03 / Minwon - Cara Apa

848 47 0
                                    

Entah testpack yang keberapa minggu ini. Wonwoo sudah sangat lelah. Tapi keinginannya untuk memiliki anak masih lebih besar dari rasa lelahnya. Mingyu seringkali mengingatkan, kalau mungkin saja mereka belum saatnya. Sekarang adalah waktu yang baik dihabiskan berdua saja dulu.

"Yang, kamu gak ngantuk?"

Wonwoo memang berbaring di kasur. Tapi dia membelakangi suaminya. Mingyu tau, kekasihnya itu sangat sulit tidur akhir-akhir ini. Setelah dilihat lagi, terlihat bahu si manis sedikit bergetar. Kenapa?

"Yang?"

Pria dengan perawakan lebih besar itu menarik bahu Wonwoo. Membuat empunya berbalik dan menyuguhkan wajah yang sudah merah dan basah.

"Kamu nangis? Astaga, Nu."

Dia dengan cepat menarik tubuh suaminya untuk mendekat. Menangis lebih kencang di dadanya. Entah akan sebasah apa nanti, yang penting hati si manis tenang dulu saja.

"Udah. Aku gak mau kamu jadi down gini, yang. Apa kita liburan lagi aja yuk."

"Liburan buat apa? Kerjaan banyak. Kasian yang lain makin repot."

"Ya buat kamu. Biar gak banyak pikiran kayak gini. Kita minta tiga hari aja, atau seminggu?"

Wonwoo terdiam. Dia tak ada mood untuk menjawab lagi ajakan suaminya. Liburan model apalagi yang akan mereka lakukan? Setiap ada jadwal longgar mereka selalu liburan. Keluar kota bahkan negeri. Tapi tetap saja, hatinya masih sakit jika mengingat tentang anak.

Selama 4 tahun pernikahan mereka. Wonwoo tidak pernah tidak semangat jika mengobrol tentang bayi. Entah anak siapa, dia pasti akan menggendongnya. Diajak main, ngobrol, bahkan menyuapi jika belum makan.

Tapi sampai saat ini, belum ada perubahan menjadi status anak mereka sendiri yang dia gendong. Kenapa sangat sulit sekali. Dokter pun sudah berulang kali mengecek, kali saja ada yang salah dengan Mingyu ataupun Wonwoo. Namun mereka terlalu sehat untuk tidak memiliki anak.

"Ayang, aku udah masak. Ayo makan dulu."

"Engg." Wonwoo menggerang. Badannya terasa sakit semua, sampai dia tak yakin bisa beranjak dari kasur sekarang.

"Ayo makan."

Wonwoo menggeliat tak enak. Mingyu yang tadi melihat hanya dari pintu. Kini mendekatinya. "Kamu kenapa?"

Yang benar saja. Badan Wonwoo sudah sangat panas dan terlihat pucat. Mingyu yang mendadak panik akhirnya turun untuk mengambil air minum.

"Astaga, kok bisa sepanas itu sih." Gumam Mingyu yang mengambil gelas dan mengisinya dengan cepat. Kembali ke kamar, membantu suaminya minum karena bibirnya terlihat sangat kering.

Dengan cekatan, pria itu menelfon dokter pribadi mereka. Menjelaskan keadaan Wonwoo yang tiba-tiba saja ngedrop. Apa karena suami manisnya itu menangis parah tadi malam.

"Ini pak Wonwoo-nya kecapekan ya. Kurangin dulu aktifitasnya. Tapi nanti malam kalau masih belum turun panasnya. Saya kasih surat rujukan ke rumah sakit. Takutnya gejala yang lain. Bedrest ya pak."

"Terimakasih dok." Mingyu mengantar dokter ke depan, sekaligus berterimakasih karena sudah datang dengan cepat.

"Suaminya jangan dibiarin banyak pikiran ya pak. Diusahakan di alihkan ke hal lain. Takut makin buruk kondisinya. Soalnya sudah sering ngedrop seperti ini."

"Iya dok. Terimakasih bantuannya."

Mingyu sedikit membungkuk, lalu kembali ke kamar. Melihat Wonwoo yang sudah tertidur lelap ditutup dengan selimut tebal.

"Min."

"Hm? Belum tidur ternyata."

"Nggak bisa tidur."

"Udah, dibuat tidur aja."

"Aku beneran cuma kecapekan? Aku pingin sakit tapi karena punya baby. Bisa gak?"

"Yang. Jangan bahas itu lah. Istirahat dulu pikirannya."

"Kenapa sih kita gak dapet-dapet. Kwan baru nikah udah dapet. Hao, sama bang Han juga udah dapet."

"Jangan banding-bandingin gitu, yangg. Mungkin kita disuruh pacaran dulu berdua. Dipuas-puasin."

"Apa Tuhan gak percaya ya kalo kita bisa jaga bayi dengan baik?"

"Nu."

"Apa cuma aku yang gak dipercaya?"

"Udah!"

Wonwoo menatap suaminya yang baru saja membentak. Kalimatnya melewati batas ya? Padahal dia cuma penasaran saja, kenapa Tuhan tidak percaya padanya untuk menitipkan mereka buah hati.

"Kamu istirahat. Aku ambil makanan dulu, aku suapin ya." Mingyu keluar kamar dengan tangan yang meremas rambutnya. Tanpa sadar dia berteriak pada suaminya, bahkan dengan kondisi sakit. Kelepasan.

Dia juga lelah harus mendengar Wonwoo yang selalu saja membandingkan dirinya dengan orang lain. Berucap bahwa dia tak pantas. Bahkan sampai bisa menyalahkan Tuhan.

Mingyu masuk dengan nampan berisi nasi dan sayur yang baru saja dia masak. Menambahkan apel, kali saja Wonwoo tak mau makan nasi.

Si manis melihat suaminya yang dengan telaten menyuapinya. Sangat merepotkan ya menikah dengan Wonwoo? Karena ini bukan kali pertama Mingyu tidak berangkat kerja karena harus menjaga suaminya yang lemah dan gampang sakit. Apa mungkin mereka hanya perlu waktu bebas berdua, sekali lagi?

"Min. Ayo liburan. Dua minggu."

Seventeen Married LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang