15

174 46 2
                                    

Malam ini juga, Seno, Alvaro, Daren pergi membawa Kenzie ke kantor polisi untuk diselidiki lebih lanjut. Di dalam mobil, Kenzie hanya diam tak berkutik. Ia menunduk, tidak berani menatap tiga teman-temannya. Mereka ke kantor polisi hanya berempat, sedangkan Kai sudah pulang ke rumahnya usai mendapatkan barang bukti berupa gelang tadi.

"Gue masih nggak habis pikir sama lo, Ken. Se-tega itu sama sahabat lo sendiri." Daren mengusap wajahnya dengan kasar.

"Bingung, kan? Gue juga bingung." Kenzie menyeringai di dalam keadaan mobil yang gelap.

"Lo emang pantas membusuk di penjara." Geram Alvaro.

****

Setibanya di tempat tujuan, mereka bertemu dengan seorang petugas yang memiliki pangkat tertinggi dalam kepolisian. Mereka saling berpandang-pandangan sebelum sama-sama membungkuk sekejap untuk memberi penghormatan.

"Ada keperluan apa?" tanya polisi tersebut.

"Kami sudah menemukan pelaku pembunuhan Narel yang di tempo hari." Seno berhenti berbicara, ia menarik lengan Kenzie agar menghadap langsung pada petugas. Mendapati hal itu, Kenzie hanya diam saja, dia menundukkan kepalanya seakan benar-benar bersalah. “Dia, pak. Dia juga yang sudah menghabisi nyawa Narel dan Rafka,” lanjut Seno dengan melirik ke arah Kenzie.

"Ada barang bukti?"

"Ada. Ambil saja ini, Pak." ujar Daren sembari memberikan gelang perak milik Kenzie.

Petugas mengambil gelang tersebut, mengamatinya lalu menghela nafas panjang. Ia menganggu-anggukan kepala, “Benar gelang ini milik saudara Kenzie?”

Kenzie mengangguk, dia memberanikan diri untuk menatap langsung pada petugas di depannya. Kelopak mata yang terukir turun terlihat sayu, matanya berkaca-kaca, “Memang punya saya, pak. Tapi saya sendiri juga tidak tahu kenapa gelang itu ada di tempat kejadian. Bukan saya pelakunya. Ini semua jebakan,” ujar Kenzie.

Walau Kenzie sudah berusaha keras untuk membela diri, menyangkal semua tuduhan, petugas kepolisian tersebut pasti tidak semudah itu mempercayainya karena sudah terdapat sebuah bukti.

“Saudara Kenzie akan kami masukkan ke dalam ruang rehabilitasi selama proses pengumpulan bukti-bukti lain yang bisa memperkuat bahwa saudara Kenzie memang benar bersalah.” Petugas membuka pintu dengan cepat, Kenzie masuk ke dalam sangkar tahanan lalu setelahnya di kunci. Kenzie dengan pasrah menerima nasibnya. Dia melihat-lihat ruang sempit itu. Sungguh berdebu seperti tidak terawat.

"Selamat membusuk, Kenzie." Alvaro tersenyum sinis, ia berbalik–meninggalkan Kenzie yang menatapnya  dari dalam sel tahanan.


****


Saat malam perlahan berganti pagi, semakin sulit bagi Kenzie untuk tetap duduk di lantai yang dingin. Dia harus menemukan jalan keluar. Terisak pelan, sekarang, Kenzie meringkuk di sudut ruangan yang sempit, menggigil ketakutan dan kedinginan. Pikirannya berkecamuk karena terjebak seperti ini.
"menanggung akibat yang jelas bukan gue penyebabnya." Kenzie menghela nafas.


****


Di sisi lain, Daren sedang mengetikkan sesuatu di layar laptop nya. Bukan apa-apa, itu hanyalah tugas presentasi fisika yang diberikan oleh gurunya kemarin. Dia disuruh untuk mencari rangkuman tentang bagaimana kehidupan jika tidak ada listrik. Daren menguap, tampaknya mengantuk karena tadi malam ia terjaga sebab memikirkan rangkuman yang tidak diperbolehkan mencari di internet.

RUMAH TUJUH ENAM [Proses Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang