"Udah tidur?" Tanya Karen begitu melihat Devan masuk ke kamar. Bertanya tentang Lisa, anak perempuannya.
"Hm." Jawab Devan sambil mengangguk pelan. "Ini pertama kali Lisa bisa tidur cepat." Lanjutnya. Mendekati Karen yang sedang duduk di depan meja riasnya dengan anggun.
Setelah memastikan Lisa sudah tidur dengan lelap dan tenang, sekarang waktu baginya untuk mencari ketenangannya sendiri.
Jari jemari yang kokoh dan besar dengan benda berwarna silver yang selalu melingkar di jari manis itu, menyentuh pundak Karen. Cincin pernikahan yang tak pernah Devan lepas.
Dengan sentuhan yang lembut dan tenang, Devan menurunkan sedikit baju tidur satin di pundak Karen. Kemudian mendaratkan kecupan ringan di sana.
Menunjukkan kalau ia sedang ingin.
Berharap Karen akan memberinya balasan yang memuaskan.
Karen menghentikan tangan Devan yang sudah berada di lengannya. Menatap sosok Devan di pantulan cermin di depannya dengan tatapan lurus. Tidak ada senyuman. Tidak ada gairah.
"Lakukan dengan cepat. Aku masih capek karena pindahan kemarin." Balas Karen.
Begitulah.
Karen tidak pernah berubah. Melayani Devan malas-malasan. Bahkan seperti terpaksa.
Mulanya dia bisa memaklumi di awal pernikahan karena mereka menikah juga karena dijodohkan. Bukan karena saling cinta. Waktu itu mungkin karena mereka belum saling terlalu mengenal.
Devan berusaha, membuat Karen agar melihatnya, membuat Karen agar jatuh cinta padanya.
Saat Lisa hadir, Devan berharap itu akan merubah Karen, tapi hasilnya masih nihil.
Sampai saat ini, usahanya seperti sia-sia. Semua yang dilakukan Karen dalam pernikahan, menjadi seorang ibu, melayani sebagai seorang istri, seperti dia lakukan dengan terpaksa.
Waktunya dinomor satukan untuk bisnis restorannya. Juga laki-laki itu, yang hubungannya dengan Karen harus kandas karena wanita yang dicintainya dipersunting oleh Devan. Diam-diam Devan mengetahui kalau Karen masih suka menghubungi laki-laki itu. Namun Devan memilih diam, pura-pura tidak tahu akan hal itu.
Devan tidak pernah merebut siapapun. Devan juga tidak pernah memaksa Karen untuk menikah dengannya. Semua terjadi benar-benar karena perjodohan keluarga mereka dan kedua belah pihak saling setuju.
Tapi, kalau Karen bersikap masa bodoh dengan rumah tangga yang akan dibinanya, kenapa wanita itu harus setuju untuk menikah?
Sekarang, Devan merasa berada di ujung lelahnya. Haruskah ia terus berjuang demi wanita yang bahkan tidak pernah melihat dirinya?
Sabarnya juga memiliki batas. Sampai kapan lagi ia harus berusaha?
Sampai kapan dia bisa bertahan?
Devan menengadahkan kepalanya ke atas. Mempercepat ritmenya saat merasakan kalau gejolak itu akan segera datang.
Sementara Karen, berbaring pasrah di bawah Devan. Menunggu Devan menyelesaikan kegiatannya.
Bahkan di atas kasur, Devan yang terus bekerja dan berusaha, Karen sama sekali tidak pernah memberikan timbal balik.
Devan berbaring di sebelah Karen setelah meraih pelepasannya.
Jika Devan mau jujur, ia bosan dengan kehidupan s*x nya yang monoton. Sebagai lelaki, kadang ia juga ingin merasakan bagaimana disentuh oleh wanitanya, namun Karen tidak pernah mau melakukan hal itu.
Karen meringkuk membelakangi Devan hingga tidak lama Devan bisa merasakan napas teratur wanita itu. Karen tertidur.
Devan menarik selimut lalu menutupi tubuh Karen. Sementara ia turun dari ranjang, memakai celana piyamanya lalu berjalan ke balkon. Masa bodoh dengan angin dingin malam yang menusuk kulit dadanya yang tidak dilapisi apapun.
Menyalakan sepuntung rokok.
Untuk sekarang, dia bersyukur Karen masih mau melayaninya.
Mulanya tidak ada yang menarik perhatian Devan. Suasana komplek tengah malam yang terlihat dari lantai 2 benar-benar sepi.
Sebelum Devan menoleh ke samping. Ke rumah tetangganya, Aruni. Rumah mereka hanya dipisah oleh pagar setinggi dada orang dewasa di lahan. Jadi dari lantai 2 Devan sanggup melihat bagian rumah itu.
Ada mobil yang terparkir di depan rumah Aruni. Sejak Devan pindah dia tidak pernah melihat ada mobil di rumah itu. Dia hanya tahu motor yang Aruni suka gunakan di pagi hari saat hendak menjual kue-kuenya.
Lampu salah satu kamar juga masih menyala. Ada yang belum tidur rupanya, gumam Devan. Mengalihkan perhatian ke tempat lain lagi.
Brak!
Sebelum sebuah bunyi keras membuat Devan berjengit kaget dan kembali melihat ke rumah tetangganya.
Seperti sebuah pintu yang dibanting agar menutup. Dan suara itu berasal dari rumah Aruni.
Di lantai bawah, seorang lelaki keluar dari rumah dengan tergesa-gesa, menuju mobil itu. Masuk. Lalu pergi.
Devan mengerutkan kening.
Beberapa detik kemudian. Dari balkon lantai atas, Aruni keluar. Berdiri di pinggir balkon. Menatap tajam mobil yang perlahan mulai hilang dari pandangan.
Devan diam.
Karena jarak rumah mereka tidak terlalu jauh, alhasil Devan bisa melihat Aruni dengan sangat jelas.
Satu tangan wanita itu terangkat, mengusap sesuatu yang jatuh di pipinya. Lalu, menengadahkan kepalanya. Menatap langit gelap yang malam ini tanpa bintang. Pundaknya naik saat tengah menarik napas yang sangat dalam seakan sedang berusaha melepas sesuatu yang sedang mengganggunya.
Devan tahu ada sesuatu yang terjadi tapi itu bukanlah urusannya.
Aruni berjalan ke salah satu sudut balkon setelah terdiam cukup lama. Posisi Aruni kini menghadap Devan tapi wanita itu belum menyadari keberadaanya.
Aruni Membenarkan beberapa pot bunga yang sedikit berantakan. Sesaat, dia sadar kalau seseorang tengah memperhatikannya.
Melihat kekikukkan Aruni, Devan sama sekali tidak berniat mengalihkan pandangannya. Devan juga tidak berusaha menyapa. Ataupun berusaha tersenyum.
Wanita itu berusaha bersikap biasa saja. Juga tidak berusaha menyapa Devan. Sampai sepertinya dia menyadari sesuatu. Sudut bibir Devan sedikit terangkat melihat kepanikan Aruni yang membuat wanita itu berjalan cepat kembali ke kamarnya. Menghilang dari pandangan Devan.
Barulah Devan kembali meluruskan tatapannya. Menghirup kembali batang rokoknya.
Kenapa Karen tidak pernah memakai lingerie seksi begitu? Gumam Devan dalam hati. Berandai kalau istrinya memakai pakaian seperti Aruni tadi.
Ya... walaupun Devan tidak akan benar-benar berharap Karen akan memakainya. Dia tahu sendiri bagaimana sikap istrinya itu kepadanya.
Bayangan Aruni kembali sekelebat di pikiran Devan.
Gaun hampir selutut itu begitu tipis. Walau luarnya biasa saja. Tapi dalamnya terlihat begitu jelas. Sampai Devan bisa tahu kalau wanita itu tidak memakai apa-apa lagi di dalam sana.
Sungguh tidak ada apa-apa lagi. Tidak sehelai benang pun. Polos.
Sialan! Ternyata milik tetangganya bagus juga.
*
Halo sayang...
Kangen kalian :*
Kalau suka sama ceritanya, jangan lupa kasih responnya ya.... vote boleh, komen boleh, apalagi dua2nya boleh banget :)
Klo responnya bagus, janji deh bakalan update cepet. Ya ya ya....
KAMU SEDANG MEMBACA
Milik Tetangga [SELESAI]
RomantikMulanya berkenalan. Lalu saling curi-curi pandang. Mulai mengobrol, Hingga menjadi akrab. Saling memendam rasa, karena masing-masing sudah milik seseorang. Ada perasaan yang harus mereka jaga. Salahkah Aruni, tertarik pada tetangga barunya? Pada...