prolog

206 63 66
                                    

± HAPPY READING ±

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

± HAPPY READING ±




Hari ini adalah hari yang tidak akan pernah Jenan Banu Wirata lupakan. Hari yang akan terus menjadi benci nya seumur hidup, dimana ia melihat sang bunda menangis begitu pilu sembari memeluk putra kecil nya -- Regan Putra Erlangga. Anak yang baru kemarin usia nya menginjak 5 tahun itu pun turut menangis dipelukan bunda, pelukan nya terlihat begitu erat seperti enggan sekali melepaskan barang sedikit pun.

Jenan yang awal nya hanya memperhatikan diambang pintu, kini langkah nya mengayun mendekati sang bunda yang bersimpuh diatas batako halaman rumah - mensejajarkan tinggi nya dengan sikecil. Jenan lantas mengusap bahu yang sering kali ia gunakan bersandar itu dengan lembut. Hati nya dibuat hancur kala melihat orang yang begitu ia sayangi menitikan air mata.

"bunda...Regan gamau ikut sama tante itu, Regan mau sama bunda aja" tangan kecil Regan semakin mengerat dileher sang bunda --- Laras Ayu Pratiwi.

Laras berusaha menghentikan tangis nya namun bukan nya berhenti dada nya malah semakin sesak. Ia memejamkan mata nya sejenak, hingga air mata turun begitu saja "maafin bunda sayang, Regan harus nurut ya? tante itu ibu Regan, bunda nya Regan..."

Dapat Laras rasakan sikecil menggeleng ribut "bunda Regan kan cuma bunda Laras...Regan gamau punya bunda lagi selain bunda"

Wanita yang sedari tadi dijuluki dengan panggilan 'tante' oleh Regan itu ikut meneteskan air mata, sakit kala mendengar putra nya berbicara seperti itu. Memang ini semua salah nya, yang sedari Regan kecil ia tidak ada disamping putra nya. Memperhatikan tumbuh kembang putra nya dengan baik.

"sssttt, sudah ya? bunda gak bisa ngasih penjelasan apa apa untuk kamu sekarang ini, waktu yang akan buat kamu paham nak. Maafin bunda." Setelah nya Laras melerai pelukan itu, yang mana itu akan menjadi pelukan terakhir nya dengan sang anak bungsu.

Laras bangkit dan berdiri tegap, menatap wanita yang berdiri mematung disamping mobil putih yang wanita itu bawa -- Anggun Putri Salsabila. Laras memberi isyarat pada Anggun untuk segera mengambil putra nya lewat anggukan kecil.

Jenan yang berdiri disamping bunda nya hanya diam membisu. Sampai akhir nya ia memutuskan untuk meraih tubuh kecil Regan kedalam gendongan nya. Mendekap nya erat, menghirup aroma minyak telon yang menjadi wangi favorit Jenan 5 tahun terakhir. Tanpa sadar air mata nya turun tanpa izin, membuat Laras kembali meraung melihat kedua anak nya begitu menyedihkan.

"Abang...Regan gamau pergi" kata yang lebih kecil ikut mendekap tubuh sang kakak erat.

"gada yang mau Gan, gada yang mau kamu pergi." Lirih Jenan yang kini mata berair nya terarah pada wanita yang akan membawa sang adik pergi jauh, yang sial nya wanita itu adalah ibu kandung dari sang adik, Jenan tak bisa berbuat banyak.

"untuk sekarang kamu nurut aja ya? abang janji, abang akan jemput kamu, tunggu abang." Jenan perlahan membawa langkah nya mendekati Anggun, menyerahkan tubuh kecil Regan pada wanita itu, dan diterima dengan baik namun tidak dengan Regan nya, si kecil terus memberontak ingin segera diturunkan dari gendongan Anggun, dan itu membuat Anggun sedikit kewalahan.

"Regan, dengerin abang. Disana kamu bakal punya banyak temen jadi kamu gak akan bosen, gak kayak disini temen yang kamu punya cuma abang sama bunda.. disana juga rumah nya besar, kamu aja bisa main sepeda didalam rumah, jangan sedih. Jadi anak baik dan nurut ya? kamu kuat kan? ingat kata bunda, anak bunda gada yang boleh nakal, anak bunda semua nya baik...itu berlaku buat kamu sama abang, jadi kita sama sama jadi anak yang baik ya?" Jenan mengusap lembut surai hitam milik sang adik "oh iya abang punya sesuatu buat kamu" Jenan merogoh saku celana nya, dan mengambil sesuatu dari sana yang ternyata itu adalah sebuah kalung berbandul bulan sabit.

"boleh?" Jenan menatap Anggun untuk meminta izin, Anggun membalas nya dengan senyum serta anggukan.

Dengan telaten Jenan memakaikan kalung itu pada leher putih Regan, kalung nya cukup kebesaran saat diteliti kembali, tetapi tak apa Jenan memang sengaja supaya kalung itu bisa terus Regan gunakan sampai dewasa nanti.

"baik baik ya disana?" Setelah nya Jenan mengecupi seluruh wajah mulus Regan tanpa cela, diiringi dengan air mata nya yang turun semakin deras dan tak sengaja jatuh membasahi tangan Anggun.

Sebenar nya Anggun tak tega memisahkan anak dari keluarga nya, tetapi bagaimana pun Regan tetap lah putra nya, putra yang ia kandung selama 9 bulan lama nya, dan ia yang bertaruh nyawa saat melahirkan, tak semudah itu untuk Anggun melepaskan secara percuma untuk orang lain, meski nyata nya Laras bukan lah orang lain, ia telah mau menjadi ibu kurang lebih 5 tahun untuk anak nya, ia bersyukur untuk itu.

Jenan perlahan mundur, membuang pandangan kearah lain. Anggun yang melihat itu ikut merasakan sakit, ia tau rasa nya, ia mengerti. Namun mau bagaimana lagi? sudah saat nya.

Anggun mendekat kearah Laras, memeluk tubuh itu dengan cepat dengan Regan yang masih berada digendongan nya. Regan tak lagi berontak, entah kini pandangan nya begitu nelangsa dengan tubuh nya yang sudah lemas bahkan untuk sekedar bergerak.

"makasih..makasih banyak atas jasa lo selama ini, mugkin dengan terimakasih aja rasa nya gak cukup, kalo lo butuh apapun bilang sama gue, hubungi gue ras. Gue pasti akan bantu"

"Gue mau anak lo, buat jadi anak gue sekarang dan selama nya apa bisa?," laras berucap dalam hati.

"Iyaa" hanya itu yang Laras dapat ucapkan, pelukan itu dilerai dengan cepat oleh Laras, tak sengaja mata nya menangkap putra kecilnya yang dulu seringkali merengek pada nya kini hanya terdiam seribu bahasa dengan pandangan yang kosong, Laras hancur dibuat nya.

"saya pamit ya dek Jenan, Laras" setelah mengatakan itu perlahan Anggun mulai mengayunkan kaki nya kearah mobil yang terparkir sempurna dihalaman rumah, memasuki mobil itu bersama dengan Regan -- putra bungsu Laras juga adik kesayangan Jenan.

bunyi klakson mobil menjadi pertanda bahwa Regan nya telah pergi untuk waktu yang sangat lama, kemungkinan kecil akan kembali, sangat kecil.

Tubuh Laras meluruh begitu saja dengan tangisan kencang, membuat siapa saja yang mendengar nya akan ikut merasakan sakit. Jenan lantas membawa tubuh sang bunda kedalam dekapan dengan mulut yang tiada henti mengucapkan kalimat penenang, meski ia sendiri butuh ditenangkan.




















TBC.

Alhamdulillah akhir nya setelah sekian lama bimbang, saya mengambil keputusan yang menurut saya memang ini lah pilihan nya. Saya ingin menjadi seorang penulis seperti orang orang hebat yang sudah berhasil sukses diaplikasi oren ini. Semoga saya juga bisa seperti mereka tapi dengan versi diri saya sendiri.

Terimakasih banyak yang sudah mau sempat mampir meski tidak sengaja, untuk sekedar membaca cerita dengan alur kisah yang belum pasti ini. Maaf kalo baru prolog nya saja sudah membosankan. Saya tidak janji untuk bisa menjadi lebih baik, tapi saya akan berusaha menjadi yang terbaik.

So guys, agar author tidak sentimen, boleh kah vote dan komen?

Aduaduadu, sampai jumpa di next chapter ya! Yang nungguin kayak nya gada sih, tapi gapapa. Saya akan tetap update hehehehe.



01 Desember 2023.

PERSADA JIWA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang