1. Pagi hari di musim gugur

939 70 35
                                    

Daun-daun berjatuhan memenuhi jalanan pada pagi itu. Suasana sejuk dengan matahari yang cerah sebenarnya sangat sempurna untuk mengawali hari ini. Namun, sepertinya itu tidak berlaku untuk seseorang yang kini tengah berada di kursi penumpang sebuah mobil yang melaju menuju sebuah bangunan yang sudah berada tidak jauh di depan sana.

Pria yang sedari tadi hanya terdiam sembari membaca sebuah buku di tangannya terlihat seolah tak tertarik untuk melihat ke arah luar. Padahal, sepanjang perjalanan ke arah tujuannya menyajikan pemandangan indah ciri khas pedesaan.

Sepasang mata sesekali melihat ke arah cermin yang berada ditengah-tengah mobil mengarah ke kursi penumpang dibelakangnya. Seseorang dari kursi supir kini lebih intens memperhatikan anak laki-laki di kursi penumpang yang masih terfokus pada buku yang di pegang nya.

"Wae (kenapa)?" tiba-tiba anak laki-laki itu bersuara yang sontak membuat pria di kursi supir pun terkejut.

"Perhatikan saja jalan di depan, tak perlu terus memantau ku." ujarnya lagi dengan perhatian yang masih pada buku dalam genggamannya.

"Kau yakin akan baik-baik saja?" pria yang menyetir itu kemudian bertanya dengan raut yang terlihat cemas.

"Ini bukan pertama kalinya, kau tau itu." jawab anak laki-laki itu dengan pandangan yang tak teralihkan.

"Geurae (benar), kau sudah terbiasa dengan situasi ini. Tapi pedesaan seperti ini, apa kau bisa bertahan?"

Setelah pria yang menyetir itu selesai bicara, anak laki-laki dengan seragam SMA di kursi penumpang pun kini mengangkat kepalanya dan perlahan menatap ke arah jendela disampingnya.

"Sepertinya akan lebih baik. Lebih sedikit orang akan lebih tenang, bukan?"

"Lagipula masih ada kau, semua ini tak akan terlalu sulit."

Pria di kursi kemudi pun tersenyum simpul. "Eoh, kau bisa mengandalkan ku."

Mobil pun berbelok ke arah kanan dan menuju pada sebuah lapangan luas dengan bangunan sekolah bercat putih dan sentuhan warna pastel pada sisi depan gedung. Mobil pun berhenti tepat di depan pintu masuk ke sekolah itu.

SMA Guamlin. Tulisan di depan bangunan besar itu terpampang dengan jelas.

"Kita sudah sampai." ujar pria yang duduk di kursi kemudi. "Kau siap?" tambahnya sembari melihat cermin yang langsung melihat ke arah anak laki-laki di belakangnya.

Tanpa berkata apapun, anak itu membuka pintu mobil dan disusul oleh pria yang duduk di depannya.

Keduanya masuk ke dalam gedung sekolah yang terlihat sepi karena masih dalam jam pelajaran. Sekolah itu tampak tidak begitu buruk. Bangunannya masih terlihat bagus, dan lingkungannya pun cukup bersih meski berada di pedesaan yang jauh dari kata mewah dan glamor, sepertinya akan mudah bagi anak pindahan untuk beradaptasi di sekolah itu.

-

Di sisi lain, di dalam sebuah kelas yang tengah membahas sebuah pembelajaran sains tiba-tiba dikejutkan dengan ketukan pintu kelas yang berasal dari luar.

Tok..tok..tok..

Sreettt..

Seseorang kini menggeser pintu kelas dan menampakkan pria yang tak lain adalah orang dari kesiswaan. Pria itu segera mendatangi Teuk Ssaem, guru sains yang tengah mengajar sebelumnya kemudian bicara dengan cukup serius.

Teuk Ssaem terlihat mengangguk sopan bersamaan dengan seorang anak yang seusia dengan siswanya masuk ke ruang kelas.

"Aku serahkan padamu, Ssaem." orang dari kesiswaan itu menepuk pundak Teuk Ssaem sembari memberinya sebuah map.

Lonely St Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang