PROLOG

61 7 12
                                    

Sastaji menapakkan kakinya di Yogyakarta, kota yang menyimpan beribu cerita dalam setiap sudutnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sastaji menapakkan kakinya di Yogyakarta, kota yang menyimpan beribu cerita dalam setiap sudutnya. Dengan langkah yang mantap, ia merasakan getaran hidup yang familiar, mengingatkan akan tahun-tahun muda yang penuh warna. Tidak pernah terbayangkan olehnya bahwa kepulangannya kali ini akan membawa kembali berjuta kenangan, menghidupkan kembali riuh rasa yang pernah dia rasakan di masa lalu.

Mata Sastaji berkilau ketika ia melihat warung kopi tempat ia dan "wanita" itu biasa bersinggah. Kini, tempat itu telah bertransformasi menjadi kafe modern yang menarik perhatian para muda-mudi dengan desain yang chic dan atmosfer yang ramai. Meski perubahan itu membawa nuansa baru, kehangatan kenangan yang mengikatnya dengan tempat ini tak pernah pudar. Dengan senyuman tipis, ia merenungi betapa waktu terus berjalan, tetapi kenangan indah itu tetap abadi.

Kini di usia yang tidak lagi muda, Sastaji mengingat setiap momen yang telah membentuknya. Kota Yogyakarta, dengan semua suka dan dukanya, adalah bagian integral dari perjalanan hidupnya. Malioboro, yang dulunya menjadi saksi bisu kisah manis dan pahitnya, kini terlihat berbeda, tetapi perasaannya tetap sama. Setiap langkah di jalanan ini seakan mengajak Sastaji untuk menggali kembali lapisan-lapisan emosinya, mendorongnya untuk merasakan setiap rasa yang pernah ada.

Di titik nol kilometer, ia merasakan sentuhan nostalgia yang kuat, sebuah perasaan campur aduk antara senang dan sedih. Sastaji tahu bahwa masa lalu tidak bisa dihapus begitu saja; ia memutuskan untuk menghadapi kenangan-kenangan itu dengan senang hati. Setiap sudut jalanan ini menyimpan cerita—cerita tentang harapan, cinta yang tulus, dan kesedihan yang mendalam. Mengingat kembali, ia menyadari bahwa di tengah segala ketidaksukaan terhadap hidup, ada momen-momen berharga yang harus disyukuri.

Dan wanita itu, sosok yang tak pernah bisa dilupakan, hadir dalam setiap ingatannya seperti pungguk merindukan bulan. Kehadirannya telah mengajarkan Sastaji arti hidup yang lebih dalam, mengubah pandangannya terhadap dunia. Bersama wanita itu, ia merasa beruntung—bahkan dalam kesederhanaan, mereka menemukan kebahagiaan yang tak tergantikan. Meski kini mereka terpisah oleh waktu dan jarak, rasa syukur dan cintanya tak pernah pudar.

“Aku kembali, ucapkan selamat datang,” bisiknya dalam hati, siap menghadapi semua kenangan yang akan membawanya kembali ke dalam pelukan Yogyakarta yang penuh cinta.

Yogyakarta, 2024.














kembali dan singgah sebentar ; cerita ini hanya sebagai obat untuk author, cerita 100% fiktif belaka. (Upload suka-suka, tidak untuk jadi beban)

Malioboro dan Elegi SastajiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang