Bagian Satu

273 23 9
                                    

"Key, nanti pulang jam berapa?"

Keyzan melepas sabuk pengamannya sebelum menoleh ke Chris dan bicara, "Aku dijemput Mang Samir aja, Pa. Papa kan sibuk di kantor. Papa lupa kalau sebentar lagi perusahaan Papa mau ikut konferensi internasional?" Dengan omongan sedewasa anak bungsunya ini, Chris hanya bisa mencibir separuh meremehkan.

"Bocah SMA seperti Key begini, sok tahu sekali sama urusan Papa, ya?"

Keyzan terkikik sebentar, lantas meraih ransel di bangku belakang dan sigap mengenakannya di punggung. Sebelum turun dari mobil, dia melempar satu senyuman sambil menggeleng berkali-kali, baru berujar, "Pokoknya, kalau nanti aku lihat mobil Papa di depan gerbang sekolah, aku langsung lari ke halte bus. Okay?"

Chris terpaksa mengangguk sekilas, "Iya, iya. Jangan lupa makan siang sama minum obat, Key. Bi Zaima udah nyiapin semuanya di dalam tasmu, kan?"

"Yap." Keyzan akhirnya sudah berada di luar mobil, ia juga menyempatkan diri untuk mengintip wajah Chris melalui kaca jendela yang separuh terbuka itu. "Padahal, aku bukan anak TK lagi, loh. Aku benci dimanja, tahu. Abis ini, aku janji bakal nyiapin semuanya sendiri."

Chris tersenyum, "Nggak mau. Semua orang di sekitar kamu begitu karena nganggep kamu berharga, Key. Ya sudah, sana, cepat masuk. Titip salam untuk Jael sama Hedaz, ya?"

"Mm." Keyzan perlahan memundurkan langkah. Dia sudah membiarkan Chris menutup kaca jendela mobil. Namun, sebelum benar-benar rapat tertutup, dia malah menghentikannya dengan satu seruan, "Papa! Papa juga jangan lupa makan teratur sama minum vitaminnya, ya. Sampai jumpa nanti malam. Bye!"

Karena Chris tahu dirinya lemah akan secuil perhatian semacam ini, maka dia memilih untuk segera melajukan mesin mobil menjauhi pelataran sekolah Keyzan. Sungguh, dia merasa nyaris terharu sekarang. Setidaknya, dia harus menimpali Keyzan dulu sebelum melarikan diri seperti ini, tapi dia benar-benar tidak sanggup. Entah mengapa, alasannya mungkin karena dia sudah lama tak mendapat sikap kelewat hangat seperti itu dari anak-anaknya, tapi dua bulan ini-dua bulan di mana mereka akhirnya sudah tidak menganggap dirinya sebagai orang asing, dua bulan di mana mereka akhirnya menjadikan dia sosok ayah-ya hal lumrah selayaknya keluarga ini malah dia syukuri setengah mati.

Kemudian, Keyzan mengedik sambil menertawakan tabiat Chris. Ternyata, tali sepatunya longgar, sehingga dia perlu membungkuk sejenak demi membenahi untaian tak rapi itu. Setelah menyelesaikan urusannya, dia pun kembali berdiri tegap, tapi agak terkejut saat menemuk remaja laki-laki seumurannya; berambut hitam legam, bermata tajam, dan berwajah tirus.

"Keyzan Li?"

Keyzan mengerjap beberapa kali sebelum membenarkan, "Sori, tapi siapa, ya?"

"Kakak kamu Brazka Li, kan? Kakakmu yang super duper jenius itu udah lulus dan nggak bakal ngintilin kamu ke manapun sekarang?"

Keyzan merasa aneh, orang ini punya senyuman serupa seringaian, jadi dia menyangsikan, "A-apa maksudmu?"

Kemudian, laki-laki ini mengangkat sebelah alis sambil menyumbang tawa, "Aku baru tahu kalian ternyata punya satu kesamaan." Ada jeda dia gunakan untuk bersedekap sekaligus mendengkus, "Kalian sama-sama hobi penasaran."

Menurut Keyzan-orang ini memang tidak beres. Dia datang hanya untuk memberikan pernyataan tak berguna semacam itu, yang jelas-jelas membuatnya bingung.

"Jelasin apa masalahmu sebelum ngoceh hal-hal non-sense kayak gitu, deh." Keyzan pun akhirnya punya ruang untuk meneliti laki-laki ini dari atas sampai bawah. Seragam mereka sama. "Kamu satu sekolah sama aku, tapi aku beneran nggak pernah kenal kamu. Makanya, bilang apa masalahmu sama aku dan-kenapa juga kamu bawa-bawa nama kakakku?"

This is Home! {Season 2}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang