Tidak Konsisten

40 5 0
                                    

Rules No. 2

"Konsisten adalah kunci utamanya."

***

Kemarin sebenarnya Cila kirimin kita rundown acara lomba dan JJS ke grup. Awalnya gue yang mau bikin jadwal mengurungkan diri karena Cila yang bakal buat. Gue lihat sih udah oke ya, tapi ternyata kata-katanya yang di rundown itu dari si Rohi. Si Cila cuma buatin tabel dan paste kata-katanya, tapi nggak apa-apa lah yang penting jadi. Nah, di rundwon acara tersebut udah dituliskan sama Cila siapa yang jadi penanggungjawab di setiap lombanya.

Nah, jadi hari ini kita udah mulai pelaksanaan lombanya. Dari lomba anak-anak yaitu lomba lari kelereng. Dilanjutkan dengan lomba makan kerupuk untuk para orang dewasa, tapiii berhubung para ibu-ibu maupun bapak-bapak banya yang nggak hadir karena sibuk di pertanian jadi untuk makan kerupuk kita ganti buat lomba anak-anak. Nah, penanggung jawab lomba ini gue, Cila, sama Wuri. Tapi mereka berdua ini malah pulang dong, padahal dia sendiri yang buat rundown acara dan dia sendiri yang nentuin penanggungjawabnya. Eh malah dia sendiri juga yang nggak hadir. Lebih milih pulang. Kalau mau pulang ya setidaknya dia jangan taruh lombanya di waktu siang yang mana mereka waktunya pulang. Hadeh, nggak konsisten banget jadi ketua acara.

Setelah lomba makan kerupuk itu ada lomba bagian ibu-ibu taruh tapis beras di atas kepala. Dan mereka bertiga baru balik setelah lomba tersebut selesai. Untungnya setelah itu ada lomba tarik tambang. Gue biarin terserah mereka dah. Oh iya, untuk lomba tarik tambang ini diganti anak-anak juga. Agak khawatir sebenarnya karena kan tali tampar untuk tarik tambang cukup keras dan agak sakit kalau dipegang dan ditarik sama anak-anak yang tenaganya nggak sebanding sama orang dewasa, tapi karena semuanya semangat akhirnya lomba pun dimulai. Cukup seru sampai lomba selesai dilaksanakan. Meskipun pada akhirnya ada peserta yang luka lututnya gara-gara lomba tarik tambang. Akhirnya karena itu juga termasuk tanggungjawab kita, Rohi pun disuruh beli handsaplas sama betadin.

"Mau ke mana?" tanya gue.

"Disuruh beli betadin sama handsaplas," jawabnya.

"Sekalian tolong belikan air galon juga, ya. Air kardusnya habis soalnya," kata gue.

"Oke boleh," katanya. Akhirnya dia bawa lah tuh galon kosong.

Sebenarnya di balai ini juga ada air galon untuk cowoan, tapi berhubung ada lomba gini kita sediakan air kardus buat peserta yang haus. Namun itu nggak bertahan sehari sampe malam nanti, jadinya kita kasih air galon itu kalau ada peserta yang haus. Sayangnya itu juga habis. Nah kita sendiri jug butuh buat minum ya pasti dan untuk keperluan masak. Makanya gue nitip sekalian. Apalagi nanti malam masih berlanjut untuk lomba adzan dan tartil.

Lucunya, kita nggak ingat kalau di deket balai ada Bu Bidan yang sempet jadi kader posyandu. Akhirnya Rohi minta obat betadin ke Bu Bidan. Terus diobati dah tuh peserta lomba yang luka. Alhamdulillah lukanya nggak parah, cuma dia ngerasa perih aja waktu dikasih betadin. Nggak lama kemudian, Bapk DPL kita berkunjung setelah lomba udah selesai. Beliau ngobrol sama Agus dan salah satu pamong desa yang hadir waktu itu. Sekedar memantau, setelah selesai beliau pamit pulang.

Karena hari udah mau gelap dan adzan magrib sudah berkumandang kita siap-siap ke masjid nih buat sholat berjamaah. Sesudah sholat magrib kita biasanya kan masih ngajar ngaji, tapi karena ustadzah berbaik hati akhirnya malam ini kita diliburkan buat nggak ngajar biar bisa siapin keperluan lomba malam ini. Jadinya kita balik ke balai, tapi tiba-tiba ada peserta lomba yang dari dusun tengah sudah hadir di balai. Padahal karpet aja belum kita siapin buat duduk para peserta karena jadwal lomba ini setelah isyak. Waduh antusiasnya patut diacungi jempol hehe. Namun meski begitu kita tetep nggak enak kalau bikin mereka nunggu lama, tapi ya mau gimana lagi. Akhirnya kita siapin karpet dan suruh mereka duduk dulu sambil baaca-baca dulu q
al-qur'annya karena kebetulan mereka bawa sendiri meskipun di sini kita udah siapkan juga Al-qur'an untuk peserta lomba tartil.

Beberapa menit kemudian akhirnya udah isyak. Kita pun ke masjid lagi buat sholat berjamaah. Setelah itu barulah kita mulai lombanya. Juri untuk lomba tartil dan adzan ini awalnya Fatah sama Rohi. Terus dengan usulan DPL yang berpendapat kalau jurinya mungkin bisa dari ustadz yang ada di desa ini. Sebenarnya kita mau ganti Rohi sama Ustadz yang ngajar di madrasah. Berhubung ustadznya lumayan jauh rumahnya dari balai dan beliau nggal bisa hadir, akhirnya juri untuk lomba tartil dan adzan adalah Rohi dan Mahdar. Si Fatah sendiri yang jadi MC. Untungnya si Fatah ini bisa mencairkan suasana. Nggak kaku buat ajak peserta untuk bersemangat.

Sebelum itu kita mulai tulis nama peserta dan suruh mereka ambil acak kertas yang berisi surat yang telah ditentukan untuk dibaca di saat lomba. Nah katanya tugas gue di acara ini kan sebagai sekretaris juga ya dan tugasny mencatat peserta lomba. But, itu diambil alih sama Wuri. Sebenarnya nggak masalah dan melegakan kalau dia mau bantu. Ya udah gue biarin. Toh dia berinisitif sendiri. Setelah itu barulah kertas nama pesertanya dikasih ke Fatah buat panggil nama peserta sesuai urutan yang ditulis. Dimulai dari lomba adzan dulu baru dilanjutkan ke lomba tartil.

Ada kejadian lucu sekaligus bikin gue malu meski beberapa orang nggak ngeh. Jadi si Fatah kan jadi MC, nah dia ini yang bukain ayat di Al-Quran yang disediakan. Beberapa menit berlalu, dia nyuruh gue buat yang gantiin bukain ayat Al-Quran tersebut biar dia nggak bolak-balik juga untuk ngeMC dan bukain tersebut. Dia juga was-was takut udah nggak punya wudhu. Pas gue bukain ayatnya dan peserta lomba mulai membaca, gue ngerasa kok kayak ada yang beda? Dan Ara pun juga sadar akan hal itu. Benar aja, gue salah tunjuk ayat. Harusnya dari ayat 6 sampai 9 eh gue nunjuk ayat 5. Buru-buru gue samperin dan tunjuk ayat yang bener. Meski begitu tetep dilanjutkan sama pesertanya. Duh, overthinking dan kepanikan gue menjadi satu di situ. Akhirnya gue nggak mau nunjuk lagi dan suruh Ara buat gantiin sampe peserta terakhir. Gue langsung ke dapur dan nenangin diri. Si Ulfa yang kebetulan bikinin kopi untuk Fatah dan yang lainnya keheranan lihat gue.

"Lo kenapa, Teya?"

"Aduh nggak tahu, gue malu. Gimana ini?"

"Malu kenapa?"

"Gue salah tunjuk ayat tadi. Mana ada orangtuanya yang nonton. Malu plus nggak enak woi."

"Nggak apa-apa. Nggak sengaja juga."

"Tapi gue tetep malu. Mana dilihatin peserta lain juga. Duhhh gimanaa? Gue nggak mau keluar deh."

"Apa sih, Teya. Biasa aja. Tenang," kata Ulfa dengan santainya.

"Dih, lo tahu gak sih rasanya, Ulfa? Gue malu woi, malu karena kesalahan teknisnya dari gue sendiri."

"Santai aja."

Lagi-lagi si Ulfa minta disentil bibirnya astagfirullah haha. Ya meski pada akhirnya gue keluar dari dapur ikut Ulfa yang keluar nganterin kopi. Gue cuma duduk diem sampe lomba selesai. Setelah semua peserta pulang, kita beres-beres balai dulu dan rapat evaluasi lagi terkait pelaksanaan lomba hari ini. Jadi rencanya besok kita bakal beli hadiah untuk para pemenang dan beli konsumsi untuk Pak Kades beserta perangkatnya di hari lusa yang mana waktu JJS berlangsung. Nah, harusnya yang belanja kan bendahara ya. But, you know lah guys meski kita sudah mengakrabkan diri rasa canggung masih menyelimuti. Akhirnya usulan kalau yang beli hadiah lomba dan JJS itu Ema, gue, Ara, sama Ulfa. Sedangkan yang beli konsumsi itu si Via, Cila, dan Wuri. Sedangkan Rohi yang bakal ngeprint sertifikat pemenang lomba tartil dan adzan sekaligus cenderamata untuk Pak Kades. Oh iya, btw mereka bertiga ini mesen ke kita suruh beli yang murah yang sekiranya uang kita cukup. Oke, kita ikuti toh sama Ema juga udah diancang-ancang total keseluruhan hadiah untuk lomba dan JJS. Dan mereka juga ngomong mau beli roti yang murah di toko roti yang namanya cukup digandrungi oleh banyak orang. Mereka bilang ada yang harga tiga ribuan. Gue cukup kaget sih, setahu gue yang pernah beli di toko roti yang mereka maksud nggak ada tuh yang harga segitu. Paling murah itu harganya Rp. 5.500, tapi gue biarin aja mereka ngomong begitu. And then ... Bener aja. Keesokan harinya mereka riweh sendiri. Gue cukup denger suara mereka karena mereka telponan sama Rohi dan minta persetujuan. Karena uang juga udah kita sediakan secukupnya sesuai ancangan kita semua saat rapat evaluasi. Ya perlu diingat rules no. 2 bahwa konsisten adalah kunci utamanya. Kita awalnya pilih toko roti lain atau beli ke pengusaha UMKM kue basah yang sempet kita kunjungi, tapi mereka tetep maksa ke toko roti itu. Jadilah begituuuuu.

___________To be continued___________


Gue ceritain lagi di bab selanjutnya. Terus ikuti cerita KKN Penuh Drama ini, ya. Jangan lupa vote dan komennya juga. Thanks.

More info bisa cek my instagram @three_pt2

KKN Penuh DramaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang