Diantara teman-temannya tertidur pulas, hanya Devano sendirilah yang terbangun karena merasa ingin buang air kecil. Kandung kemih nya sudah tidak dapat dibendung lagi. Ia bangkit dari tempat tidur dan beranjak pergi menuju kamar mandi di dalam ruangan itu. Devano merasa masih sangat mengantuk. Matanya terus meminta untuk terpejam juga jalannya lunglai.
Selagi dirinya membuang hajat, Devano bersenandung sembari mengarahkan pandangannya ke sembarang arah. Hingga tibalah manik kucing itu menangkap sesuatu hal di dinding kamar mandi di depannya. Devano membelalakkan mata, membersihkan dirinya lalu mendekati sebuah tulisan tersebut. Tangannya menyapu pola dari kalimat yang tertulis di dinding. Kalimat memuat kata 'Kembalikan grup kami-STARS US!' membuat keningnya berkerut heran.
"Stars Us grup apa? Dan siapa aja anggotanya?" Dia bermonolog. Dengan enggan mencium telapak buku jarinya yang dikotori oleh tinta berwarna merah itu.
"Huek!" Wajah Devano menunjukkan ekspresi tidak nyaman untuk dipandang. Perutnya terasa mual. Devano mencuci jari-jarinya di wastafel, menumpahkan banyak sabun guna menghilangkan bau tak sedap.
"Darah," gumamnya sambil melihat kembali ke arah dinding.
Kejadian itu jelas membuat Devano keluar dari toilet. Saat sudah berada di dalam kamar, ia menatap arloji di tangannya lalu beralih menatap teman-temannya yang masih tertidur. Sudah pukul tiga petang, yang artinya mereka sudah tidur kurang lebih tiga jam setengah. Devano kebingungan; apa yang sedang dimimpikan oleh temannya jadi mereka bisa tidur se-lelap ini.
Devano merangkak naik ke tempat tidur. Ia menggoyang-goyangkan tubuh teman-temannya satu persatu agar mereka bangun dan dia dapat memberitahukan hal yang dialaminya tadi. Maven, Dafian, William dan Nathan bangun. Mereka sama-sama mengusap wajah lalu melakukan stretching. Terakhir, Devano membuka selimut yang membalut seluruh tubuh Zayden. Namun, ia sangat terkejut ketika melihat di balik selimut itu bukanlah badan Zayden, melainkan hanya sebuah guling. Keempat orang lainnya juga termenung menyaksikan hal tersebut. Masing-masing bangun dari tidurnya dan berlarian menelusuri setiap ruangan di rumah secara berpencar.
Namun, usaha itu tidak membuahkan hasil. Satu persatu dari mereka berkumpul di teras rumah. Ada yang selonjoran di lantai, duduk di kursi serta bersandar pada dinding dengan tangan bertumpu ke sandaran kursi.
Maven menggaruk bagian pelipisnya. Suaranya terdengar frustasi saat ia berbicara, "Zayden kemana? Kita udah nyari ke sana sini nggak ada ketemu. Bahkan batang hidungnya aja nggak keliatan. Apa ini ada kaitannya sama badut?"
"Gue nggak tau pasti tentang badut tolol itu, Ven. Intinya sekarang kita harus fokus ke pencarian Zayden aja." jawab William.
Devano memasukkan tangannya ke dalam saku celana. Ia ragu berbicara, tak jarang mulutnya terbuka untuk menceritakan tentang kejadian di kamar mandi tadi, akan tetapi selalu diurungkan. Dafian yang terus mengamati Devano tentu faham sekali dengan gelagat itu.
"Ngomong aja, nggak usah dirahasiakan. Kita sama-sama udah janji kalau ada apapun harus cerita." ujarnya sembari menatap Devano dengan sinis.
Suara Dafian tentu menyita perhatian yang lainnya. Nathan, Maven dan William sontak menolehkan kepalanya ke arah Devano. Mereka semua menunjukkan tatapan tajam, membuat Devano semakin meringkuk ketakutan.
"Apa yang lo sembunyikan, Dev? Ada hal penting yang mau lo sampaikan? Jangan ragu,"
Ternyata hanya tatapannya saja menusuk kalbu, namun nyatanya suara Maven begitu lembut layaknya salju. Rotasinya jelas sangat berbeda dengan Zayden. Devano terdiam sejenak, memikirkan kata yang pas agar temannya lebih mudah menangkap apa yang dibicarakannya.
"Tadi saat kalian masih tidur pulas, gue kebangun karena mau buang air kecil. Gue pergi ke toilet. Saat lagi buang hajat, mata gue berkeliaran ke tempat yang bisa dijangkau sama pandangan. Terus, gue kaget pas liat di dinding toilet itu ada tulisan Kembalikan grup kami-stars us, yang awalnya gue pikir dibuat dari tinta merah. Gue telusuri pola dari tulisan itu dan bodohnya, jari yang dipenuhi tinta merah, gue cium. Di situ gue sadar kalau ternyata itu bukan tinta biasa karena bau anyir, bikin perut gue jadi mual."
Empat remaja tersebut mengangguk paham dengan penjelasan singkat itu. William menundukkan pandangannya, menatap ke arah jari jemari kakinya. "Jadi menurut lo, itu di tulis pakai darah?"
"Maybe? Tulisannya belum gue bersihin, soalnya bau banget!" Devano mengedikkan bahu, merasa jijik jika mengingatnya.
Brak!
Spontan mereka menoleh ke arah sumber suara. Betapa terkejutnya ketika mereka melihat William yang sedari tadi berdiri sambil bersandar di dinding, saat ini dia terbaring tidak sadarkan diri. Wajahnya pucat, hal tersebut pasti dikarenakan phobia nya terhadap badut kembali kumat.
"Wil, bangun!" Maven menepuk-nepuk pipi William, mencoba membangunkan.
Suasana di sana menjadi mencekam, dipenuhi dengan kepanikan. Mereka bahu-membahu memapang tubuh William menuju ruang tamu, membaringkannya di sofa panjang. Dafian mengambil minyak kayu putih yang ada di dalam kamar, sedangkan lelaki lainnya mengipasi serta memijat lengan William agar ia dengan cepat bisa sadar.
Perlahan mata serigala itu terbuka, menampilkan manik mata yang indah bagai bintang di angkasa. Lontaran kata syukur mereka ucapkan pada Tuhan ketika William akhirnya sadar dari pingsannya beberapa menit lalu. William bangun, memegang kepalanya yang terasa pening. Ia melihat ke sekeliling. Dirinya seolah masih terpaku pada hal apa yang sedang terjadi. William melamun, tatapan matanya mengarah ke lantai keramik.
"Lo habis pingsan, Wil. Kayaknya phobia lo terhadap badut kumat. Minum dulu, ya?" Devano tersenyum lembut, perlahan meletakkan sedotan pada bibir William. Untung saja William menurut. Secangkir air mineral dapat diteguk nya dengan mulus. Sembari tangan lainnya memijat bahu William, Devano menaruh gelas tersebut kembali ke atas meja di depannya.
"Ini minyak kayu putih nya—"
Ucapan Dafian terpotong. Bukan karena melihat William yang sudah sadar, tetapi terkejut melihat sesuatu yang melayang di depan pintu. Tidak, itu bukan hantu. Melainkan sebuah balon gas helium berwarna merah di luar sana. Lamunan William buyar. Mereka sesaat menatap Dafian lalu sama-sama mengalihkan pandangan menuju ke luar pintu.
Entah kenapa, mereka berfikir kalau balon itu berkaitan dengan menghilangnya Zayden. Keterkejutan mereka tidak habis sampai di situ. Balon yang semulanya hanya mengambang di udara, tiba-tiba saja melayang terbang menuju ke samping, seolah ada yang menariknya. Dafian memasukkan minyak kayu putih tersebut ke dalam saku celana, lalu dengan langkah yang cepat dia mengejar balon tersebut, diiringi dengan teman-temannya yang lain.
Nafas William tersengal. Walau phobia dengan badut, ia tetap memberanikan diri untuk ikut berlari demi mengetahui keberadaan Zayden. Ternyata balon tersebut membawa mereka ke hutan rimbun di belakang rumah yang jarang sekali di jamah oleh manusia. Pikiran tentang keberadaan hewan buas di dalamnya pun tidak mereka hiraukan lagi, karena saking bersemangat untuk mencari tahu dimana Zayden berada.
Dari awal kecurigaan mereka sudah terpaku pada Zayden. Mungkinkah memang ada hubungannya dengan menghilangnya Zayden secara tiba-tiba? Atau mungkin ini adalah rencana dari suspected kedua yaitu; seorang ketua RT yang bernamakan Riza?

KAMU SEDANG MEMBACA
RUMAH TUJUH ENAM [Proses Terbit]
Losowe[PLAGIAT? CERITA INI BUKAN UNTUK DI COPY PASTE!] Samanya kejadian yang menimpa ke-enam remaja laki-laki pada tahun 2024 ketika menempati sebuah rumah bernamakan "Rumah Kita" menuai perbincangan warga sekitar. Tak jarang mereka berfikir, "mungkinkah...