan kesal akan perbuatan Seungcheol tadi.

Tetapi mau bagaimana lagi, siapa yang berani macam-macam dengan tuan besar Choi ini?

Kalau pun ada, orang itu pasti sudah tidak waras karena mau mencari gara-gara dengan seorang Choi Seungcheol yang pendendam.

"Pasien boleh pulang ketika cairan infusnya telah habis, tuan" sang dokter pamit undur diri, ia juga sedikit membungkukkan tubuhnya kepada Joshua, yang dibalas anggukan oleh sang profesor muda.

"Haah ... " Terdengar helaan napas berat dari Seungcheol, ia memejamkan mata seraya memijat pangkal hidungnya dengan letih.

Perasaan lega seketika menelusup ke relung hatinya ketika mengetahui jika Anna baik-baik saja. Ia tidak akan pernah memaafkan dirinya jika sampai terjadi sesuatu kepada gadis itu.

"Kami memiliki tim medis terbaik di negara ini, jadi anda tidak perlu khawatir tuan, nona itu telah ditangani oleh orang-orang yang tepat" ucap Joshua yang akhirnya buka suara.

Seungcheol menolehkan kepalanya, ia baru sadar jika Joshua dan dua orang lainnya masih ada di sana, mereka tidak beranjak pergi setelah membantu Seungcheol menuju UGD tadi.

"Maaf jika kami telah membuat keributan, dokter Hong" ucap Minghao seraya membungkukkan tubuhnya sembilan puluh derajat.

"Tidak apa-apa, saya tahu bagaimana cemasnya saat orang terdekat kita terluka" Joshua tersenyum tipis, ia melirik ke arah Seungcheol yang hanya diam seraya menatap ke arah pintu UGD.

"Anda terluka tuan Choi, sebaiknya segera diobati"

Seungcheol menatap punggung tangannya yang terluka, ah, bahkan dia tidak ingat kenapa luka ini bisa tercipta di sana. Perasaan cemas dan kalut membuat rasa sakit akibat luka itu tidak terasa sama sekali, padahal cukup banyak darah yang mengucur dari luka yang menganga sepanjang tujuh senti tersebut, mungkin butuh beberapa jahitan.

"Mari ke ruangan saya, luka anda membutuhkan penanganan segera" ajak Joshua dengan sopan.

"Aku akan menunggu hingga Anna sadar" tolak Seungcheol. "Sebaiknya dia dipindahkan ke kamar perawatan saja" monolog Seungcheol.

"Biar aku yang mengurus kamar untuk Anna-ssi, Hyung ikutlah dengan dokter Hong, beliau benar, lukamu harus segera diobati atau kau akan mati kehabisan darah, Hyung" Minghao menatap ngeri pada darah Seungcheol yang terus menetes, membasahi lantai putih rumah sakit.

"Anda juga terluka tuan, sebaiknya anda ikut dengan profesor Hong dan perawat Park. Biar saya yang mengurus perpindahan kamar pasien" ujar Chan pada Minghao, dan kemudian bergegas masuk ke dalam ruang UGD, tanpa mendapat persetujuan dari Seungcheol maupun Minghao.

Seungcheol terperanjat kala sebuah sapu tangan berwarna coklat dililitkan oleh Joshua pada punggung tangannya.

"Mari, tuan Choi" Joshua tersenyum manis seraya mendorong kursi roda Seungcheol menjauh dari UGD.

SVT 95L : FEARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang