Bagian Tiga

114 18 3
                                    

Hari itu—hari di mana Keyzan datang agak terlambat ke kelas adalah malapetaka baginya. Dia sempat kelimpungan saat Jael mendesaknya, tapi sebisa mungkin menghindar dengan alasan konyol. Samir memang mengantar Keyzan ke sekolah dan menurunkannya tepat di depan gerbang, namun satu jam lebih awal dari jam biasanya. Sehingga, dia putuskan untuk duduk-duduk dulu di tepi lapangan. Karena ulangan harian Biologi akan dilaksanakan, maka dia gunakan kelebihan waktunya untuk membaca ulang catatan milik Jael.

 “Sendiri?” 

Keyzan mengangkat kepala, seketika menutup bacaan yang semula menyedot seluruh atensinya, dan mendapati wajah seorang laki-laki yang memiliki kesan tak baik tempo hari itu—ya, Randy Pangestu. 

“Kamu lagi? Kenapa?”

Keyzan bersuara setenang mungkin, tapi Randy membalasnya dengan dengkusan. Meski diliputi rasa takut, karena bagaimanapun sudah tidak ada Brazka yang bisa menolongnya di saat-saat merepotkan seperti ini, dia tetap harus percaya diri.

“Ada masalah apa, sih?”

Randy menyeringai, lalu menyeret Keyzan agar berjalan sesuai ritmenya. “Ikut aku bentar—”

“—ikut ke mana? Nggak!”

“Ikut aku bentar!”

Setelah dibentak, Keyzan terpaksa menurut. Dia ingin tahu apa yang mau dilakukan Randy hingga orang ini tampak begitu membencinya. Ternyata, dia dibawa ke area super sepi di belakang gedung sekolah. 

“Ngapain ke sini? Kalau aku ada salah, kamu bisa jelasin apa salahku. Nggak gini caranya!”

Seumur hidup, Keyzan tidak pernah meninggikan nadanya saat bicara dengan orang lain, tapi untuk sekarang dia pikir Randy cukup keterlaluan.

“DIEM, DEH!”

Keyzan mendelik saat Randy membanting dirinya ke tanah. Dia sempat merintih, bahkan ada ringisan di wajahnya. Namun, yang ditunjukkan Randy hanyalah ekspresi menyimpan dendam kesumat. 

“Kamu sama kakak kamu, tuh, sama aja! Si Brazka tukang kabur itu ternyata punya adek selemah ini?!”

“Jangan bawa-bawa Kak Brazka! Masalahmu itu sama aku atau sama Kak Brazka, sih?!”

“Kamu pasti ngira kalau kakak kesayanganmu itu sosok sempurna yang nggak punya cacat sama sekali, kan? Salah, Anjing!”

Keyzan mengatupkan bibirnya rapat-rapat, merasa sangsi dengan seruan Randy barusan. 

“Ma-maksudmu?”

“Kalau si Brazka yang jenius itu aja bisa menyakiti dan melukai kakakku, kenapa aku nggak bisa ngelakuin hal yang sama buat adeknya?”

“I-ini pasti salah paham!”

Randy seketika mendengkus, “Apa? Ulangin lagi, salah paham katamu?! Beraninya—”

“—Ndy! Randy!” 

Randy menghela napas ketika panggilan seorang murid laki-laki itu ditujukan untuknya. Untuk saat ini, Keyzan bisa melepas udara di paru-parunya setelah ia menahan mereka sejak semenit lalu dan sekarang dia perlu memperhatikan interaksi orang-orang asing ini.

“Kenapa?” tanya Randy, pongah, saat orang tersebut sampai di tengah ia dan Keyzan, orang yang berhasil menginterupsinya ini malah berdecak. “Kenapa, sih, Dion?!”

Karena Randy sangat kesal sekarang, itu bisa jadi alasan mengapa urat lehernya sampai muncul saat ia berteriak pada Dion—teman sekelasnya, lebih tinggi darinya, tapi lebih lemah lembut darinya. 

This is Home! {Season 2}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang