Narsistik

259 14 3
                                    

Buk!

Bugh!

Dhuak!

Satu tendangan, langsung membuat seorang remaja laki-laki bernetra merah tersungkur tak berdaya. Sang pelaku yang merupakan kembarannya sendiri hanya berdiri menatap Kakak kembarnya, dengan wajah emosi.

Dia belum puas, bahkan setelah tangannya terdapat cipratan darah. Ia menggertakkan giginya, lalu berkata, "selalu, selalu, dan selalu saja! Kau mengambil semuanya dariku!"

"Kau mengambil ayah dan ibu, teman-temanku, dan semua kebahagiaanku!" pekiknya, penuh penekanan, seakan-akan ia adalah pemilik seluruhnya.

"Kebahagiaanmu?" gumam sang netra merah, menatap adiknya yang bernetra abu-abu. Yang tengah menatap tajam dengan sorot mata ingin membunuhnya.

Seribu rasa sakit pun tak membuatnya menyerah, netra merah itu tetap mencoba bangun walaupun adiknya akan menghajarnya lagi.

"Hei, Halilintar ... Apa kau merasa hebat sekarang, karena kau menjadi juara di kelas?"

Halilintar hanya diam sambil terus mencoba untuk duduk, ia tak peduli akan apa yang Solar katakan. Ia cuma ingin menenangkan adiknya.

Ketika Halilintar sudah berhasil duduk, sesuai dugaannya, netra abu itu tambah kesal padanya.

"Jawab, sialan!" Dia berteriak, seperti tak peduli jika akan menjadi tontonan banyak orang.

"Solar, tenangkan dirimu!"

"Apa hakmu untuk mengaturku, hah?!" Dengan sangat amat kesal Solar menarik kerah baju Halilintar membuatnya berdiri.

Solar melakukanya benar-benar tanpa peduli tentang rasa sakit pada tubuh Halilintar.

"Kau akan membuat orang-orang datang kemari nanti ... "

"Peduli apa aku?! Biarkan orang lain melihat selemah apa kau! Kau hanyalah pecundang bodoh yang ingin terlihat pintar!"

"Bahkan anjing lebih baik daripada kau!"

Mau seribu kata hinaan yang keluar dari mulut Solar, ia tetap sabar. Dengan lemah ia mengangkat kedua tangannya dan memegang tangan Solar, yang tengah berada di kerah bajunya.

"Solar kendalikan dirimu ... Aku tau ... Kau tak mau seperti, kan?"

Pupil Solar membesar begitu mendengar perkataan Halilintar. Ia seperti menyadari sesuatu, ia bahkan mulai melirik luka Halilintar diujung mulutnya.

Ini semua terjadi bukan atas dasar keinginannya. Pegangan tangan pada kerah Halilintar mulai ia lemahkan. Matanya mulai berkaca-kaca begitu menyadari apa yang sudah ia lakukan.

"Ma-"

"Apa yang kau lakukan, Solar?!"

Beberapa teman Halilintar dan Solar menghampiri, air mata Solar yang awalnya ingin menetes langsung terhambur di udara. Begitu salah satu dari mereka dengan netra cornflower blue mendorong Solar hingga terjatuh.

"Apa kau sudah gila, hah?!"

"Kali ini kau sudah benar-benar keterlaluan, Solar!" timpal lainnya dengan netra coklat.

"Tunggu, kalian ... Tidak mengerti ... " Halilintar mencoba menjelaskan.

Akan tetapi mereka tak mempercayai, bahkan tak memberi kesempatan Halilintar untuk berbicara. "Mengerti apa!? Kau masih menganggapnya adik setelah dia melakukan ini?!" bentak orang dengan netra oranye.

Halilintar tetap mencoba berjalan ke tempat Solar berada, tapi mereka bersikeras menahannya. Pada akhirnya Halilintar tumbang, secepat mungkin netra coklat dan cornflower blue merangkulnya. Halilintar pingsan.

S̶k̶i̶z̶o̶f̶r̶e̶n̶i̶a̶ ::: 𝙴𝚙𝚑𝚎𝚖𝚎𝚛𝚊𝚕 (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang