Chapter Seven: Great Responsibility

39 6 0
                                    

Bel pulang sekolah udah bunyi, harusnya anak ekskul perkusi latihan soalnya ini hari Kamis. Tapi, A' Caca lagi gak bisa dateng gara-gara lagi siap-siap jadi gitaris pengganti buat band terkenal di Bandung, mau manggung di hari Sabtu ini.

"Nik, maneh ke Koridor?" tanyaku ke Niko yang lagi ada di depan kelasnya. Niko lagi nyedot minumannya, "iya, ini mau. Emang kenapa gitu, Za?"

"Aing mau ikut lah," jawabku. Niko kaget ngedengernya. "Loh, tumben?"

"Diajak si Gilang," kataku. "waktu itu ketemu di kantin terus diajak nongkrong di sana."

"Tapi aing nganterin Echa dulu," bales Niko. Aku nganggukkin kepala, "iya, aing duluan aja."

Kita berdua jalan ke parkiran motor. Di jalan, Niko nanyain tentang kejadian di kantin waktu hari Senin kemarin. "Tapi Gilang bukan tipe yang ngajak gelut orang random gitu, sih," kata Niko. "si Ghazy juga bercanda doang itu mah!"

"Za, tapi hati-hati aja," sambung Niko. "aing cepet da, tuh Echa juga udah dateng."

Aku nyetir motor ke tempat anak-anak Koridor biasa ngumpul, taman yang rindang dan asri di depan kantor RW deket sekolah. Oh, mungkin ini alesan kenapa nama komunnya Koridor, soalnya mereka emang nongkrong di deket koridor yang ada di kantor RW. Sebenernya ini bukan koridor sih, tapi gak tau ah!

Ada beberapa orang yang aku kenal, salah satunya temen kelas sepuluh aku dulu, Hilmy. Kalo gak salah dia lagi ngedeketin Hani, tapi aku jarang liat mereka lagi berduaan gak kayak si Jule yang sering berduaan sama Mayumi di depan kelasnya. Kalo kata Jule, dia sama Hilmy ngedeketin Mayumi sama Hani barengan. Maklum, mereka berdua emang deket, soalnya Hilmy juga anak kelas 11 IPA 2.

"Oy, Za! Tumben ke sini?" sapa Hilmy begitu ngeliat aing. "Aing yang ngajak, My!" sahut Gilang.

"Halo, My," balesku. "iya, Senin kemarin Gilang ngajakin aing ke sini."

Hari ini cuma ada sedikit anak Koridor yang lagi nongkrong. Di sini cuma ada Gilang, Ricky, Ghazy, Hilmy, sama dua orang lagi yang gak aku kenal. "Za, maaf euy aing kemaren bercanda," kata Ghazy. "eh, aing Ghazy."

Aku duduk di sebelah Hilmy, "iya, santai aja!"

* * *

"Gelo euy, si Anza bisaan jadian sama si Haura! Aing masih gak nyangka," kata Ghazy. "Pesona gitaris mah emang beda, Zy!" sahut Hilmy, Gilang cuma ketawa.

Ada banyak hal yang baru aing tau setelah kurang lebih satu setengah jam ngobrol sama beberapa anak Koridor. Pertama, mereka seru buat diajak ngobrol. Kedua, Ghazy emang suka bercanda. Ketiga, Gilang gak seserem itu. Terakhir, Ricky ternyata gak begitu pendiem kayak keliatannya.

"Aing mah introvert," kata Ricky. "si Ghazy tah, extrovert pisan!"

"Iya, Za," kata Gilang nimpalin. "santai aja sama araing mah. Aing cuma pengen tau aja maneh orangnya kayak gimana."

"Seru juga euy maneh," kata Ghazy ke aing. "nanti ke sini lagi atuh!"

Aneh, mereka ... unik.

"Tuh kan, kata aing juga si Ghazy mah bercanda doang Za," kata Niko yang udah dateng abis nganterin Echa ke tempat bimbelnya di deket sini. "emang suka gak tau tempat aja si Ghazy mah!"

"Ah, maneh jangan gitu atuh Nik," bales Ghazy ke Niko. "aing jadi mau nangis, gini-gini juga aing punya hati!"

Kita ketawa ngedenger respon Ghazy ke Niko. Gilang ngajakin aing beli minum di tukang minuman di gerobak yang agak jauh dari tempat kita nongkrong. "Za, ayo beli minum, aing yang bayarin!"

"Za, maneh udah diceritain sama Haura?" tanya Gilang pelan begitu udah jalan agak jauh dari anak-anak Koridor. Aing ngeliatin Gilang agak bingung, "tentang?"

"Tentang kenapa Haura mutusin aing," bales Gilang. "Belum," jawab aing. "aing juga belum nanya, sih."

"Maneh mau tau gak, Za?" tanya Gilang yang lagi mesen minumannya. "Maneh mau apa?"

"Samain kayak maneh aja," jawab aing. "kalo maneh mau cerita, aing juga pengen tau sih sebenernya."

Gilang ngajak aing duduk di kursi tukang seblak yang ada di sebelah tukang minuman. "Duduk, Za!"

"Jadi, aing teh pacaran dari SMP," kata Gilang. "emmm, dua tahun lebih dikit lamun teu salah."

"Haura mutusin aing gara-gara dia gak suka kalo aing ikut komun-komun kayak gini," lanjut Gilang. "Tapi waktu kelas sepuluh, ikut komun begituan kan wajar aja ya kalo di SMA. Maneh inget G30S tahun kemaren, gak?"

"Oh, yang berantem sama SMA lain tea?" jawab aing.

"Tah, eta," bales Gilang. "SMA araing kan menang, waktu itu kebetulan aing yang disuruh berantem sama kakak kelas gara-gara badannya gede terus kebetulan di SMP aing juga pernah ada kejadian kayak gitu."

"Dari situ, aing ditunjuk jadi ketua angkatan araing di Koridor," lanjutnya. "waktu itu, daripada aing digebukin sama kakak kelas gara-gara mau keluar Koridor, mendingan aing ngeiyain permintaan si Haura."

Aing jadi simpati sama Gilang. "Pokoknya mah maneh jangan sampe jadi kayak aing, Za," kata Gilang. "tapi udah lah, buat aing juga itu mah udah lewat masa-masanya. Aing yakin maneh pasti lebih baik dari aing."

"Ayo, ke sana lagi!" seru Gilang. Kita berdua berdiri dari tempat duduk, balik lagi ke tempat temen-temen pada nongkrong.

"... aing gak tau maneh bisa gelut atau enggak," kata Gilang mecahin keheningan diantara kita berdua sambil jalan balik.

"Tapi, kalo maneh emang harus berantem ..." lanjut Gilang. "berantem sama orang yang ngeganggu temen maneh, keluarga maneh, atau cewek maneh. Pokoknya, jagain orang yang maneh sayang, Za. Satu lagi, apa yang Haura minta dari maneh pasti hal baik."

Aku nganggukkin kepala, "pasti, Lang."

Ini kayak Peter Parker lagi dikasih wejangan sama Uncle Ben aja?

Ditto!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang