21 | Mematahkan Standar

47 28 5
                                    

- h a p p y r e a d i n g ✨

-  h a p p y  r e a d i n g ✨

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bian!"

Panggilan dari belakang membuat Bian menoleh. Ternyata, Jera yang memanggilnya. Perempuan itu berjalan ke arahnya dengan langkah cepat.

"Lo ngapain masih di sini?" tanya Bian.

Jera menjawab. "Nungguin, lo."

Bian menautkan kedua alisnya. "Ngapain?"

"Ngajakin ngerjain tugas. Kerja kelompoknya sekarang aja yuk," ajaknya.

"Besok aja, Je," sahut Bian.

"Lusa udah dikumpulin. Gue nemu kafe yang enak banget, ayo, gue traktir sekalian," bujuk Jera.

"Masih bisa besok," kata Bian. Lalu, lelaki itu melanjutkan langkahnya yang tertunda karena Jera.

Sebenarnya, Bian sudah sangat lelah. Hari ini ada kelas sampai sore dan dilanjut dengan eskul basket.

Makanya Bian bingung, kenapa Jera masih di sini. Pasalnya ini sudah senja.

"Please, Bi. Gue udah nungguin lo lama banget," pintanya.

Mau tak mau, Bian menganggukkan kepalanya. Menyetujui permintaan itu karena tidak enak jika menolak. "Arborea aja, dekat."

Jera mengulum bibinya lalu mengangguk. "Gue ga bawa motor, gapapa kalau ikut lo?"

"Hmm."

Mereka berdua menyusui koridor yang sudah sepi. Pasalnya, semua mahasiswa pasti sudah pulang.

Bian membuka pintu kafe Arborea dan mempersilakan Jera masuk lebih dulu.

"Je, lo duduk aja, biar gue yang pesan," usulnya.

Namun, Jera bersikeras ingin ikut memesan. Tak mau ambil pusing, Bian mengiyakan kehendak Jera itu.

"Kal, tolong bantu, ada yang mau pesan, gue lagi ngeracik nih," ucap Rehan ketika Bian menghampiri.

"Mau pesan apa kak?" kata Kala yang keluar dari dapur.

"Kenapa belum pulang?"

Bukan jawaban yang didapat Kala, melainkan sebuah pertanyaan balik untuknya.

Pertanyaan yang dilontarkan oleh Bian itu tentu menarik perhatian Rehan dan juga Jera.

Hujan Di Penghujung Kemarau ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang