Dev;

90 11 0
                                    

Devaanello;

"Sayang maaf  ya tadi nggak bisa temenin ke rumah sakit." ucapku setelah duduk di tepi kasur milik Elena.

"Nggak perlu minta maaf, Dev. Kamu kan kerja." jawabnya sambil tersenyum. Elena duduk bersandar dengan selimut menutup sebatas perut. Saat aku masuk tadi, dia sedang menonton film.

Selalu merasa bersalah saat aku tidak bisa mengantarkan Elena untuk terapi ke rumah sakit. Memang Elena tidak pernah menyuruhku mengantar, tetapi jika ada waktu senggang tidak bekerja aku selalu mengusahakan mengantarnya. Ada rasa haru saat aku melihat Elena berlatih berjalan. Aku melihat seribu harap dari kegigihan Elena untuk bisa berjalan normal lagi. Hal itu yang membuatku ingin selalu menemaninya saat ke rumah sakit. Elena masih punya harapan.

Aku pulang dari kantor langsung menuju rumah Elena. Sudah menjadi rutinitasku 2 hari sekali di sebulan terakhir ini. Atau minimal seminggu 2 kali saat aku sedang sibuk-sibuknya di kantor. Aku selalu menyempatkan hadir menemani Elena. Aku tahu dia sangat kesepian.

"Kamu mandi di sini?"  tanya Elena sambil melihat rambutku yang basah.

Aku mengangguk. Memang aku selalu bawa baju ganti saat akan singgah ke rumah Elena.

"Kok keramas sih malem-malem," khawatir Elena memegang rambut pendekku yang basah.

"Biar seger." jawabku menahan tangan Elena yang sedang berada di kepalaku kemudian membawanya untuk kuberikan kecupan singkat tepat pada cincin tunangan yang terselip di jari Elena itu.

"Udah makan?"

Elena menggeleng.

"Kenapa belum??" kekhawatiranku terdengar jelas.

"Nunggu kamu. Aku tahu pasti hari ini kamu dateng. Kamu juga belum makan kan pasti?"

Aku menghela nafas. "Jangan gitu lain kali, Sayang. Harusnya kamu tadi minta tolong Bi Arum buat hubungin aku. Kan aku bisa mampir beli makan dulu."

"Aku juga udah makan, habis ketemu client tadi."

Elena melipat bibir bawahnya.

"Yaudah sekarang mau makan apa?" Aku mengeluarkan ponselku dari saku. Berniat memesan makanan.

"Lagi pengen nasi goreng sama ice cream. Mau toast juga yang manis."

"Ice creamnya nggak usah ya? Udah malem ini."

"Aku bukan anak kecil Deev," sahut Elena.

"Ya ya, yaudah."

"Terima kasih Mas Devaa!" ucap Elena senang kemudian menghambur ke pelukanku.

Aku membalas pelukannya dengan ponsel yang masih kugenggam.

"Aku suka kalo kamu manja terus manggil Mas gini,"

"Makin sayang." lanjutku mencium keningnya sebelum melepaskan pelukan kami.

Elena tersenyum kemudian kembali bersandar seperti posisi awal.

"Kamu nggak mau pake hp lagi?" Aku bertanya sambil berkutat dengan ponsel, memilih-memilih makanan di aplikasi sesuai keinginan Elena tadi.

"Masih belum pengen."

"Buat kabar-kabaran aja, Sayang. Biar kalo kamu mau apa-apa bisa hubungin aku. Aku juga kadang kangen suara kamu, pengen telponan."

DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang