After Ending

161 14 6
                                    

Warning-warning! Bab ini dibuat dengan 99% kesadaran, sisanya capek, pengen cuan segepok.

—————————

Seseorang dengan warna mata merah marun tengah bersiap untuk ke tempat yang sudah lama ia nantikan. Jantungnya berdebar-debar karena waktu yang ia tunggu-tunggu sudah hampir tiba.

"Percepat sedikit! Bukankah kau sudah menunggu waktu ini?!" Seseorang bermata biru laut datang meneriakinya.

"Baiklah," jawabnya.

"Aku ... Benar-benar berterima kasih pada keluarga mu, jika keluarga mu tak memungutku, mungkin aku sudah lama pergi," sambungnya kembali.

Mendengar jawaban itu, netra biru laut menatapnya dengan wajah yang kesal. Yang ditatap pun tak mengerti akan maksudnya.

"Memungut, memungut. Memangnya kau itu sampah?! Berhentilah mengoceh! Kita harus berangkat sekarang!"

Dengan kelabakan netra merah mengangguk, ia berpikir kalau perkataannya tadi mungkin salah. Mereka berjalan memasuki mobil dan menuju ke sekolah.

Di dalam perjalanan netra merah sangat tak sabar untuk menemuinya, setelah pencarian panjang, yang ia lakukan.  Akhirnya ia bisa bertemu dengan dia.

"Tunggu aku, Solar. Aku kembali."

[Pembalasannya]

Brak!

Lalu ... Apa yang ku dapat? Di depan mataku sendiri, kau terjatuh dari ketinggian. Kepalamu pecah, mengeluarkan banyak darah dan baunya mulai menusuk ke hidungku.

Beginikah balasanmu?

Sedikit lagi aku bisa menggapaimu, kita akan bersama-sama lagi dan aku berjanji tidak akan meninggalkanmu sendirian untuk kedua kalinya.

Tadinya aku berpikir begitu, sebelum akhirnya aku mulai memasuki area sekolah, dan menyaksikan sendiri kau yang menyerah dengan hidupmu.

Kenapa ...?

Maafkan aku, Solar!

Maaf karena sudah meninggalkanmu, maaf karena aku telah melanggar janji yang kita buat ... Maaf ...

Aku memeluk tubuh Solar, mengangkat kepalanya yang terbelah, tak peduli dengan bau amis yang tercium. Murid-murid dan beberapa guru datang mengerumuni, aku menangis sejadi-jadinya disana.

Aku tak percaya, kalau awal pertemuan kita adalah akhir dari hidupmu, dan awal kehancuranku. Maaf ...

Jika saja aku lebih cepat menemukan mu, jika saja aku tak diculik, pasti saat ini kita sudah bahagia bersama. Ku kira disini hanya ayah dan ibu yang bersalah, karena meninggalkan kita, ternyata aku juga bersalah.

Jika saja ... Aku sedikit cepat ... Andai aku tidak lupa dimana tempat tinggal kita ... Semua takkan seperti ini.

Semua yang terjadi bukan khayalan belaka, Solar menciptakan karakter khayalan bernama Halilintar bukan sebuah kebetulan. Karena ... Akulah Halilintar itu.

Selepas ayah membuang kami di panti asuhan, di sekitar umur enam atau tujuh tahun ... Ketika kami sedang berjalan, tiba-tiba datang sebuah mobil menghentikan kami.

Pria-pria menyeramkan keluar lalu menyeret kami masuk ke mobil, tapi untung Solar berhasil kabur dan aku tertangkap. Mereka akan menjualku. Mereka terus membawaku ke tempat yang jauh, yang bahkan aku sendiri tak tau dimana.

Namun, ditengah-tengah jalan, ada seorang polisi yang berhasil menangkap mereka, dan hidupku tak berakhir. Masalah belum selesai, karena aku tidak tau dimana alamat asalku.

Nasib baiknya polisi yang telah menyelamatkanku itu mau mengadopsiku, karena ia juga memiliki putra yang seumuran denganku.

Di adegan paling awal adalah percakapanku dengan Ice Allvino, anak dari polisi itu. Melalui keluarga ini aku bisa mencari tau dimana Solar, tapi aku hanya bisa mengumpulkan sedikit informasi.

Kemudian saat aku sudah naik kelas dua SMA, Ice membawa beberapa temannya datang ke rumah, Gempa, Blaze dan Taufan. Di tengah-tengah pembicaraan mereka, mereka sempat membicarakan seseorang yang aneh.

Orang itu suka berbicara sendiri karena menganggap di sampingnya ada teman yang bernama Halilintar. Dari situlah akhirnya aku tau dimana Solar, dan memutuskan untuk pindah ke daerah itu.

Anehnya, Ice malah ikut denganku, bahkan ayah dan ibu angkatku juga mendukungku. Dunia ku penuh dengan keberuntungan.

Tapi ... Tidak dengan kau ...

Kau pasti menderita, kan, dengan semua gangguan itu? Aku sudah disini, tapi kenapa kau malah pergi?

Setelah pemakaman selesai, entah kenapa hatiku hampa, tatapan ku pun kosong. Sesuatu yang telah memenuhi pikiranku hilang begitu saja, tapi tak membuatku tenang.

"Solar ... Kalau saja ... Kau menungguku sedikit lebih lama ... " Aku tak sanggup melanjutkannya.

Aku berada di makam Solar sangat lama, hingga membuat Ice kesal dan menyeretku kembali ke kostan.


[Janji Kita, Hanya Di Dunia]


"Lalu, bagaimana dengan janji kita?"

"Janji, apa?"

Sayup-sayup ku mendengar suara seseorang, suaranya begitu familiar. Benar saja dugaanku, Solar ... Dia muncul di hadapanku.

"Janji kita dulu, Solar!"

"Kalau saja ... Kau mau menungguku ..."

"Bersamaku hanya akan membuatmu menderita, Halilintar. Kau sudah mempunyai teman, saudara dan orang tua, jangan merusak takdir itu."

Perkataan Solar membuatku sangat kesal, merusak takdir apa yang ia maksud?!

"Kau sendiri sudah merusak takdirmu! Biarkan aku ikut denganmu!"

"Jangan membuat Ice sedih, dia sudah menganggapmu sebagai kakaknya. Lupakan itu, janji kita, hanya di dunia."

"Kau sebenarnya menganggapku apa?!" Dia terus bersikeras menahanku, aku pun membentaknya dengan pertanyaan itu.

"Kau adalah kakak terbaik, yang rela di culik demi menyelamatkan adiknya."

"Pergilah, Halilintar ... Ice mengkhawatirkan mu. Tempatmu bukan di sini, jalani hidupmu dengan versi terbaikmu. Kita akan bertemu lagi dilain waktu ... Bersenang-senanglah ... "

Solar tersenyum, dan perlahan-lahan ia menghilang, aku masih tidak rela, aku ingin ikut. Akan tetapi jiwa ku berpindah ke tubuhku yang tadinya ingin mati karena overdosis.

"Apa kau gila, hah?!" Terlihat Ice yang sedang marah karena perbuatanku.

Aku benar-benar kehilangannya kali ini.

🎉 Kamu telah selesai membaca S̶k̶i̶z̶o̶f̶r̶e̶n̶i̶a̶ ::: 𝙴𝚙𝚑𝚎𝚖𝚎𝚛𝚊𝚕 (Tamat) 🎉
S̶k̶i̶z̶o̶f̶r̶e̶n̶i̶a̶ ::: 𝙴𝚙𝚑𝚎𝚖𝚎𝚛𝚊𝚕 (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang