enam

375 21 2
                                    

“Aku minta maaf atas perbuatan putraku yang menimbulkan masalah kepada anda.” Ujar seorang pria paruh baya sambil mengangkat tangannya sebagai permintaan maaf.

Minhyung duduk di sofa besar di tengah ruangan dengan Luhan dan dua orang pengawal lain yang berdiri di belakangnya.

Minhyung menatap orang di depannya dengan datar. Dia sengaja terbang ke Thailand untuk menemui dan berbicara dengan ayah dari pemuda yang menjadi otak dari pembakaran salah satu gudang senjatanya beberapa waktu yang lalu.

“Jadi, apa yang akan anda lakukan pada Putra anda?” Minhyung bertanya balik, sorot matanya tidak menunjukkan emosi sama sekali. Ini membuat pihak lain tidak bisa menebak suasana hati dan perasaan Minhyung saat ini.

“Aku akan memberinya pelajaran dan membuatnya meminta maaf langsung kepada anda, Minhyung ssi.” Jawab pria itu dengan suara tegang. Karena saat ini anaknya masih di korea

“Aku datang untuk memberitahu anda secara pribadi karena masih menghargai hubungan yang kita miliki. Tapi bukan berarti aku akan selalu seperti ini. Jika Putra anda menimbulkan masalah lain, maka aku akan menanganinya dengan caraku sendiri, jadi ku harap anda mengerti.”

Minhyung adalah orang yang selalu memegang kata-katanya, tidak peduli dengan siapapun dia berhadapan.

“Ya, Aku pastikan itu tidak akan terjadi lagi.” Jawab yang lain dengan cepat.

“Hanya itu yang ingin ku sampaikan pada anda.” Ujar Minhyung dengan nada dingin sebelum beranjak dari duduknya.

“Aku harus pamit sekarang. Masih ada urusan yang harus aku lakukan.” Sambungnya sebelum berjalan keluar ruangan bersama para bawahannya.

“Apa kau sudah menghubungi khun Tawan? Luhan?” Minhyung bertanya kepada Luhan setelah masuk ke dalam mobil dan pergi meninggalkan kediaman relasinya.

“Sudah, Tuan. Khun Tawan menantikan pertemuan dengan anda.” Luhan berbicara tentang mitra bisnis utama Minhyung di Thailand.

Sebenrnya, sebelum pembakaran gudangnya itu, Minhyung memang sudah berniat untuk pergi ke Thailand untuk urusan bisnis. Tapi, karena kasus pembakaran itu, Minhyung terpaksa memajukan jadwal kunjungannya ke Thailand.

“Hmm,” jawab Minhyung di tenggorokannya,

Minhyung mengangkat ponsel pribadinya, dan menekan sebuah nomor milik seseorang yang ada di Korea . Seseorang yang selalu ada dalam pikirannya.

Panggilan itu tersambung, tapi orang itu tidak menjawabnya.

“Donghyuck lebih keras kepala dari yang kukira,” gerutu Minhyung, ketika Donghyuck tidak menjawab panggilan

“Besok kita akan kembali. Apakah anda akan membawa Tuan Donghyuck ke rumah utama?” Luhan bertanya dengan rasa ingin tahu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 03, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Malam Yang Tak TerlupakanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang