Awal bulan Maret ini, Jeonghan dan Seungcheol super sibuk. Tenang, ini bukan masalah pekerjaan. Mereka sudah cuti untuk sekiranya 3 bulan kedepan bagi Seungcheol dan batas yang belum di ketahui untuk Jeonghan. Mereka sedang sibuk-sibuknya menata final kamar untuk Meera.
Siapa Meera? Makhluk kecil yang sekarang masih berada di perut Piya-nya. Tak terasa satu bulan lagi mereka akan bertemu langsung. Jika diingat-ingat, selama 8 bulan lalu menjadi masa paling naik turun di hidup pasangan ini.
Jeonghan itu ringkih, tapi sangat keras kepala. Seungcheol yang punya karakter keras saja kalah dengan suaminya. Setelah acara In The Soop lalu. Jeonghan sudah langsung mengikuti pemotretan, event, bahkan jadwal lain. Setelahnya, ya tumbang.
Dia masuk rumah sakit selama 4 hari. Seungcheol merutuki dirinya karena tidak bisa menjaga dengan baik suami dan juga anak yang masih di dalam kandungan. Tapi Jeonghan selalu bilang, semua itu kemauan dirinya sendiri, bukan salah Seungcheol.
Omong-omong, bulan ini anak Minghao dan Jun akan lahir. Rasa takut pada Jeonghan, membayangkan akan seperti apa nanti saat dia melahirkan. Kadang membuat dia merinding sendiri. Bagaimana jika dia tak bisa.
Tapi menurut tetua yang sudah sukses melahirkan bayi gembul bulan lalu. Memberikan testimoni pada Jeonghan bahwa semua rasa sakit, lelah, dan takut itu akan hilang saat mendengar suara tangisan bayi.
Setelah dipikir-pikir. Memang selama ini lebih banyak rasa antusias daripada takut. Seperti waktu pertama kali mengetahui jenis kelamin anak mereka. Mereka berdua benar-benar senang mendengar perkataan dokter bahwa anak mereka perempuan.
"Baby pattotie, cewe ternyata papa. Gimana papa seneng nggak?"
"Seneng dong." Jawab Seungcheol dengan merengkuh pinggang suaminya.
"Aku juga seneng. Bisa di dandanin nanti. Ih lucu. Gak sabar pakai kuncir."
Seungcheol mencium perut Jeonghan. Kelak akan ada teman centil persis Jeonghan. Yang mungkin mereka akan sama-sama merias diri dan melakukan hal lucu di depannya.
Kini Jeonghan sedang duduk di sofa dalam kamar Meera. Tema pastel yang sangat netral ini adalah pilihan Jeonghan. Semua printilan yang ada di kamar juga atas kesibukannya menyusuri online shop.
"Pa, gimana kalo kasurnya langsung dihadapin ke jendela?"
"Jangan dong, yang. Kena matahari langsung nanti dia. Mateng anak aku."
"Ish! Gitu ya?"
"Kasurnya taruh di samping lemari aja, biar agak nutup dari jendela."
"Oke deh."
Soal menata barang, Seungcheol jagonya. Jeonghan cukup beli dan beli saja. Rumah ini masih muat kok jika Jeonghan membeli banyak barang lagi yang sebenarnya tak dibutuhkan juga alias pajangan.
Mereka melanjutkan menata kamar sedemikian rupa. Jeonghan berusaha untuk banyak jalan, walaupun sering sesekali duduk karena gampang lelah. Mereka memutuskan membersihkan kamar ini sendiri, bukan mbak. Hanya agar bisa lebih merasakan sensasi mengurus kamar anak saja.
Sudah empat jam mereka ada di kamar itu. Tiba saatnya juga untuk meluruskan punggung mereka yang mulai terasa pegal karena memindahkan banyak barang.
Seungcheol menyiapkan kasur di kamar mereka. Sedikit menata bantal untuk sanggahan tidur Jeonghan. Suami cantiknya itu terlihat sangat lelah, setelah keluar dari kamar mandi karena mulai sering mondar-mandir untuk buang air kecil.
"Sini tidur. Capek?"
"Mau bilang capek. Tapi aku cuma lempit-lempit doang. Kamu yang angkat-angkat barang."
"Lho, kan kamu lempit-lempit sambil bawa Meera, yang. Sama aja beratnya. Aku pijitin ya."
"Boleh."
Seungcheol mengelus punggung Jeonghan dan sedikit menekan bagian yang sekiranya pegal. Sudah pasti yang dipijit keenakan sampai terlihat mau tidur saja itu mata.
Perut besar ini membuat dia sangat sulit dengan posisi tidurnya. Badan gampang kebas karena di posisi miring dalam waktu lama. Jadi dia sering ke kanan dan kiri. Untuk tidur saja rasanya semerepotkan ini.
Setelah pijitan super dari suami. Jeonghan sedikit telentang. Membiarkan punggungnya lurus karena masih saja pegal. Seungcheol mengelus lagi perut itu.
"Anak papa kayaknya udah tidur deh. Ini Piya-nya tidur juga yok."
"Iya, aku ngantuk."
"Tidur aja, yang." Seungcheol mengelus rambut Jeonghan yang baru beberapa hari lalu di potong pendek. Menyiapkan agar nanti tidak gampang gerah saat Meera sudah lahir.
Jeonghan akhirnya tidur lebih dulu. Seungcheol memandang lama. Sudah 5 tahun ya mereka hidup bersama sebagai pasangan menikah. Rasanya masih seperti mimpi bahkan ketika Seungcheol melirik perut Jeonghan.
Sebentar lagi rumah ini akan ramai dengan suara tangisan bayi. Rumah yang dituntut Jeonghan untuk selalu bersih. Pasti akan diobrak-abrik oleh manusia sachet dengan mainan kecil-kecilnya kelak.
Di samping itu, mbak adalah saksi hubungan pasangan ini. Dia sudah bekerja dengan Seungcheol selama tiga tahun. Dulu saat masih sempat, mereka berdua mengurus rumah sendiri. Tapi akhirnya, karena jadwal yang mulai sibuk dan super padat. Mereka akhirnya menjadikan rumah hanya untuk tidur dan esoknya ditinggal kerja lagi. Sehingga tidak ada yang mengurus.
Satu bulan lagi. Pekerjaan mbak akan makin rumit dengan bayi kecil. Rumah akan sering kotor, Jeonghan juga pasti akan sering teriak memanggilnya karena harus mengurus ini dan itu ketika dengan Meera. Tenang, Meera adalah bayi perempuan yang benar-benar ditunggu oleh banyak orang. Selamat bertemu soon ya, baby pattotie-nya piya dan papa.
(rebahan setelah namatin ngurus kamar bayi)
KAMU SEDANG MEMBACA
Seventeen Married Life
FanfictionGimana jadinya kalau Seventeen sibuk dengan kehidupan pernikahan mereka disamping menjadi idol grup? Lanjutan dari Fake Sub In The Soop Couples Edition di instagram @eciaa.me 🖤 Happy reading