Warung Kopi Pak Solikin

22 2 8
                                    

Apalagi yang akan Baskara lakukan sehabis kuliah dan melakukan pekerjaanya sebagai seorang penyiar, selain berkunjung kembali ke warung kopi nya Pak Solikin.

Seperti sekarang ini, Baskara sudah jadi pengunjung setia Pak Solikin, dari jam pertama warung ini buka dan lampu warung masih mati, sampai langit sudah menunjukan tanda-tanda akan senja dan lampu-lampu warung Pak Solikin mulai dinyalakan satu persatu. Dari warung yang masih sepi, sampai sekarang sudah penuh dengan candaan muda mudi.

Bahkan, ketika warung mulai penuh dengan pengunjung, Baskara tetap tenggelam dalam dunia kecilnya, sibuk mengetik di laptop. Saat ini sedang musim ujian tengah semester, dan ia berusaha keras menyiapkan segalanya. Kerutan di dahinya semakin jelas saat ia fokus pada layar laptopnya, tenggelam dalam bacaan, hingga sesekali menghela napas panjang. Di sela-sela konsentrasinya yang penuh itu, terdengar suara Pak Solikin yang membawa pesanan ke meja seberang.

"Belum selesai Bas?" Suara berat pak Solikin memecah kesunyian Baskara.

Baskara menoleh, menatap Pak Solikin dan tersenyum. "Belum, Pak. Saya nemenin Bapak sampai tutup warung ya," jawabnya sambil tertawa kecil.

Pak Solikin hanya menggeleng pelan dan sedikit mencibir, "Bas-bas, malam minggu malah sendiri." Nada ejekan terdengar samar di ujung suaranya, membuat Baskara terkekeh. Ia bahkan tak sempat membalas, karena Pak Solikin sudah sibuk menyambut pelanggan baru.

Setengah jam berlalu, Baskara mulai merasa otot lehernya pegal. Kemudian dia melepaskan tangan dari godaan keyboardnya sambil sedikit melakukan peregangan kecil, lalu Baskara bersandar dikursi sambil sedikit merelaksasikan punggung belakangnya, memejamkan mata Baskara menikmati suasana malam kembali di Malioboro, iringan lagu-lagu lawas bernuansa romantis menjadi ciri khas warung kopi ini.

Setelah puas meresapi lagu-lagu tersebut, Baskara membuka matanya.

Netranya menangkap sosok yang tidak asing, gadis pemasok gorengan kemarin, dia berdiri tepat dimeja depan tempat Pak Solikin biasanya bernegosiasi dengan pelanggan, dan air wajah gadis itu tampak kelelahan, Baskara mengamati dengan saksama dan menyadari sesuatu yang membuatnya terkejut. Gadis itu mengenakan almamater kampus yang sama dengannya.

"Dia yang kemarin kan, tapi kenapa dia pakai almameter kampus saya ya?" Gumam Baskara dalam hati.

Gadis itu tampak kebingungan mencari tempat duduk, karena warung Pak Solikin seramai itu ketika malam minggu, berduka lah untuk jomblo seratus abad seperti Baskara ini.

Beberapa menit Baskara memperhatikan gadis itu, sambil menunggu dia melirik Baskara yang tengah duduk sendirian. Tidak luput sasaran, sepertinya atas saran Pak Solikin, si gadis melirik meja Baskara. Kemudian dia mengangguk kecil pada Pak Solikin, dan setelahnya berjalan menghampiri meja Baskara, tapi Baskara pura-pura tidak memperhatikan.

"Permisi.." tegurnya, agak ragu.

Baskara mengangkat kepalanya, memperhatikan setiap inci wajah gadis dengan almameter kampus yang sama dengan Baskara, kemudian Baskara tidak luput memperhatikan bawaan ditangannya, menandakan gadis ini melakukan sesuatu yang sama pentingnya dengan Baskar,  laptop, satu keping buku, juga satu buah topeng dan selendang ditangab gadis itu, sudah mampu menggambarkan keadaan.

"Boleh saya duduk disini, mas?" Tanya nya lagi dengan nada sopan, Baskara mengangguk. Menunjukan bahwa dia setuju atas pertanyaan gadis itu.

Si gadis tersenyum, kemudian duduk tepat didepan Baskara. Dia mulai membuka laptopnya, dan melepas almameternya. Menyeka keringat, dan menguncir rambutnya yang sedari tadi terurai, gerak-gerik gadis ini mampu membuat netra Baskara terpaku.

"Kamu, fakultas seni tari?" Tanya Baskara tiba-tiba.

Gadis itu tampak terkejut, lalu Baskara berdehem, sedikit tersipu karena langsung bertanya tanpa basa-basi. "Kampus kita sama, saya Baskara Sastaji. Kamu yang kemarin kan?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 14 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Malioboro dan Elegi SastajiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang