Ngegas Mulu

37 6 0
                                    

Kata pepatah kalau nggak bisa berucap baik mending diem. Jangan nyerocos terus apalagi sampe ngegas.

***

Minggu pagi ini kita semua kerja bakti di masjid dekat balai. Kita mulai keluarin karpet dan rak Qur'an terus ada yang nyapu bagian dalam, ada yang bersihin karpet di luar, bersihin Qur'an yang kotor dan merapikannya. Lanjut baru setelah itu di pel. Di situ Via sebagai PDD mulai dokumentasi, tapiiii dia tuh nggak banyak bantu. Foto sama video nggak sampe satu jam kan. Buset dia cuma bantu bentar itupun nyapu terus diganti sama Wuri. Kemudian dia lanjut duduk doang. Gitu juga si Cila. Kalau udah difoto nggak lanjut dah tuh bersih-bersihnya. Pencitraan banget. Yang lebih herannya lai si Via ini sebenarnya juga sekretaris bareng gue, tapi dia malah lebih pro ke bagian PDD dan nggak bantu tugas sekretaris misal nulis kegiatan tiap harinya apa aja, rapat kita bahas apa, paling mentok absen lah ya meski absen diri sendiri dianya. Nggak bisa berkata-kata gue.

Lanjut setelah selesai kerja bakti masjid, kita duduk dulu bentar semuanya. Terus balik ke balai. Dan kalian tahu? Yaa, si tiga itu pulang lagi dengan alasan mau mandi mulu. Buset, ya udahla males juga yang mau protes meski mereka izin di grup. Kita berempat juga langsung balik ke rumah Pak Kades. Di sana kita tidur siang karena capek juga. Selang beberapa jam, kita bangun dan mandi terus ke madrasah buat ngajar. Setelah itu barulah ke balai seperti biasa sambil nunggu magrib.

Sesampainya di balai, si tiga ini belum balik. Sedangkan Mbak Heni balik juga akhirnya bareng Dela yang udah sehat. Karena gabut, Ulfa sama Fatah main bareng Dela karena Mbak Heni bawa mainan masak-masak Dela. Sementara gue, Ara, Ema duduk bareng Rohi, Mahdar, dan Agus.

"Ngomong-ngomong, kita jadi ngajar di SD juga? Mengingat sih ada yang ngusul ngajar di SD," kata gue membuka percakapan.

"Bisa jadi. Besok kan SD udah masuk, ya. Jadi mungkin bisa izin ke kepala sekolahnya," jawab Rohi.

"Yang mau izin siapa?" tanya gue memastikan karena sebelumnya perihal izin apapun itu selalu gue, Ara, atau Ema.

"Gimana kalau kita bareng aja. Gue, Rohi, Ara, dan lo Teya," sahut Mahdar dengan percaya dirinya.

"Serius lo?" tanya gue nggak yakin beneran. Entah feeling gue ini mengatakan sebaliknya.

"Iya dong," jawab Mahdar.

"Oke, mari kita lihat besok," kata gue.

"Eh, tapi kenapa nggak mereka yang mengusulkan aja? Kenapa harus gue sama Ara yang ikut?" Tiba-tiba gue tersadar akan itu makanya gue nanya lagi.

"Kan lo sekretaris, Teya."

"Lah, dia?"

"Oh sekretaris juga, ya? Gapapa lah lo aja. Gue lihat kinerja lo bagus bisa bantu gue sebagai kordes."

"Iya karena lo sendiri nggak becus jadi kordes," sahut gue yang terlalu jujur.

"Ampun dah."

Kemudian nggak lama dari itu, Cila, Wuri, dan Via datang ke balai. Mereka juga langsung gabung duduk bareng kita dan malah ajak diskusi dadakan.

"Eh, kan uang kas kita menipis ya. Sisa berapa, Ema?" kata Cila sambil bertanya.

"27 ribu."

"Duh, udah gak terasa dua minggu ya kita. Nah gimana kalau kita sumbangan lagi tiap minggu, tapi jangan pas banyak-banyak. Kasian. Perorang 20 ribu gimana?" usul Cila.

"Tiap minggu?"

"Iya, jadi gimana tuh uang 120 ribu cukup buat makan kita selama satu minggu."

Gue yang dengerin cuma diem bentar. Hmm, dari ucapan terlihat sangat meyakinkan bukan? Ya, mereka tuh kalau ngomong berasa orang bener sumpah, tapi aslinya otaknya eror. Gue bisa aja setuju sih, tapi beneran cukup buat satu minggu? You know lah kan mereka kalau makan harus masak yang elit beli bahan yang cukup mehong. Gue nggak yakin itu. Kalau emang mereka bisa makan tahu, tempe, mie, telur, mihun, dan sayur-sayuran selama satu minggu it's okay. Kalau mereka maunya ikan, ayam, dan sebagainya? Dudududu mikir-mikir lagi deh.

KKN Penuh DramaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang