04

213 68 4
                                    

Rafka beranjak turun dari tempat tidur sambil menguap. Rasanya, ia masih sangat mengantuk namun tak dapat kembali terlelap. Di tambah tadi malam ia baru bisa tertidur pada pukul 1 malam, karena memikirkan siapa yang menulis dan mengapa kalimat itu ada di kamar mandi. Rafka berjalan menuju kamar mandi, sembari mengucek kedua matanya.

Hari ini hari Selasa, yang mana, mata pelajaran di sekolah hari ini adalah Matematika, Fisika dan Kimia. Sepertinya ia sangat malas ingin bersekolah ketika mendapati 3 mata pelajaran itu bersatu, yang membuat energinya menjadi terkuras.

Rafka menyalakan shower. Melepaskan pakaiannya lalu menikmati pancuran air hangat yang membasahi tubuhnya. Rafka mandi seperti biasa, hingga beberapa menit kedepan.

Setelah itu, ia mengenakan bathrobe dan berjalan menuju wastafel dengan memegang dua benda di tangannya. Sikat dan pasta gigi. Ya, setelah mandi, Rafka melanjutkan aktifitas menggosok giginya. Saat gel itu sudah tertuang di sepanjang toothbrush, Rafka menggosokkannya ke gigi. Namun, ada satu hal yang membuatnya berhenti melanjutkan aktivitasnya.

Tepat dimana ia sedang berkaca saat menggosok gigi tadi malam, di sana ada kalimat 'Your Turn!'. Namun untuk pagi ini, kalimat itu sudah hilang. Bahkan kaca nya bersih, sama sekali tidak ada bercak noda apapun.

"Apa tadi malam gue beneran berhalusinasi aja? Tapi gue yakin di kaca ini ada tulisan. Tau ah, biarin." Batinnya.

Rafka berkumur-kumur untuk membersihkan sisa buih pasta gigi di mulutnya. Setelah itu, dia menyisir rambut menggunakan jari-jarinya dan mengedipkan sebelah mata pada cermin.

•••

Di sisi lain, laki-laki bertubuh setinggi 177cm yang berada di kamarnya sekarang sedang mengenakan dasi untuk menambah kerapian pada seragam sekolahnya. Bukan hanya itu, Daren juga ingin dirinya terlihat seperti murid yang taat peraturan meski ia menjadi langganan keluar masuk ruang BK (Bimbingan Konseling).

Tak heran jika ia dicap sebagai murid bandel karena kelakuan nakalnya yang membuat siapapun geleng-geleng kepala. Mulai dari menyembunyikan buku, pulpen dan tas teman-temannya, hingga menaruh sepatu guru nya ke atas pohon mangga setinggi 3 meter yang ada di depan kelasnya. Keusilan Daren pada guru nya itu dikarenakan ia benci, sebab guru itu suka memakan uang murid, katanya.

Daren menyemprotkan parfum pada seragam serta lehernya. Setelah itu, ia menggantungkan tas pada kedua bahunya. Ia menuju dapur untuk mengambil bekal.

Ketika tiba di dapur, Daren menutup matanya, merasakan aroma harum yang muncul dari masakan Bi Yem, wanita yang sudah bekerja di rumahnya sekitar 7 tahun lamanya sebagai pembantu.

"Harum banget, Bi," Rayu Daren seraya memasukkan kotak bekal berisi nasi serta osengan wortel dan sepotong paha ayam goreng ke dalam tas nya.

Bi Yem terkekeh. "Nggak sarapan dulu, mas?" Tanya wanita berusia 53 tahun itu.

"Gak sempat, Bi." Daren berhenti sejenak. "Ngomong-ngomong, mama sama ayah ke mana?" Ia bertanya.

"Tuan sama nyonya sudah berangkat tadi pagi. Katanya tuan ada urusan mendadak di luar kota beberapa hari dan nyonya ikut. Tuan ada nitip pesan, Mas jangan bandel di sekolah."

"Oh gitu. Ya udah, Daren berangkat dulu, Bi!" Ucap Daren sembari melambungkan sebiji apel ke udara lalu menangkapnya dengan satu tangan dan menggigitnya.

"Hati-hati, mas!" Bi Yem memperingatkan ketika Daren sudah berbalik dan berjalan pergi.

Bi Yem memang memanggil Daren dengan sebutan 'Mas' atas kemauan Daren sendiri. Ia merasa tidak enak jika dirinya dipanggil 'Tuan, Den, Bos' atau sebagainya.

RUMAH TUJUH ENAM [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang