Extra Part 1

3.1K 84 6
                                    

Perhatiannya tak beralih dari kalender yang ada di atas meja rias. Sudah beberapa kali sejak mulai pagi ini ia terus terusan melihat ke dua susun angka yang ia lingkari dengan spidol merah.

Sebenarnya, apa yang ia lakukan? Apa yang ia harapkan? Apa yang ia tunggu di tanggal itu, yang tiba pada hari ini?

"Bu. Ayo berangkat!" Teriakkan dari ruang tengah membuyarkan lamunannya.

Aruni menarik napas dalam-dalam. Merobek lembaran kalender yang ia lingkari. Tidak mau fokusnya hari ini hilang hanya untuk melihat ke sana.

"Lama banget sih, Bu?" Tanya anak perempuan yang sudah menghadangnya di depan pintu dengan raut wajah jengkel. Ibunya yang biasanya cekatan, sudah menunggunya di atas motor walau ia belum siap, entah kenapa pagi ini begitu lambat.

"Udah siap?"

"Dari tadi."

Aruni memperhatikan gadis di depannya dari atas sampai bawah. Memastikan seragam merah putihnya sudah rapih.

"Yakin nggak ada yang ketinggalan?"

Gadis itu mengangguk mantap.

"Ya udah. Jas hujan bawa, Va? Mendung."

Sekali lagi, gadis itu mengangguk. Naik ke motor mengikuti Aruni.

"Bu, nanti pulang nggak usah jemput Vanya. Mau pulang bareng Desi." Pintanya. Sebenarnya Vanya memang mencari-cari kesempatan dari beberapa temannya yang mungkin bisa ditebeng pulang karena dia tahu Ibunya sudah cukup sibuk menjaga toko.

Dia sempat berkata kalau dia bisa saja pulang dengan ojek atau angkutan umum lain, tapi sang Ibu tidak mengizinkan. Tunggu dia sampai masuk SMP katanya. Entah apa alasannya. Aruni juga tidak membiarkannya naik sepeda sendiri.

Untung saja ada Desi, teman baiknya sekaligus tetangga yang mereka kenal dengan baik.

"Ya udah." Jawab Aruni. Setelah menurunkan Vanya di depan sekolahnya, Aruni menuju ke sebuah toko yang letaknya cukup dekat dengan pasar di kota. Sebuah toko grosir sembako yang biasanya memasok persediaan untuk toko-toko sembako yang lebih kecil.

Tidak, Aruni bukan bekerja di sana. Tapi dialah pemiliknya.

*

Matahari di luar tidak ada bedanya. Udara juga sama. Tapi kenapa banyak orang di dalam sana yang berharap, bisa menghirup udara segar di luar sini lagi?

Apa mungkin karena mereka punya seseorang yang dirindukan? Punya keluarga yang ingin ditemui?

Sementara dirinya, tidak mempunyai itu semua.

Suara klakson mobil yang seakan terdengar sedang memanggilnya membuatnya langsung mencari asal suara.

"Dev!"

Sebuah panggilan akhirnya yang membuat Devan tahu dari mana asal suara itu.

Devan berlari kecil menuju mobil yang parkir di seberang jalan lalu masuk ke dalamnya.

Pandangan Heri terhadap Devan penuh arti. Mereka hanya saling diam sesaat sampai akhirnya Heri menyodorkan tangannya untuk bersalaman.

"Selamat bebas, brother."

Devan membalas uluran tangan itu dan hanya tersenyum kecil.

Selama masa penahanan, hanya satu orang yang sering datang mengunjunginya. Heri. Tentu saja Devan sudah melarang lelaki itu untuk datang. Namun ada satu perkataan Heri yang akhirnya membuat Devan lelah untuk melarang.

'Yang gue tahu, Devan temen kuliah gue orang baik. Nggak akan berubah sampai kapanpun.'

Heri tahu ada penyesalan dalam di hati Devan walau pria itu menutupinya. Lagipula semua orang pasti pernah punya keinginan untuk menyakiti orang lain. Hanya saja Devan berbeda. Devan benar-benar dengan berani mewujudkan keinginannya itu.

"Lo dapet informasi?" Tanya Devan tanpa basa basi lagi.

Heri mengangguk. "Lisa baru aja berangkat ke Singapur. Katanya dia pindah kesana ngikut bapaknya."

Devan mengangguk kecil. Beberapa tahun setelah mereka resmi bercerai, Devan mendengar kalau Karen menikah dengan Rendi. Tentu saja Heri yang memberi kabar itu. Siapa lagi kalau bukan dia si pembawa informasi.

Tapi syukurlah, kehidupan Karen pasti lebih bahagia sekarang. Dan Lisa, tentunya tidak perlu Devan khawatirkan.

"Dan wanita itu...." Heri memberi jeda. Ingin melihat reaksi Devan yang tak terbaca.

Devan terpaksa menceritakan semua yang terjadi saat dia meminta tolong Heri untuk mencari informasi tentang Aruni.

"Dia udah jual rumah yang alamatnya lo kasih waktu itu. Demi Lo, gue sampai minta informasi sama pemilik rumahnya sekarang."

"Dia kasih?" Devan begitu ingin tahu.

Heri mengambil secarik kertas dari kantung jasnya lalu memberikannya pada Devan.

"Dia pindah kesitu. Lokasinya di luar kota. Kayaknya... dia belum nikah. Tapi...."

Devan mengambil kertas dari tangan Heri lalu membaca sederet alamat yang ditulis di sana. Jaraknya mungkin 3 jam jika ditempuh dengan kereta api.

"Dia punya anak perempuan."

***

Extra Chapter 1-5 bisa di akses di Karyakarsa.
Beli via paket. Murah cuma 50 kakoin sudah sampai selesai ya kak

Milik Tetangga [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang