Prolog

11.6K 78 0
                                    

"Mas, bisa antar Lisa ke sekolah? Aku harus cepet-cepet. Udah telat briefing pagi."

Karen berusaha mengejar Devan yang sudah sampai di depan pagar sambil menggandeng Lisa.

"Tapi Mas juga udah telat ketemu klien, Ren."

Menyesuaikan diri di rumah baru, ternyata butuh waktu sangat lama untuk kerasan. Hal itu membuat mereka sulit tidur saat malam hari. Akibatnya, saat waktunya untuk bangun, malah jadi waktu tidur paling nyenyak.

Devan melirik ke arah Lisa yang hanya bisa memandang kedua orang tuanya yang sedang berdebat.

"Sebentar ya." Devan tersenyum manis pada Lisa. Meminta anak berumur 5 tahun itu untuk menunggu sebentar lalu menarik Karen sedikit menjauh sebelum melanjutkan percakapan mereka. Devan tidak ingin Lisa mendengar perdebatan orang tuanya.

"Ren, kalau aku telat. Klienku bisa aja mutusin kontrak. Sementara kamu. Kamu itu bos disana. Jadi nggak apa-apalah telat dikit."

Karen menyilangkan tangannya di depan dada.

"Kalau telat, aku jadi contoh yang nggak baik buat karyawan aku."

"Sekarang kamu juga udah telat kok."

"Tante Runi!" Teriakan kecil Lisa membuat Devan dan Karen menoleh ke arah gadis kecil itu.

Seorang wanita memberhentikan motor matic birunya tidak jauh dari mobil Devan yang terparkir.

"Halo Lisa!"

Dia membalas sapaan Lisa setelah membuka kaca helm yang dikenakannya.

*

Pagi yang cerah. Seperti biasanya.
Cuaca mendukung Aruni untuk menjajakan kue-kuenya di sekitar sekolah. Seperti donat, risol dan lain-lainnya.

Biasanya kalau datang pagi-pagi, dagangannya cepat habis. Diburu para ibu-ibu juga para murid untuk sarapan.

"Tante Runi!"

Panggilan itu membuat Aruni menoleh lalu memberhentikan motor yang dikendarainya.

Aruni membuka kaca helm.

"Halo Lisa. Kok belum berangkat?"

Lisa melirik ke arah orang tuanya yang berdiri tidak jauh. Membuat Aruni ikut melirik ke arah Karen dan Devan yang baru saja menjadi tetangga samping rumahnya sekitar tiga hari ini.

"Tante Runi mau ke sekolah Lisa 'kan?" Tanya Lisa setelah mengalihkan lagi pandangannya ke arah Runi.

"Hm. Iya. Kenapa? 'Kan kita juga sering ketemu di sekolahan."

"Tante Runi, boleh nggak Lisa ikut bonceng? Papa sama Mama Lisa mau buru-buru berangkat kerja soalnya."

"Eh, Runi!" Karen berlari kecil mendekati Lisa dan Aruni. "Gue bisa minta tolong sekalian anterin Lisa? Gue sama Devan udah telat banget." Karen berbicara santai pada Aruni.

Aruni sempat terkejut saat mengetahui teman SMA nya dulu, Karen, yang ternyata menjadi tetangga barunya.

Dulu mereka memang bukan teman dekat, tapi sering cukup mengobrol dan menyapa.

Karena Karen cukup pendiam, Aruni tidak tahu bagaimana cara mengajak Karen berteman. Aruni malah jadi takut salah-salah kata karena tidak begitu mengenal Karen dan malah membuat Karen enggan berteman dengannya.

Berbeda dengan Aruni yang mudah bergaul dengan siapa saja.

Waktu yang berlalu, entah bagaimana membuat mereka jadi sering berbincang. Aruni jadi tahu kalau Karen hanya kurang pintar bersosialisasi.

Pertemanan itu terjalin sampai mereka lulus SMA setelah itu mereka tidak pernah saling berhubungan lagi.

Hingga sekitar 3 hari lalu. Ada tetangga yang baru saja pindah ke rumah di sampingnya yang sudah kosong selama beberapa waktu.

Aruni akhirnya bertemu lagi dengan Karen sekaligus keluarga kecilnya yang sempurna. Anak yang cantik dan suami yang tampan.

"Oh ya udah. Sekalian aja kalau begitu." Sahut Runi. Tidak keberatan sama sekali. Toh, sekolah tidak begitu jauh dari pintu masuk komplek. Hanya saja Karen dan Devan harus pergi ke arah berlainan.

"Ayok naik." Karen membantu Lisa untuk naik ke motor Runi.

"Gue pergi ya." Aruni berpamitan pada Karen.

Melirik sebentar ke arah Devan, hanya berniat untuk berpamitan juga.

Deg, karena tatapan tajam Devan yang selalu ia tunjukkan, membuat jantung Aruni bergemuruh.

Devan membalas Aruni dengan anggukkan kecil.

Bolehkah Aruni terus merasakan gemuruh di hatinya saat melihat Devan? Padahal Aruni juga tidak tahu kenapa perasaannya seperti itu.

Maka dari itu dia sedikit menghindari suami Karen.

Tapi, sejak mereka saling mengenal, Aruni merasa kalau Devan sering mencuri-curi pandang terhadap dirinya.
Begitupun juga dengan Aruni.

Namun pikiran itu selalu ditepis Aruni, mungkin apa yang dilakukan Devan hanyalah perasaannya saja.

Milik Tetangga [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang