Bab Delapan.

14 2 0
                                    

Kemauan Sadira

***

Selepas hari itu, Avita menjadi rutin menjenguk Sadira, lebih-lebih, Kakek dan Neneknya Sadira begitu baik, hingga hari ini, hari ke tiga Sadira dirawat, serta hari ini juga anak kecil itu diperbolehkan pulang, Sadira merengek untuk Avita yang mengatarnya pulang, Sandy sudah benar-benar bingung bagaimana untuk menghentikan Sadira yang masih meminta untuk menelpon Avita, akhirnya jam tujuh pagi Avita ditelpon oleh Sandy untuk diminta tolong menjenguk Sadira hari ini.

Kala itu, saat Avita melihat Sandy di ruangan Sadira ia memilih ke kantin dan tidak menggangu Sandy beserta Sadira yang tengah mendapatkan pertolongan, Avita memanfaatkan waktunya untuk mengisi perut, hingga lagi-lagi laki-laki yang memberinya pakaian tadi mengkagetkannya, ia mengatakan Sandy ingin bertemu dengannya, tapi sayangnya Sandy tak mau meninggalkan Sadira hingga Avita lah yang disuruh ke ruangan Sadira.

Baru saja Avita datang, Sandy menyodorkan ponselnya, dan tidak mengatakan apa-apa, sebelum raut wajah Avita berubah menjadi tanya.

"Takutnya Sadira mencari kamu, sebelumnya, saya Sandy, Ayah Sadira."

Walau raut wajah Sandy tak menampakan senyumnya, Avita malah mengulas senyum, membuat pipinya nan putih mengembang, "Saya Avita," katanya sambil mengambil ponsel dan mengetikan nomornya, "saya harap Sadira cepat sembuh," lanjutnya.

Sandy mengangguk, setelahnya membiarkan Avita yang pamit pulang ke kantor, yang diantar oleh Pak Chandra, tak ada sepatah kata lagi yang keluar dari mulut Sandy hingga punggung wanita itu berbelok menjauhi ruangan VVIP, pikirannya kini berpacu ke masa lalu.

Kenapa perempuan itu benar-benar mirip dia, dia yang ada di masa lalu.

"Iya sayang, Tante ke sana, ini mau siap-siap habis makan," jawab Avita, perempuan itu memamerkan roti bakarnya, membuat Sadira mengangguk riang, adik kecil itu tersenyum dan melambaikan tangannya, hinggat wajah Sandy dari bawah terlihat dari ponsel itu, senyum Avita mengembang, dari bawah ternyata wajah laki-laki itu lebik eksotis, Avita tak mematikan video call itu, hingga tangan Sandy lah yang menekan tonbol merah, memutus sambungan video call itu.

Jam setengah delapan, Avita sudah siap, sebelumnya ada pesan masuk bahwa Sandy mengirim Pak Chandra untuk menjemputnya, lagi-lagi membuat Avita merasa aneh, Avita pikir ia tak perlu diperlakukan semanis ini, tapi pikiran realistis Avita mengambil alih pesona di pipi merahnya, mungkin Sandy takut Avita terlambat hingga mebuat Sadira menunggu, mungkin saja.

Sebelum masuk ke dalam mobil hitam yang sudah tiga kali ia tumpangi, ada Drew yang berdiri berhadapan dengannya, Avita yang berdiri di depan rumahnya, sedangkan Drew menatapnya dari seberang jalan.

Ternyata, tatapan itu masih sama, tatapan benci dan kecewa masih kentara di bola mata Avita, bahkan senyum yang Drew lemparkan diabaikan begitu saja oleh Avita.

Avita masuk ke dalam mobil itu dengan menarik napas dalam-dalam, rasa sakit itu ternyata msih ada, walau sudah sepenuh hati Avita coba mengikhlaskan kesalahan Drew yang terpendam itu, tapi tetap saja, semaunya terasa masih menyakitkan.

Tetangga laknat

Nanti malam ketemu ya, temenim aku mutusin Salsa.

Tetangga laknat yang baru saja menghubungi Avita dalah Drewraka Winata, laki-laki yang baru saja ia temui, entah kenapa sisi hati Avita mengatakan Drew bergitu jahat saat membaca pesan itu, tapi satu sisinya lain tak bisa mengungkiri, Avita bahagia saat Drew mengatakan ia ingin putus dengan Salsa, otomatis Avita akan menjadi satu-satunya perempuan yang ada di hati Drew.

Who? (Tamat / Pindah)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang