Bagian Dua

230 21 9
                                    

Hari ini, Jael datang agak kesiangan dari hari-hari biasanya. Namun, begitu sampai di kelas, dia kira Hedaz dan Keyzan sudah duduk di bangku mereka, ternyata nihil.

"Loh. Key belum dateng?"

Jael menoleh, mendapati Hedaz menyusul kedatangannya dengan cengiran seperti biasa. Sekali lagi, Jael mengedarkan pandang, siapa tahu dia terlewat sebab Keyzan tidak pernah datang mepet-mepet jam pelajaran pertama begini.

"Tumben. Emang lagi macet, sih, jalanan."

Tanpa merasa janggal, Hedaz pun mendului Jael untuk duduk di bangkunya. Sementara itu, Jael justru ragu, dalam benaknya Keyzan mungkin saja kambuh dan pingsan di toilet? Alhasil, dia berbalik, tapi seketika mengurungkan niatnya tersebut saat berpapasan dengan Keyzan—yang mencucurkan keringat sebesar butir jagung di pelipisnya.

"Key nggak papa?"

"Nggak," balas Keyzan. Kemudian, ada senyum sumringah yang dia pamerkan. "Ngapain di situ? Buruan duduk. Abis ini, bel bunyi."

"Key bohong."

Langkah Keyzan terhenti saat Jael berujar demikian. Dia menunggu sampai akhirnya Jael berdiri di hadapannya dan mereka kembali bersitatap.

"Kamu mau bilang apa sebenernya? Ngerasa aneh aku berkeringat gini? Kan wajar, El."

Jael menggeleng, lalu meneliti Keyzan dari atas sampai bawah, baru menimpali, "Tetep aja aneh di mataku. Kayak ada yang beda, tapi aku belum nemu apa itu. Kamu abis dari mana emangnya?"

Keyzan tergelagap sejenak sebelum asal beralasan, "Baru sampe. Aku lari tadi, soalnya gerbang hampir ditutup."

"Tapi, muka kamu kayak muka ketakutan—"

"—takut apa?"

Jael mengesah, lantas berupaya mengalah, meski hatinya tidak tenang, baru menyetujui, "Yah, sori. Aku kan cuma khawatir. Takutnya, kamu diapa-apain sama siapa gitu. Kalau ada apa-apa, bilang ke aku sama Hedaz, ya."

Keyzan begitu saja mengangguk, "Lagian, orang nggak ada apa-apa. All is well. Jangan mikir macem-macem, El."

Selanjutnya, siswa-siswi lain mulai meramaikan seisi kelas, disusul kehadiran guru biologi mereka, sehingga obrolan itu terhenti. Setidaknya, Keyzan selamat dari rasa penasaran Jael hari ini, entah besok, lusa, atau hari-hari seterusnya.

***

Chris benar-benar sangat sibuk belakangan ini. Dia bahkan melewatkan beberapa jam makan demi menyelesaikan rapat penting dengan para karyawannya. Karena ini mengenai konferensi internasional yang menyangkut citra perusahaannya, dia harus memberikan yang terbaik. Acara itu akan menghadirkan perusahaan-perusahaan tambang dari negara-negara bergengsi lain dan dia tentu ingin membangun Ezzel Corporation melebihi ekspekstasi siapapun.

Kini Chris terduduk lemas di ruangannya. Sekujur tubuhnya terasa pegal bukan main. Tapi, mau bagaimana lagi? Ini sudah konsekuensi. Setidaknya, Chris akan tetap begini sampai dia berhasil menemukan siapa penggantinya—mengingat anak-anaknya tidak akan mungkin terjun di bidang ini, dia jelas makin sulit memutar otak. Apalagi dia tidak bisa memaksa Cayden dan Jourta, yang jelas-jelas sudah nyaman dengan pekerjaan mereka. Satu dengan musik, satu lagi dengan tari. Satu menjadi komposer, satu lagi menjadi koreografer. Bidang seni seperti itu memang yang disukai Cayden dan Jourta, Chris tentu tidak mungkin mengubur kembali mimpi mereka.

"Pak Chris."

Chris terkejut saat Daryl tiba-tiba sudah berdiri tepat di depan mejanya. Sepasang mata Chris yang blur seketika terbuka lebar saat laki-laki bertatapan teduh itu menyodorkan setumpuk berkas padanya.

This is Home! {Season 2}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang