Arnold menarik napas dalam-dalam saat langit mulai gelap dan rintik hujan sisa musim gugur mulai menetes. Diliriknya jam pintar yang melingkar di pergelangan tangan untuk membaca tanggal yang sebenarnya sudah diketahuinya sejak tadi pagi. Tanggal ini memperingati setahun lamanya dia bekerja sebagai pastry chef di "Spice Route".
Pria berperawakan kurus itu memacu langkah lebih cepat saat bangunan modern dan unik di antara bangunan bertingkat itu terlihat. Fasadnya yang terbuat dari kaca berwarna memberikan tampilan yang sangat menarik dan mencolok.
Suasana elegan dan mewah dari bangunan itu memancar bersama logo "Spice Route" yang terlihat jelas, seperti mengapung di atas pintu masuk. Huruf-huruf besar berwarna perak berkilau itu sangat kontras dengan latar belakang kaca berwarna di sekitarnya, dihiasi garis-garis tipis yang terukir rapi di sekitar tiap hurufnya.
Di restoran terkenal inilah Arnold terus mengasah keahlian. Terletak di pusat kota Sydney, nama "Spice Route" begitu mencerminkan cita rasa unik dan kaya dari masakan Asia, sebagai fokus utama menunya. Nama yang juga menggambarkan perjalanan rasa di setiap hidangan, seperti sebuah petualangan di jalan rempah yang penuh dengan rasa dan aroma nan menggoda.
Arnold tentu merasa bangga bisa bekerja di sana, setelah serentang perjalanan penuh liku sebelum akhirnya mengantarkan sampai ke sini. Dengan tetap mengayun langkah berbaur sedikit cemas, dibacanya kembali pesan dari Chris, sang kepala koki.
Hey Arnold, mate!
I've got some great news for you, mate. We'll have some special guests coming in from Indonesia next week, and I want to impress them with some Hors d'oeuvres that highlight the best of Indonesian cuisine.
I know you're our go-to guy for all things Asian, so I was wondering if you could come up with some ideas for Indonesian-inspired Hors d'oeuvres that we could serve.
Think you're up for the challenge, mate? I'm sure you've got some amazing ideas up your sleeve that will blow our guests away.
Cheers,
Chris
Arnold menghela napas panjang. Tapak kakinya sudah mencapai depan restoran. Selintas dipandanginya sebuah patio dengan meja dan kursi yang tersedia untuk tamu yang ingin menikmati udara segar dan suasana kota yang ramai. Tanaman hias yang menyejukkan juga diletakkan di sekitar area ini. Beberapa lampu yang terpasang di sekeliling restoran memberikan tampilan yang indah di malam hari dan menambah kecantikan Spice Route.
Namun, Arnold benar-benar harus memeras otak untuk tugas malam ini. Sesekali dia membetulkan letak bingkai hitam kacamata minusnya, seolah bisa membantunya lebih berkonsentrasi saja.
Bahkan, sejak naik kereta bawah tanah dan berlanjut dengan jalan kaki 10 menit tadi, dia masih belum menemukan menu yang pas untuk mengesankan Chris dan tamu-tamunya nanti. Padahal, dia sudah sengaja memilih moda transportasi masal ini agar lebih santai berpikir dibandingkan naik bus atau taksi yang bisa mengantarnya lebih cepat. Toh, kereta bawah tanah juga pilihan yang lebih ramah lingkungan.
Arnold terus menyusuri sisi samping restoran menuju pintu belakang. Begitu pintu dapur itu terbuka, menguarlah aroma masakan yang menggoda. Tatapannya segera terpaku pada beberapa lonjor singkong di rak.
Sontak ingatannya terlempar ke sebuah dapur sederhana di masa lalu nun jauh di sebuah sudut kota Yogyakarta, saat Arnold kecil membantu ibunya mengemas keripik singkong yang akan dijual di pasar.
Kata ibu, "Menjual sesuatu yang bisa kita buat sekaligus disukai banyak orang itu suatu sumber rezeki besar. Dan, itu ada dalam keripik singkong ini."
"Aku ingin bisa membuat lebih banyak lagi makanan yang disukai orang sedunia! Biar teman-teman enggak lagi mengejekku bule kesasar karena punya nama orang Barat," cetus Arnold Kecil.
Senyum ibunya yang penuh optimisme di hari itu tak akan pernah dilupakan Arnold. Beliau melengkungkannya bersama dengung syahdu, "Kamu pasti bisa! Karena itulah kamu dinamai 'Arnold'. Nama itu dari bahasa Jerman yang artinya 'kuat seperti rajawali'. Kamu akan persis seperti itu. Tangguh dan mendunia."
Embusan ruang lega perlahan mengisi hidung, tenggorokan, dan dada Arnold. Dia segera memulai persiapan dengan hati-hati dan teliti, memastikan setiap bahan dan peralatan yang digunakan dalam keadaan terbaik.
Setelah memastikan, Arnold pun mengupas, mencuci, memotong singkong tipis-tipis, dan merendamnya dalam air. Pandangannya kemudian beralih ke kabinet penuh stoples berisi aneka bubuk warna-warni. Ya, kabinet itu laksana brankas penyimpan benda berharga bagi dapur ini. Terdapat berbagai jenis rempah-rempah dari seluruh Asia yang digunakan untuk memberi rasa pada hidangan yang disajikan.
Arnold menaburkan bubuk paprika, merica hitam, dan garam ke dalam campuran singkong dan air. Kemudian, dia merebus singkong hingga lembut dan mengeringkannya dengan handuk dapur.
Setelah singkong kering, Arnold memanaskan minyak goreng dalam wajan dan menggoreng keripik singkong hingga keemasan. Begitu kertas tisu menyerap minyak berlebihnya dengan sempurna, Arnold pun menyajikan keripik singkong dengan saus tomat segar, bawang putih panggang, serta taburan daun ketumbar segar.
"Arnold, mate, that's bloody brilliant! You've outdone yourself this time," kata Chris dari balik punggung Arnold. Suara beraksen Australia yang kental itu mengagetkan Arnold yang baru saja tersenyum lega.
"Thank you, Chef. I'm glad you like it," jawab Arnold, dengan sedikit kebanggaan dalam suaranya.
Pria paruh baya berambut spike itu memasukkan sepotong keripik singkong lengkap dengan taburannya. Bola matanya membulat dengan bibir yang terus berayun ke kanan dan kiri sambil mengangguk-angguk.
"I tell you what, mate, this is the best hors d'oeuvre we've had in ages. The combination of spices and crunch is spot on. You've got a real talent for this," lanjut Chris sambil menepuk-nepuk punggung Arnold, "So, how about add an Amuse-bouche menu tomorrow?"
Arnold gelagapan tetapi segera mengangguk, "I'll do my best, Chef."
Pujian Chris sungguh membuat Arnold merasa kedua telapak kakinya begitu ringan seolah melayang. Namun, di saat yang sama, semakin mempertebal rasa rindunya pada kampung halaman. Sembari membersihkan tempat kerjanya, Arnold diam-diam bertekad menemukan cara agar terhubung kembali dengan negeri asalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE DESSERT
RomanceRama dan Sinta sudah bertahun-tahun menjalankan tradisi makan malam setiap 14 Februari. Dan keduanya selalu saja tergelak mengingat momen-momen lucu yang pernah mereka alami semasa SMA. Tapi makan malam kali ini terasa berbeda dari biasanya. Apa yan...